Weny  Windya Hapsary, CEO dan Co-Founder Imah Batik Bandung boleh dibilang inisiator, inovator sekaligus motivator ketika mendirikan Griya Batik Bandung  pada 2015  bersama rekannya Farid Husin.  Kerajinan batik yang kemudian berubah nama menjadi Imah Batik Bandung berbasis di kawasan Lembang ini bukan saja memproduksi batik secara homemade tetapi juga menjadikannya sebagi pemberdayaan dan destinasi eduwisata. Â
Perempuan yang karib disapa Indy ini dan rekannya bahkan berlatar belakang dunia medis. Â Indy adalah lulusan kebidanan Universitas Padjadjaran dan rekannya kedokteran, tetapi keduanya merupakan penggemar dan kolektor wastra nusantara. Â Hingga suatu ketika terbesit di pikiran mereka untuk mempunyai sebuah toko batik.
Untuk menjalankan bisnis ini terlebih dahulu Indy  berkeliling Indonesia untuk belajar batik dari sentra batik di Solo dan Surakarta hingga ke NTB.  "Saya belajar dari maestro, sesepuh hingga legenda Indonesia," ujar Indy ketika saya hubungi 27 Mei 2024.
Agar bisa mendapatkan karakter dan ciri khas sendiri Indy dan timnya mengembangkan teknik ciri khas Imah Batik. Pertama mereka menggunakan teknik besutan, batik asli Indonesia diproduksi pakai malam (lilin panas), jadi masih melestarikan teknik pembuatan Batik secara tradisional.  Hanya saja jika  batik tulisan daerah lain umumnya menggunakan canting, maka perajin di Imah batik menggunakan kuas dan besutan. Lilin panas menggunakan kuas.
Perajin di Imah Batik menghasilkan motif lebih abstrak, modern dan kontemporer dengan ikon Bandung dan Lembang, seperti cerita Sangkuriang, Patrakomala, Jalak Harupat, Boscha, Stroberi dan sebagainya.
"Kami melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar. Kami memberdayakan anak muda, mendatangkan ahli batikdan  Kami latih jadi artisan dan produsen batik," imbuh Indy.
Lanjut dia, Imah Batik  melakukan CSR untuk perempuan di dua RW, di kawasan lembang, tempat kerajinan ini berbasis.  Sekitar 20 ibu rumah tangga yang kehilangan dampak dari Covid-19 dilatih batik tulis, lengkap dengan alat-alatnya.  Imah Batik memberikan keterampilan membatik untuk bisa membatik di rumah  sambil menunggu anak sekolah dan suami pulang membatik. Lalu hasilnya  dijual ke galeri kami.
Untuk eduwisata, Indy mengatakan membidik seluruh elemen, mulai dari  anak sekolah hingga purnakerja.  Mereka datang untuk berlatih mendapatkan workshop.  Banyak wisatawan lokal belajar. Begitu juga dengan wisatawan mancanegara, dari Korsel, Amerika Serikat, Jepang dan Australia.
Sejak 2015  pengunjung  eduwisata mencapai puluhan ribu dalam dan luar negeri belajar membatik. Imah Batik diperkuat sepuluh tenaga kerja tetap dan lepas 20 orang.  Upaya keras Indy dan timnya mendapat respon berbagai pihak dengan terlibat di berbagai pameran di luar negeri, mulai dari  Singapura, Malaysia, Jepang hingga India.