Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Imah Batik Bandung, Inisiator, Inovator dan Motivator

28 Mei 2024   10:17 Diperbarui: 29 Mei 2024   14:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan di Imah Batik-Foto: Dok Weny Windya Hapsary

Weny  Windya Hapsary, CEO dan Co-Founder Imah Batik Bandung boleh dibilang inisiator, inovator sekaligus motivator ketika mendirikan Griya Batik Bandung  pada 2015  bersama rekannya Farid Husin.  Kerajinan batik yang kemudian berubah nama menjadi Imah Batik Bandung berbasis di kawasan Lembang ini bukan saja memproduksi batik secara homemade tetapi juga menjadikannya sebagi pemberdayaan dan destinasi eduwisata.  

Perempuan yang karib disapa Indy ini dan rekannya bahkan berlatar belakang dunia medis.  Indy adalah lulusan kebidanan Universitas Padjadjaran dan rekannya kedokteran, tetapi keduanya merupakan penggemar dan kolektor wastra nusantara.  Hingga suatu ketika terbesit di pikiran mereka untuk mempunyai sebuah toko batik.

Untuk menjalankan bisnis ini terlebih dahulu Indy  berkeliling Indonesia untuk belajar batik dari sentra batik di Solo dan Surakarta hingga ke NTB.  "Saya belajar dari maestro, sesepuh hingga legenda Indonesia," ujar Indy ketika saya hubungi 27 Mei 2024.

Agar bisa mendapatkan karakter dan ciri khas sendiri Indy dan timnya mengembangkan teknik ciri khas Imah Batik. Pertama mereka menggunakan teknik besutan, batik asli Indonesia diproduksi pakai malam (lilin panas), jadi masih melestarikan teknik pembuatan Batik secara tradisional.  Hanya saja jika  batik tulisan daerah lain umumnya menggunakan canting, maka perajin di Imah batik menggunakan kuas dan besutan. Lilin panas menggunakan kuas.

Perajin di Imah Batik menghasilkan motif lebih abstrak, modern dan kontemporer dengan ikon Bandung dan Lembang, seperti cerita Sangkuriang, Patrakomala, Jalak Harupat, Boscha, Stroberi dan sebagainya.

"Kami melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar. Kami memberdayakan anak muda, mendatangkan ahli batikdan  Kami latih jadi artisan dan produsen batik," imbuh Indy.

Lanjut dia, Imah Batik  melakukan CSR untuk perempuan di dua RW, di kawasan lembang, tempat kerajinan ini berbasis.  Sekitar 20 ibu rumah tangga yang kehilangan dampak dari Covid-19 dilatih batik tulis, lengkap dengan alat-alatnya.  Imah Batik memberikan keterampilan membatik untuk bisa membatik di rumah  sambil menunggu anak sekolah dan suami pulang membatik. Lalu hasilnya  dijual ke galeri kami.

Kegiatan di Imah Batik-Foto: Dok Weny Windya Hapsary
Kegiatan di Imah Batik-Foto: Dok Weny Windya Hapsary

Untuk eduwisata, Indy mengatakan membidik seluruh elemen, mulai dari  anak sekolah hingga purnakerja.  Mereka datang untuk berlatih mendapatkan workshop.  Banyak wisatawan lokal belajar. Begitu juga dengan wisatawan mancanegara, dari Korsel, Amerika Serikat, Jepang dan Australia.

Sejak 2015  pengunjung  eduwisata mencapai puluhan ribu dalam dan luar negeri belajar membatik. Imah Batik diperkuat sepuluh tenaga kerja tetap dan lepas 20 orang.  Upaya keras Indy dan timnya mendapat respon berbagai pihak dengan terlibat di berbagai pameran di luar negeri, mulai dari  Singapura, Malaysia, Jepang hingga India.

Imah Batik menjual produknya berkisar Rp90-250 ribu untuk batik cap dan batik tulis Rp350 ribu hingga Rp3,5 juta bergantung bahan dan motif.  Selain kain mereka juga melakukan inovasi membuat pakaian jadi, tas, dompet hingga sandal batik yang dikombinasi dengan goni.

Indy dan kawan-kawannya meramaikan kerajinan batik di Bandung dan sekitarnya yang hanya beberapa sentra. Penelitian yang dilakukan Aziz Ali Haerullo , Etty Saringendyanti dan  Ayu Septiani tentang perkembangan batik di Bandung, Cirebon dan Tasikmalaya (2021) menyebutkan industri batik di Bandung tidak sekuat Cirebon.     

Baru pada 1975 hadir Hasanuddin, pendatang dari Pekalongan  dan staf pengajar ITB mendirikan sebuah kerajinan batik.  Itu juga karena dia dari  Pekalongan dan berlatar belakang budaya batik pesisiran.

Jadi boleh dibilang Indy dan kawan-kawannya adalah inovator industri batik di kawasan Bandung Raya dan mencatatkan rumah produksi batiknya dalam sejarah.

Irvan Sjafari

 

Sumber Lain:

Patanjala Vol. 13 No. 1 April 2021: 71-86  Aziz Ali Haerulloh1 , Etty Saringendyanti2 , Ayu Septiani3   Persebaran Industri Batik di Bandung, Cirebon, dan  Tasikmalaya 1967-1998

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun