Kalau saya menduga peraturan terbaru Mendikbudristek No. 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah yang tidak mewajibkan ekskul pramuka terkait dengan  kebijakan Kurikulum Merdeka.
Mungkin Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim ingin memberikan kebebasan bagi para siswa untuk memilih organisasi ekstrakurikulernya. Â Pramuka adalah salah satu ekskul yang harus ada di sekolah, tetapi siswa tidak harus masuk Pramuka.
Kalau ini dimaksudkan Nadiem Makarim, saya pribadi setuju karena bukan hanya Pramuka, tetapi juga Palang Merah Remaja (PMR) dan Pencinta Alam memberikan pendidikan karakter yang membentuk kepribadian dan perkembangan mereka.
Pendidikan karakter dapat membantu siswa untuk memahami dan menginternalisasi nilai moral seperti kejujuran, empati, rasa hormat dan tanggung jawab.
Jadi kalau menurut saya  ada tiga pilihan wajib, siswa bisa memilih salah satu di antara tiga ekskul ini, yaitu Pramuka, PMR atau Pencinta Alam.
Perspektif Sejarah
Saya setuju  organisasi ekstra kurikuler seperti Pramuka memang pas untuk menanamkan nasionalisme. Dalam sejarahnya kepanduan punya peranan besar sejak masa pergerakan hingga menjadi Pramuka pada 1961. Hal ini pernah saya tulis dalam: Baca: Catatan dan Masukan untuk Ekstrakurikuler PramukaÂ
Dua pelopor organisasi kepanduan yang  berakar masyarakat Indonesia ialah pertama Mangkunegara VII dari Surakarta yang memelopori pembentukan Jaavanse Padvinders Organisatie (JPO).
Kedua, pendiri Muhammadyah, K.H. Achmad Dahlan, mendirikan Padvinders Muhammadyah di Yogyakarta. Pada  1920, Padvinders Muhammadyah diubah namanya menjadi Hizbul Wathon.