Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mungkinkah Cara Isi Ulang Jadi Solusi Sampah Saset?

2 Mei 2024   17:27 Diperbarui: 2 Mei 2024   17:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa konsumen suka saset? Murah, mudah didapat, praktis dan aman Ada kadaluarsanya kok. Ingin mencuci? Beli di warung rokok satu saset deterjen plus satu set pewangi Rp3.000 sudah bisa digunakan untuk seember cucian. 

Ingin ngopi? Rp3.000 sudah dapat kopi sasetan diseduh oleh tukang rokoknya, apa saja mulai kopi hitam (plus gula), susu jahe, cappuccino hingga kopi miks seperti saya. Belum lagi camilan.  Produk sasetan itu tahan lama.

Sejak kapan produk praktis ini menjerat konsumen. Saya minta komentar kakek paman saya dari almarhum ayah, Rosman Kasim yang menyebut waktu kecil di Padang, era 1950-an belum ada produk sasetan bahkan juga kantong plastik kresek. 

Semua makanan dibungkus dengan daun pisang, daun kelapa, daun jagung.  Untuk mencuci dan mandi menggunakan sabun Batangan.  Saya sendiri ingat tahun 1970-an masih ada sabun Batangan dibungkus kertas.  Belum ada sabun deterjen.  Ibu saya juga cerita, roti dibungkus kertas bukan plastik sebelum toko-toko ritel bermunculan.

Akhirnya muncul satu solusi yang menarik, mengapa tidak menggunakan cara isi ulang. Misalnya konsumen bahwa wadahnya untuk mendapatkan sabun cuci deterjen. 

Di beberapa kota di Indonesia seperti Bandung dan Kediri sudah ada toko isi ulang (refill) untuk sejumlah produk yang setidaknya menawarkan upaya.  Seandainya titiknya lebih banyak dan produsen besar terlibat mengubah produknya dengan menyediakan refill bisa jadi sampah saset berkurang.  Seandainya lebih banyak perusahaan yang terlibat mungkin lebih berkurang lagi.

Namun Fictor Ferdinand  peneliti Perkumpulan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) menyampaikan   usaha refill juga tidak mungkin "membantu" perusahaan untuk mengembangkan sistem refill nya, karena dua hal:

Pertama, pengemasan ulang produk itu sebenarnya dilarang. ada peraturan dari BPOM nya. dan kalaupun boleh, pasti ada mekanisme izin dari perusahaan.

Kedua, harga produk dalam saset sebetulnya lebih mahal dibandingkan dengan produk kemasan besar. meskipun tidak untuk semua produk.

"Perbedaan harganya juga cukup kecil  antara Rp1-3 per ml, jadi tidak terlalu terasa.   Tapi bagi usaha refill, ini artinya membuka refill untuk produk produk tersebut  lama-lama rugi," ucap Fictor ketika saya hubungi 1 Mei 2024.

Inisiatif ini mesti datang dari produsen dulu, karena dua hal:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun