Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peneliti Vermont: Pengundulan Hutan Picu Perluasan Malaria

2 Maret 2024   12:07 Diperbarui: 2 Maret 2024   14:27 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nyamuk Anopheles-https://www.scientistsagainstmalaria.net/vector/anopheles-dirus

Perubahan Iklim Memperluas Jangkauan Malaria. Dulu  Nyamuk Anopheles  Kini Bisa Bersarang di Daratan Tinggi. Akibat deforestasi

Tim peneliti Universitas Vermont menyampaikan hutan merupakan perlindungan alami terhadap penularan penyakit, di antaranya terhadap Malaria.  Penyakit ini membunuh sekira 600 ribu orang  di seluruh dunia per tahun.  Dua pertiga di antara korban adalah anak di bawah usia lima tahun di Afrika Sub-Sahara.

Dalam studinya yang diterbitkan di jurnal GeoHealth, para peneliti menunjukkan menghubungkan penggundulan hutan  meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk anopheles ini.

Penulis utama studi itu Tafesse Estifanos,  menuturkan kebijakan kesehatan masyarakat dapat berjalan dengan baik selaras dengan mempertimbangkan pelestarian lingkungan.

"Kebijakan itu bukan merusak lahan dan membuatnya cocok untuk berkembang biak nyamuk," kata mantan mahasiswa pascadoktoral di UVM's,  Institut Lingkungan Gund seperti dikutip dari situs Universitas Vermont. 

Estifanos berkolaborasi dengan anggota fakultas UVM untuk menganalisis prevalensi malaria di enam negara Afrika sub-Sahara.  Kawasan ini  merupakan daerah endemik penyakit ini, termasuk Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Guinea, Mozambik, Rwanda, dan Togo.

Tim tersebut menghubungkan data survei demografi dan kesehatan lebih dari 11.500 anak dengan peta jangkauan nyamuk dan perubahan penggunaan lahan untuk menentukan bagaimana kekayaan, suhu, curah hujan, dan tutupan hutan mempengaruhi tingkat infeksi.

Mereka menggunakan model efek campuran multi-level untuk menguji potensi hubungan dan menemukan bahwa individu yang paling terkena dampak adalah mereka yang paling tidak mampu menanggungnya.

"Kita menghadapi kesenjangan sosio-ekonomi yang sangat besar antar rumah tangga," jelas Estifanos.

Orang Kaya Juga Kena

Data menunjukkan bahwa dampak deforestasi terhadap prevalensi malaria paling besar terjadi di masyarakat kurang mampu dan di mana spesies nyamuk tertentu mendominasi.

Malaria paling banyak terjadi pada rumah tangga termiskin (40,4%) dan paling sedikit terjadi pada rumah tangga terkaya (6,2%).

Penduduk rumah tangga miskin ditentukan menggunakan ukuran gabungan standar hidup rumah tangga. Standar ini  seperti kepemilikan rumah, karakteristik tempat tinggal, jenis sumber air minum, fasilitas toilet, pendidikan, pekerjaan, dan karakteristik pendapatan yang diperoleh dari Demografi Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan Survei Kesehatan.

Mereka tinggal di  kelompok yang paling mungkin tinggal di pinggiran lanskap yang terganggu sehingga menghasilkan kondisi perkembangbiakan nyamuk yang menguntungkan.

Makalah ini melanjutkan penelitian UVM selama satu dekade yang meneliti hubungan antara kesehatan manusia dan kondisi lingkungan menggunakan database global besar yang dibuat oleh para peneliti Gund menggunakan data USAID dari puluhan negara berkembang.

Estifanos Tmempelajari bagaimana infeksi malaria dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan. Dia melangkah lebih jauh dengan mengeksplorasi bagaimana berbagai spesies nyamuk mempengaruhi penularan penyakit.

Sementara Direktur Gund Taylor Ricketts mengungkapkan dengan menanyakan di mana dan untuk siapa, Tafesse mampu menunjukkan bahwa penggundulan hutan tidak berdampak sama terhadap kesehatan semua orang.

Mereka yang berada di komunitas miskin, dan mereka yang mempunyai vektor nyamuk tertentu yang dominan, lebih rentan.

Hal ini membantu kami menargetkan intervensi agar memberikan manfaat maksimal bagi anak-anak yang paling rentan.

Intervensi seperti melestarikan hutan. Investigasi Gund sebelumnya menunjukkan bahwa masyarakat yang lebih miskin dan lebih banyak tinggal di pedesaan sering kali merupakan pihak yang paling terkena dampak degradasi ekosistem.

Mereka menderita dampak kesehatan seperti stunting, malnutrisi, dan penyakit diare.

"Melestarikan hutan dan alam lainnya tidak hanya baik bagi kesehatan anak-anak, namun juga memberikan manfaat terbesar bagi anak-anak yang paling rentan," kata Ricketts.

Manusia mengubah lanskap di mana pun kita tinggal.  Mereka memelihara ternak dan tanaman. Mereka  menebang dan meratakan hutan dan ladang untuk jalan, pertanian, bisnis, dan perumahan.

Perubahan ini tidak hanya mengubah ekosistem tetapi juga berdampak pada manusia yang tinggal dekat dengan spesies hewan dan penyakit yang ditularkannya, seperti nyamuk.

Hal ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, di mana 94 persen kasus malaria di seluruh dunia terjadi bersamaan dengan perubahan penggunaan lahan yang signifikan.

"Nyamuk berkembang biak dulu di perairan rawa,  kini  ditemukan di genangan air, ember, botol, ban mobil, bahkan jejak kaki ternak setelah hujan," jelas Estifanos.

Hutan dapat memperlambat penularan malaria dengan mendinginkan suhu dan mengurangi potensi genangan air, sehingga mengurangi waktu dan jumlah tempat nyamuk dapat berkembang biak. Jika menyangkut malaria, jenis nyamuklah yang menentukan.

Lanjut Estifanos  nyamuk non-vektor, dan  nyamuk jahat, yang merupakan vektor parasit malaria pada manusia. Vektor dan penghisap darah manusialah yang menyebabkan masalah ini.

Vektor malaria yang paling efisien ditemukan di Afrika Sub-Sahara dan ada tiga vektor yang dominan: Anopheles gambiae, Anopheles arabiensis, dan Anopheles funestus."

Dua dari spesies ini, Anopheles gambiae dan Anopheles funestus, bersifat sangat antropofilik---artinya mereka lebih suka memakan tepung darah manusia.

Tipe ketiga, Anopheles arabiensis, memakan hewan ternak tetapi akan menggunakan makanan darah manusia jika hewan tersebut tidak ada.

Studi UVM menggunakan data spasial dari Malaria Atlas Project untuk menentukan apakah biologi vektor dan penggundulan hutan mempengaruhi prevalensi malaria di seluruh lanskap.

Ketika tim peneliti memilah data berdasarkan spesies nyamuk, mereka menemukan bahwa penggundulan hutan meningkatkan prevalensi malaria di wilayah di mana kedua spesies antropofilik tersebut dominan.  Namun para penliti tidak menemukannya di wilayah di mana Anopheles arabiensis berkembang biak.

Temuan ini juga memperkuat hubungan antara penggundulan hutan dan malaria yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya dan menggarisbawahi kompleksitas faktor yang mempengaruhi penularan penyakit, termasuk spesies nyamuk dan lingkungan yang terganggu.

Perbaikan Ekosistem Bermanfaat Bagi Masyarakat Miskin 

Rekan penulis studi Brendan Fisher, seorang guru besar Sekolah Lingkungan dan Sumber Daya Alam Rubenstein di UVM  memandang temuan ini menambah bukti bahwa ekosistem yang berfungsi dengan baik memberikan manfaat bagi manusia, khususnya masyarakat termiskin.

Manfaat hutan sering kali diungkapkan dalam istilah ekonomi atau sebagai manfaat bagi kesehatan mental kita di media barat dan akademis. Studi ini menunjukkan manfaat hutan dalam mengurangi risiko penyakit menular yang mematikan.

"Kita berbicara tentang hutan, yang mampu melakukan tugasnya sendiri, yang berpotensi membendung ribuan kematian setiap tahunnya," kata Fisher.

Hutan memberikan banyak manfaat bagi manusia seperti mendaur ulang air, menyimpan karbon, dan bahkan meredakan kecemasan.

Namun para peneliti membangun basis bukti yang menunjukkan bahwa kehidupan anak-anak bergantung langsung pada ekosistem hutan yang berfungsi dengan baik.

Mereka menunjukkan konservasi, setidaknya sebagai langkah berikutnya, tampaknya memberikan manfaat bagi mereka yang paling tidak mampu membeli tindakan kesehatan alternatif.  Konservasi jalan keluar bagi mereka yang tidak bisa mengaksesvaksin, kelambu, air yang disaring, perjalanan ke rumah sakit , obat antimalaria.

"Semua hal tersebut menguntungkan kelompok masyarakat tertentu, sedangkan hutan tidak terlalu peduli dengan kekayaan Anda," cetus Fisher.

Perubahan iklim menimbulkan tantangan tambahan karena kenaikan suhu mendorong reproduksi nyamuk. Studi UVM menemukan bahwa peningkatan suhu sangat terkait dengan prevalensi malaria di seluruh wilayah dan proyeksi iklim di Afrika Sub-Sahara dapat memperburuk masalah ini.

Sebelumnya hanya ada beberapa daerah dataran tinggi yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk atau malaria. Tetapi saat ini, menurut peneliti penggundulan hutan dan perubahan iklim, suhu meningkat dan menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk.

Hal ini berarti malaria menjadi masalah umum baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah.  Perubahan iklim bukanlah isu local, melainkan isu global.

Sekali lagi yang kena getahnya adalah generasi penerus, anak-anak.

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun