Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mungkinkah Cara Isi Ulang Jadi Solusi Sampah Saset?

2 Mei 2024   17:27 Diperbarui: 2 Mei 2024   17:29 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengumpulan sampah saset oleh Komunitas CAI 27 April 2024-Foto; Dokumentasi Komunitas CAI

Menjadi pencandu kopi sejak 2000, membuat saya pertama kali mengenal yang namanya produk saset.  Saset yang berisi kopi miks (campuran kopi instan, krim, gula) menjadi solusi  mudah  bagi saya  harus minum kopi 5-6 kali sehari agar bisa "mood" kerja: tinggal buka sasetnya tuangkan ke cangkir lalu seduh dengan air panas dispenser.

Kalau menggunakan kopi bubuk, harus  ke dapur kantor, ukur kebutuhan gula, baru pakai air atau ke warung dan kebetulan saya tidak terlalu suka kopi bubuk hitam.

Hingga sekarang saya masih peminum kopi miks saset.  Sekalipun saya menyadari sejak dua tahun lalu menggeluti penulisan bidang lingkungan hidup bahwa sampah saset lebih berbahaya dari sampah kantong plastik sekali pakai. 

Kawan-kawan saya sudah khawatir akan kecanduan kopi miks itu (sayangnya, kebanyakan bukan mengkritik sampah sasetnya), karena ada efek kesehatan kemungkinan diabetes hingga kopi yang digunakan itu adalah ampas mengapa tidak kopi giling.

"Lalu mengapa Anda kecanduan rokok? Bukankah itu lebih berbahaya bagi kesehatan dan riset tentang dampak rokok termasuk kematian tinggi dan saya tidak menemukan angka kematian karena kecanduan kopi miks," kilah saya.

"Masalah tidak ada solusi untuk masalah seperti Anda dari pihak produsen," kata seorang aktivis lingkungan yang pernah saya tanya soal kecanduan ini.  Harusnya produsen yang memberikan solusi bukannya konsumen dan masyarakat.

Situs Plasticdiet mengungkapkan sampah kemasan saset menjadi lebih seriud dan berbahaya bagi lingkungan karena sulit didaur ulang dibandingkan botol plastik atau kantong plastik sekali pakai pun.  Kemasan saset cenderung berlapis hingga sulit terurai.   Sumber: Plasticdiet   

Yang saya tahu botol plastik laku oleh pemulung dan kantong plastik sekali pakai bisa jadi kerajinan.  Sasetan bekas kopi dan deterjen pernah dibuat jas hujan oleh sebuah SMA di Jakarta.  Namun bisa menyelesaikan masalah? Tidak.

Laporan Greenpeace pada  2020  "Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution Solutions", mengungkapkan  855 miliar saset terjual di pasar global.   Separuh di antaranya ada Asia Tenggara.

Sejumlah komunitas di berbagai kota di Indonesia berupaya mengurangi sampah plastik dan saset ini yang banyak berada di sungai, seperti yang dilakukan Komunitas Cinta Alam Indonesia (CAI)  di Sungai Cipaganti pada 27 April 2024 lalu.

Mengapa konsumen suka saset? Murah, mudah didapat, praktis dan aman Ada kadaluarsanya kok. Ingin mencuci? Beli di warung rokok satu saset deterjen plus satu set pewangi Rp3.000 sudah bisa digunakan untuk seember cucian. 

Ingin ngopi? Rp3.000 sudah dapat kopi sasetan diseduh oleh tukang rokoknya, apa saja mulai kopi hitam (plus gula), susu jahe, cappuccino hingga kopi miks seperti saya. Belum lagi camilan.  Produk sasetan itu tahan lama.

Sejak kapan produk praktis ini menjerat konsumen. Saya minta komentar kakek paman saya dari almarhum ayah, Rosman Kasim yang menyebut waktu kecil di Padang, era 1950-an belum ada produk sasetan bahkan juga kantong plastik kresek. 

Semua makanan dibungkus dengan daun pisang, daun kelapa, daun jagung.  Untuk mencuci dan mandi menggunakan sabun Batangan.  Saya sendiri ingat tahun 1970-an masih ada sabun Batangan dibungkus kertas.  Belum ada sabun deterjen.  Ibu saya juga cerita, roti dibungkus kertas bukan plastik sebelum toko-toko ritel bermunculan.

Akhirnya muncul satu solusi yang menarik, mengapa tidak menggunakan cara isi ulang. Misalnya konsumen bahwa wadahnya untuk mendapatkan sabun cuci deterjen. 

Di beberapa kota di Indonesia seperti Bandung dan Kediri sudah ada toko isi ulang (refill) untuk sejumlah produk yang setidaknya menawarkan upaya.  Seandainya titiknya lebih banyak dan produsen besar terlibat mengubah produknya dengan menyediakan refill bisa jadi sampah saset berkurang.  Seandainya lebih banyak perusahaan yang terlibat mungkin lebih berkurang lagi.

Namun Fictor Ferdinand  peneliti Perkumpulan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) menyampaikan   usaha refill juga tidak mungkin "membantu" perusahaan untuk mengembangkan sistem refill nya, karena dua hal:

Pertama, pengemasan ulang produk itu sebenarnya dilarang. ada peraturan dari BPOM nya. dan kalaupun boleh, pasti ada mekanisme izin dari perusahaan.

Kedua, harga produk dalam saset sebetulnya lebih mahal dibandingkan dengan produk kemasan besar. meskipun tidak untuk semua produk.

"Perbedaan harganya juga cukup kecil  antara Rp1-3 per ml, jadi tidak terlalu terasa.   Tapi bagi usaha refill, ini artinya membuka refill untuk produk produk tersebut  lama-lama rugi," ucap Fictor ketika saya hubungi 1 Mei 2024.

Inisiatif ini mesti datang dari produsen dulu, karena dua hal:

Pertama, dia yang paling tahu produknya seperti apa dan bagaimana sistem reuse refill yang perlu dikembangkan tanpa mengganggu kualitas produk

Kedua, produsen yang punya kapasitas finansial dan RnD untuk melakukan itu semua.

Jadi dalam hal ini  perlu ada revolusi dari perusahaan dalam hal packaging, harus mau berubah dari saset ke guna ulang. Jangan merasa 'eman' dengan investasi yang digelontorkan untuk packaging saset.

Fictor meminta perusahaan yang berpihak pada lingkungan. Jadi memang solusi untuk polusi ini adalah menghentikan packacing saset itu sendiri.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun