Perda KBU ternyata tidak mampu membendung kerusakan hutan yang berfungsi untuk mencegah erosi. Â Chay menilai ahli fungsi bangunan di Punclut adalah salah satu contohnnya.Â
Namun Gunawan Azhari bukan hanya bicara, dia juga menjadi pelopor pelestarian lingkungan.  Petani kopi ini menggagas Ecovillage yang di antaranya berhasil membuat warga tidak lagi membuang limbah kotoran sapi ke sungai, tetapi  membuatnya menjadi pupuk kompos  dengan menggunakan cacing.  Nah, pupuk kompos ini digunakan untuk tanaman sayuran.
Desa Sutenjaya juga memanfaatkan air hujan  yang ditampung dengan tandon berkapasitas 5.000 liter untuk menyiram tanaman. Cara ini bisa mengurangi ketergantungan terhadap air tanah hingga mengurangi erosi.
Sementara Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwank dalam keterangan tertulisnya pada 16 April 2024 mengungkapkan selama satu dekade  KBU  telah mengalamai degradasi 10 hingga 20 hektar per tahun karena alih fungsi.  Iwank menilai pemerintah hanya memperhatikan sudut pendapatan dari pembangunan komersial, mulai dari properti, hotel, jasa wisata, usaha outbound, offroad, hingga privatisasi air.
Kerusakan lahan hijau bahkan diikuti oleh banyaknya sampah yang dibuang ke sungai imbas pengembang kawasan komersial dan wisata ini.  Padahal Kawasan Bandung Utara menjaga hajat hidup warga Kota Bandung.  Kerusakan ekologi  di  Kawasan Bandung Utara sudah demikian parah menjadi penyebab bencana di Bandung Raya, longsor maupun banjir.  Iwank juga mengingatkan bahwa sebagian KBU termasuk zona rawan bencana: sesar Lembang.
Asep Sumaryana,  staf pengajar Administrasi Publik Universitas Padjadjaran dalam tulisannya  "KBU Mengancam"  Pikiran Rakyat 28 Maret 2018 mengungkapkan  dari sekitar 40 ribu hekar lahan KBU  seluas 64,5% berada di Kabupaten Bandung Barat, 23,5% berada di Kabupaten Bandung.
Para pemilik lahan yang mempunyai kekuatan ekonomi bahkan kekuasaan  ingin membangun tempat asri dengan pemandangan indah di bawah.  Asep menyebut hingga tahun itu terdapat bangunan sekitar 503.702 unit di KBU  bisa jadi terkait  penyebab berkurangnya jumlah mata air, semula 368 menjadi 142. Bahkan sebagian mata air mulai diberdayakan untuk bisnis air isu ulang. Regulasi yang ada seperti  Pergub 30/2008 dan Perda KBU tidak terlalu diindahkan.
"Menyelamatkan KBU penting dan genting agar setiap orang semakin tertib membuat pemukiman hingga alam diberikan ruang untuk melindungi manusianya," ujar Asep dalam tulisannya.
Kawasan Bandung Barat sendiri tak luput dari petaka.  Salah satu contoh,  yang teranyar ialah pada Maret 2023 banjir bandang melanda Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.  Petaka  ini  menurut BNPB menyebabkan tujuh orang meninggal tiga hilang dan hampir seratur rumah rusak ringan hingga berat.   Sumber: Cakrawala
Gunung dan hutan yang harusnya menjadi benteng ekologis di KBU kini mulai keropos. Â Mudah-mudahan belum terlambat untuk mencegahnya. (Bagian Kedua dari Dua Tulisan).
Irvan Sjafari