Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Butterfly Effect, In The Shadow of The Moon, Paradigma Perjalanan Waktu

27 April 2024   20:21 Diperbarui: 28 April 2024   18:31 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terjadi jika saya mempunyai kemampuan melakukan perjalanan waktu untuk mengubah sepotong peristiwa di masa lalu untuk mengubah suatu peristiwa di masa sekarang yang tidak menyenangkan?  Apakah yang mendapatkan apa yang saya  inginkan misalnya menaklukan seorang perempuan yang saya cintai, tetapi kompensasinya saya kehilangan hal yang lain? 

Mengubah hal yang kecil tetapi berdampak besar, demikian yang dimaksud  efek sayap kupu-kupu, teori dari ahli matematika dan metereologi Amerika Serikat bernama Edward Lorenz. Suatu perubahan kecil di suatu tempat, tetapi di tempat lain yang berjauhan menimbulkan badai.

Evan tokoh dalam film "Butterfly Effect" (rilis 2004) mempunyai kemampuan itu dengan cara membaca kembali buku hariannya.  Dia berhasil mengubah segalanya pada masa sekarang. 

Memang  evan, berhasil menyelamatkan kekasihnya Kelly, sekaligus tetangganya. Namun akibatnya dia masuk penjara.  Lalu dia ingin menyelamatkan tetangganya dari bom, malah dia lumpuh. 

Kemudian dia ingin tidak lumpuh, dia berhasil, tetapi kompensasinya Evan malah masuk rumah sakit jiwa. Begitu berulang-ulang mengubah waktu dan akhirnya Evan bisa mendapatkan skenario yang terbaik, yaitu merelakan tidak mendapatkan Kelly.

 

"Butterfly Effect" adalah salah satu film  favorit saya yang jadi semacam referensi wajib, terutama film-film yang terkait dengan perjalanan waktu.

Saya suka plotnya dan tidak mau tahu siapa sutradaranya, bagi saya yang penting makna yang bisa diambil dalam film itu memberikan paradigma dalam hidup.

Plotnya enam tahun lalu + tujuh tahun kemudian + delapan tahun kemudian  menjadi titik-titik  cerita sebab dan akibat. Penggarapan film ini brillian.

Endingnya menghibur, sekalipun saya lebih suka pada skenario Evan ada di rumah sakit jiwa dengan pikiran-pikiran tentang jurnal yang dianggap penyebab kegilaa dan mengarang-ngarang peristiwa yang tidak pernah ada.  Setiap perubahan diakhiri dengan bangun dari mimpi.

Bagaimana kalau saya penah merasa mengalami suatu kejadian dan baru ingat setelah sekarang (dj vu). Jangan-jangan ada yang melakukan perjalanan waktu yang berefek pada saya? Bagaimana kalau mimpi buruk adalah peristiwa yang tidak kita inginkan dan sebetulnya sudah diubah?

"Butterfly Effect" membuka cakrawala berpikir jangan-jangan seperti yang dikatakan Dee (Dewi Lestari) dalam Supernova tentang desain besar dan ada kekuatan maha besar menentukan plotnya.  Berapa persen porsi nasib ditentukan upaya  manusia itu sendiri dan berapa persen takdir?

Saya ingat film lain tentang perjalanan waktu yang diangkat dari novel karya penulis fiksi ilmiah H.G Wells "Time Machine". Kekasih tokoh utamanya mati. Lalu dia melakukan perjlanan waktu untuk menyelamatkan kekasihnya. Tetapi kekasih utamanya tetap mati karena kalau dia berhasil menyelamatkan hidup kekasihnya, maka tokoh utamanya tidak akan menemukan mesin waktu.  

Jadi yang bisa digeser ialah bagaimana peristiwa kematiannya? Ditikam penjahat atau tertabrak  kereta? Yang berubah ada penjahat yang dihukum pada suatu kejadian, namun ketika kekasih tertabrak kereta tidak ada yang dihukum, namun kekasihnya tetap meninggal.

Ada pikiran nakal saya, bagaimana kalau  mengubah sejarah. Bagaimana kalau saya bisa kembali ke tahun 1600 an membujuk Wijayakrama menghancurkan VOC sebelum mereka kuat, apakah efeknya ke depan sejarah berubah: tidak ada Republik Indonesia, yang ada negara Banten, Negara Mataram dan seterusnya?  Atau ada bagian nusantara yang diduduki Inggris.

Ada juga film serial televisi "Quantum Leap", yang pesannya lebih bijak misalnya hanya mengubah nasib dan bukan mengubah hal yang menagkibatkan reaksi berantai. Misalnya pada suatu episode yang tadinya ada tokoh yang diselusupi karakter utama tidak lulus SMA dibuat lulus dan masuk perguruan tinggi. Jadi hanya membetulkan peristiwa yang menyimpang. 

Selain "Butterfly Efect", film  tentang perjalanan waktu lain yang saya sukai ialah "In The Shaddow of The Moon" (2009): gagasan utamanya mengubah time line harusnya urutannya A menjadi B. 

Harusnya Amerika Serikat kiamat karena perang saudara di masa depan tetapi berkat  tokoh utamanya Rya melakukan pembunuhan terhadap sejumlah radikalis kanan Amerika pada 1988, 1997, 2006 dan 2015 maka Amerika Serikat menjadi damai. 

Hanya saja tokoh utama lainnya Maddox, seorang polisi pada tahun-tahun itu hanya paham: itu kriminal. Dia heran kok bisa pelaku kejahatan yang tewas terlindas kereta api pada 1988, hidup lagi pada 1997? Muncul lagi pada 2006.  Umurnya masih sama.

Padahal dia yang mengirim cucunya ke masa lalu di masa depan untuk menyelamatkan Amerika.

Film Korea "Grid" mengikuti logika yang sama menyelamatkan masa depan dengan melakukan aksi yang dinilai kriminal pada masa lalu.  Kedua film juga jadi favorit saya. 

Bisakah sejarah diubah? "12 Monkeys" (1996) karya Terry Gilliam juga film wajib bagi saya mengatakan tidak. Bahkan perjalanan waktu yang dilakukan tokoh sejarah menjadi bagian dari sejarah itu sendiri memberikan kontribusi memicu kiamat, seperti film inspirasinya  "La Jetee", film pendek Prancis 1960-an.

Paradigma lain soal perjalanan waktu jika timeline diubah maka akan terkait dengan dunia pararel, artinya peristiwa yang diubah menciptakan dunia baru dan dunia yang diubah tetap akan berlangsung.

Dalam dunia pararel lain bisa jadi Indonesia adalah negara super power dan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa menjadi negara-negara terkebalakang?  Atau bisa jadi AS tidak ada, yang ada negara Indian.

Dalam dunia pararel lain bisa jadi kulit putih tidak menjadi  superioritas dan orang kulit hitam dan ras Mongolid justru menjadi penjajah bangsa kulit putih. 

Bagi saya perjalanan waktu menjadi tema fiksi ilmiah sekaligus fantasi yang tidak habis-habisannya selain interaksi apa yang disebut alien dengan manusia, hingga tema kiamat.   Namun membuat film fiksi ilmiah sama susahnya dengan film sejarah karena butuh detail dan pengetahuan yang cukup.

Irvan Sjafari  

Sebagian tulisan ini  diambil dari catatan harian saya 16 Mei 2004 dan belum dipublikasikan

Sumber Foto:  https://screenrant.com/youve-never-noticed-butterfly-effect/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun