Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Renungan untuk KBU: Benteng Ekologi yang Mulai Keropos

14 Mei 2024   06:58 Diperbarui: 14 Mei 2024   07:14 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu ketika saya masih anak-anak era 1970-an ketika berlibur ke Kota Bandung udaranya masih terasa dingin hingga saya malas mandi sebelum pukul sembilan pagi. Kalau harus mandi sebelum jam itu, biasanya  memakai air panas yang dimasak bibik di rumah Kakak Ibu di kawasan Cicendo.  Air ledeng seingat saya masih mengalir kencang hingga debetnya mulai berkurang pada dekade 1990-an.  Udara dingin masih terasa, namun setelah 2000,  tidak lagi terasa.

Di utara Cicendo, di kawasan Cipaku Indah, Setiabudi, Bandung, salah seorang sahabat saya, aktivis lingkungan lokal, Rhyma Permatasari  menyampaikan ketika dia masih kecil  kucuran  air mencapai  50 liter per detik, namun pada 2023 kucuran  hanya 19 liter per detik. Ketika perempuan kelahiran 1994 ini masih duduk di bangku SD semua sawah sudah habis.

Padahal sewaktu ibunya masih muda masih banyak sawah di kanan dan kiri dan air di atas masih jernih, hingga bisa diminum langsung.  Begitu juga dengan air terjun.   Namun  kini tercemar sampah.  Dia dan teman-temannya dari komunitas Cinta Alam Indonesia berupaya melindungi sekitar 30 mata air yang masih tersisa.   Baca: Koridor: 

Saya sendiri melihat Kawasan Bandung Utara (KBU) pada 1970-an  yang asri sudah sesak dengan bangunan terutama setelah 1990-an.  Bangunan menjulang tinggi bermunculan.   Kalau pergi ke Lembang dulu rasanya tidak terlalu lama, namun setelah 1990-an siap-siap menghadapi kemacetan terutama pada sore hari. Apalagi musim libur.

 

Lebih jauh lagi di Kampung Sutenjaya, Gunawan Azhari, 44 tahun masih bersyukur bahwa daerah tempat tinggalnya masih asri. Namun mata air yang tersisa hanya tinggal lima persen.  Tanaman di sekitar Sasakbereum, banyak yang berubah menjadi tanaman sayur yang bukan tanaman korservasi.   

Yang lebih menyedihkan lagi pohon eucalyptus yang ditanam  di kawasan ini banyak yang ditebang. Untungnya yang di pinggir jalan masih berdiri sebabagi sabuk hijau. Namun sepuluh meter dari jalan di Kaki  Bukit Tunggul in banyak pohon yang hilang.

"Di sini Hulu Sungai Cikapundung, kami tahu bahwa kerusakan di daerah ini bakal berdampak di daerah hilir, yaitu Kota Bandung," ujar Gunawan ketika dihubungi saya, 13 Mei 2024.

Faktanya , yang paling anyar seperti dikutip dari laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 11 Januari 2024 terjadi banjir bandang yang merendam 11 rumah di kawasan Braga akibat meluap Sungai Cikapundung.     Hal ini juga dibenarkan pakar hidrologi dari  Universitas Padjadjaran Chay Asdak  bahwa kerusakan di KBU menjadi bom waktu   Sumber: Detik  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun