Selain itu  buat warga Jakarta dan suburbannya untuk naik kendaraan umum yang nyaman tentunya dan harus dicontohkan pejabatnya. Mereka bawa mobil pribadi karena hal urgent. Karena masyarakat kita patrimonial ya, pejabatnya harus naik kendaraan umum juga dong, mulai dari Gubernur, Ketua DPR hingga ke bawah.
Mereka bisa ngobrol  dengan rakyat di kendaraan umum. Mereka bisa mendengar langsung keluh kesah rakyat. Kalau perlu dukung dengan kampanye dari para artis bawa naik kendaraan umum itu keren dan harus dicontohkan di Jakarta, daerah akan terinspirasi. Mintalah artis-artis itu setidaknya dalam sebulan berapa kali naik kendaraan umum, serta memviralkannya via medsos.  Â
Setahu saya tahun 1980-an ada artis atau model naik metromini dan kereta api jabodetabek yang luar biasa buruknya, nggak apa-apa tuh. Tidak terdengar mereka diganggu atau jadi korban kejahatan. Saya pernah naik Kereta komuter jabodetabek bareng seorang artis dan juga model mahasiswi Fakultas Sastra UI ke Cikini dari Stasiun Kampus UI pada 1990-an, tidak ada yang berbuat usil.
Urban Farming dan Pendestrian
Kedua, terkait dengan RTH,  Kepala Daerah Jakarta harus lebih menggalakan urban farming yang bisa memberikan manfaat lingkungan sekaligus ekonomis dengan menggunakan lahan sempit, atap bangunan dengan menggunakan sistem hidroponik  dan kalau perlu dibantu biayanya.Â
Titik urban farming di Jakarta menurut data yang saya dapat  pada 2020 sekitar 900 titik, itu pun karena didorong oleh penerapan work form home. (Sumber: Peluang) Namun pada 2023 Pemprov DKI Jakarta hanya mengakui 625 titik. Seperti dikutip dari Antara. Yang benar mana nih. Turun nggak? Tapi kalau proporsi dengan jumlah RW di Jakarta 2.744, bagus 1:4
Bandung misalnya lebih kecil dari Jakarta tetapi punya 375 titik dan didukung oleh Program Kang Pisman (pemilahan sampah) hingga kompos dari sampah organik untuk mendukung urban farming. Pemkotnya punya target pada 2024 ini menjadikannya 400 titik. Â Jumlah yang lumayan karena RW-nya 1.500-an. Â Jadi sekitar 1:4 juga.
Jadi Kepala Daerah Jakarta mendatang menjadikan urban farming plus pemilahan sampah jadi program. Bukankah kota-kota besar lain juga begitu? Jangan ragu belajar dari Bandung. Kota Milan saja mau belajar dari Bandung. Pemilihan sampah plus urban farming ada di sejumlah titik dan setahu saya ada di Pangkalan Jati, Jakarta Selatan.
Bermanfaat kok untuk ketahanan pangan. Jadi ketika cabai naik karena ada kendala di daerah pemasoknya, maka pelaku urban farming juga punya lahan cabai bisa barter dengan yang punya sayuran dan ikan lele. Saya yakin urban farming ini kalau bisa mencakup titik yang lebih luas bakal meredam inflasi.
Ketiga, yang paling membuat saya merasa kehilangan Jakarta ialah berkurangnya lapangan bermain. Dulu ketika saya masih duduk di SD di kawasan Tebet pada 1970-an tiap pulang sekolah main bola, seperti lapangan dekat menara air. Kini lapangan demi lapangan sepertinya lenyap. Haruslah ada penambahan lapangan bermain.
Keempat, menurut saya harus diakui pedestrian adalah hal yang penting. Trotoar yang lebar membuat Jakarta nyaman menurut saya. Apalagi dengan kendaraan pribadi  berlalu lalang  berkurang karena sudah naik kendaraan umum. Plus penanaman  pohon-pohon yang rindang di pedestrian, itu pembangunan pro rakyat kebanyakan.