Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebun Binatang Bandung 1930-1980-an, Catatan Awal

22 Februari 2024   19:33 Diperbarui: 22 Februari 2024   19:35 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kebun binatang Bandung sekarang Foto: Bandung.go.id

Salah satu kebun binatang yang paling tertua di Indonesia adalah Kebun Binatang Bandung. Kebun binatang yang luasnya 14 hektar ini unik karena terletak di Kawasan Tamansari, di pusat kota, pemukiman elite dan kampus ITB.  

 Aneta dan De Sumatra Post edisi 6 Januari 1933 menyebutkan pendirian Taman Zoologi ini secara definitif pada Desember 1932 di Huygensweg nama Taman Sari waktu itu.  Kehadiran kebun binatang pada waktu itu seperti mendukung ruang terbuka hijau sekaligus tempat rekreasi untuk warga Bandung, terutama orang Eropa yang banyak bermukim di kota itu.  

 Namun situs Kota Bandung menuturkan sejarah pendirian jauh sebelum itu. pada  1900, Bupati R.A.A. Martanegara mendirikan Kebun Binatang di Cimindi. Sementara itu, sejumlah pecinta satwa mendirikan Kebun binatang di Bukit Dago. Sejarah mencatat, 1 April 1906 Bandung menjadi gemeente (kotapraja) yang dipimpi seorang walikota (Burgermaster). 

Bandung kemudian berkembang menjadi kota yang punya potensi besar untuk pariwisata. Pada  1920 berdiri Bandoeng Vooruit (Bandung Maju) yakni perkumpulan swasta yang menjadi partner pemerintah dalam menata gemeente khusus di bidang pariwisata, yang terdiri dari orang-orang Belanda. 

Selanjutnya pada 1933, atas prakarsa Bandoeng Vooruit ini  kedua kebun binatang yang didirikan di Cimindi dan Bukit Dago diintegrasikan  dengan pindah ke wilayah bagian selatan Taman Botanik (Jubileumpark). 

 Pada Februari 1933 berdiri asosiasi 'Bandoeng Zoological Park'   dengan pengurus dipimpin Hoetjer (ketua); Houbolt (sekr.) Kruyt (penn.), dr.v.d. Akker dan Dr. Jacobson (anggota).  Sementara Poldervaart ditunjuk sebagai penasihat teknis. 

 Lima orang pertama membentuk dewan eksekutif, sementara dewan tersebut juga terdiri dari Biezeveld, Buenen, Bosch, Van 't Hoogerhuis, Hoogland, Leibholz, Lim, Vander Pijl, Dr. Poerbosoedibio, Toxopeus de De Weerd  seperti dikutip dari De Locomotief 5 Februari 1933.

 Pendirian ini disahkan  Gubernur Jendral Hindia Belanda pada 12 april 1933 dengan nama Bandoengsche Zoologisch Park dengan pimpinan Hogland. Kepala bank Bank Dennis secara ekonomi sangat kuat untuk menjadi penyandang  dana dalam mengelola taman hewan tersebut. 

Pendirian Bandoengsche Zoologisch Park, tertulis pada Kandang Gajah yang dibangun pada tahun yang sama oleh kontraktor Thio Tjoan Tek yang berkantor di Ost Eindeweg (Jl. Sundakini ). 

Setahun kemudian kebun binatang ini menjadi tempat rekreasi popular bagi warga Bandung dan sekaligus mereka yang berkunjung.  Mooi Bandoeng edisi 10 April  Tiket masuk untuk orang Eropa 25 sen Gulden dan orang Oosterlingen (Timur Asing, maksudnya orang Cina dan Arab) 15 sen Gulden dan pribumi 10 sen gulden.  Sementara bagi anak-anak sekolah dikenakan tarif tiap 30 anak sebesar 1 Gulden.

 Pada Juli 1934 dalam pertemuan pengurus dengan Wali Kota Bandung JM Wesselink direncanakan pembangunan"surga monyet" hingga restoran dengan pinjaman dari komunitas Bandoeng Vooruit sebesar 1.500 gulden.  Namun "Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie"  31 Juli 1934 menyebutkan  baru akan dipertimbangkan kembali segera setelah anggota dewan, Dr. Jacobson, dari Eropa, telah kembali.

 Surat kabar itu mengarakan  eskpansi  kebun binatang dengan membeli  hak kepemilikan penduduk asli atas sebidang tanah yang berdekatan.Tidak terlalu jelas berapa luasnya. 

 Neraca pada akhir Desember 1934 menurut Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie  30 Maret 1935menunjukkan total saldo 2,418.61, akun laba rugi total 12,887.56, dan kontribusi yang diterima sebesar 4,276 pada tahun lalu. 

Kebun Binatang Bandung 1930-an /kumeokmemehdipacok.blogspot.com
Kebun Binatang Bandung 1930-an /kumeokmemehdipacok.blogspot.com

Jumlah pengunjungnya  sekitar  80.000 dalam setahun terakhir. Berdasarkan anggaran dasar, dua pertiga dari jumlah anggota dewan harus mengundurkan diri, namun mereka semua yang mencalonkan diri untuk dipilih kembali, dipilih kembali secara bersama-sama.

 De Locomotief 20 Januari 1936 menyebutka empat ekor harimau raja lahir di Taman Zoologi Bandung dan terlebih lagi, mereka masih hidu. Seringkali, hewan muda dibunuh di penangkaran oleh induknya.  Harian itu mengatakan induk dan anak-anaknya dalam kondisi cantik. Hewan mudanya sudah sebesar kucing rumahan yang setengah dewasa.

 Pada 1942, Jepang mendarat dan melakukan pendudukan, banyak orang Belanda (termasuk Hoogland) ditahan pihak Jepang, dan berada di tempat penampungan inteniran. Saat kemerdekaan dicapai bangsa ini pada 17 Agustus 1945, kelompok interniran (termasuk Hogland) Kembali ke negaranya (Belanda).

Kebun Binatang diurus oleh sekelompok kaum pribumi, satu di antaranya R. Ema Bratakoesoema, dalam kondisi keterbatasan biaya tentunya.   Saat chaos, jangankan memikirkan binatang, manusiapun dalam kondisi darurat pangan, sandang dan papan.

Rentang waktu 1945-1950. Satwa penghuni Kebun Binatang semakin tidak terurus dan memprihatinkan. Karena Indonesia saat itu dalam keadaan mempertahankan kemerdekaan dan menghadapi Agresi Militer I dan II dari pihak Belanda.

1950-an hingga 1960-an

Tulisan di situs Komunitas Aleut menyebutkan pada 1950,  Kebun Binatang  Bandung hanya memiliki 101 spesies hewan. Keseluruhannya waktu itu masih dalam keadaan baik.

 Beberapa kasus kematian hewan, ternyata diakibatkan ketidakdisiplinan pengunjung yang menawarkan rokok untuk dihisap beberapa hewan sebagai bahan bercandaan, atau sengaja meludahi hewan yang secara tidak langsung menularkan virus TBC.

 Pada Agustus 1953 Kebun Binatang Bandung memperluas pelayanan kepada wisatawan menawarkan jasa foto, mulai pemandanan hingga hewan. Preanger Bode  edisi 31 Juli 1953 menyebutkan bahwa jasa itu dilakukan oleh sebuah foto studio di Jalan dalem Kaum nomor 80. 

 Pikiran Rakjat edisi  23 April 1954  mengungkapkan Kebun Binatang di Taman Sari, kota Bandung disebutkan diperluas. Pihak Pemerintah Kota Besar Bandung melihat binatang seperti harimau dan singa hidup dalam karangkeng yang sempit.

 Kebun binatang  menghasilkan pajak sebesar Rp160.000 pada 1953.  Jumlah pengunjung pada 1949 yaitu 222.3777  orang meningkat menjadi 687.930  pengunjung pada 1953.

 Pada  akhir 1955 menurut Preanger Bode 25 November 1955 ada pertunjukkan musik keroncong dari Irama Murni digelar dalam areal kebun binatang untuk menambah daya tarik orang untuk berkunjung. 

 Pada 1956, Hogland Kembali ke Bandung, dan melihat bahwa Taman Hewan sudah tampak seperti hutan, dengan tumbuhan liar, serta sedikit hewan yang bisa diselamatkan. Saat itu, terdapat kesepakatan dengan R. Ema Bratakoesoema, yakni :

1. Pembubaran Taman Hewan (Bandoengsche Zoologisch Park).

2. Melikuidasi sisa kekayaan Taman Hewan.

3. Mendirikan Badan Hukum yang dinamai Yayasan Margasatwa Tamansari (Bandoeng Zoolical Garden), dengan Hogland sebagai Ketua Yayasan dan di dalamnya ada beberapa orang Belanda yang dulu terlibat di Bandoengsche Zoologisch Park.

Pada akhir 1957, Hogland bersama rekannya yang lain Kembali ke Belanda, Sehingga Yayasan tersebut dipimpin oleh R. Ema Bratakoesoema.  Berapa ermasalahan mulai muncul. Pikiran Rakjat Sabtu 11 Januari 1969 menuturkan adanya kurang pemeliharaan. Uang masuk Rp25 ribu hingga Rp30 ribu pada akhir pekan  tetapi hari biasa Rp600-Rp2.000

 Jumlah penghuni 127  ekor binatang. Ada ada Gajah Merry yang gemar  minum teh manis, 

Untuk memberi makan sejumlah penghuni menurut Pikiran Rakjat edisi itu  setiap  hari dibutuhkan 25 kilogram  daging sapi, 50 kilogram ubi, 30 sisir pisang,  10 kilogran pepapaya 35 ikat kangkung, 30 wortel, puluhan biji jagung muda, serta 10 kilogram dedak, 

Pikiran Rakjat  21 Januari 1969 memuat  Surat Pembaca, Dian Jalan Oto Iskandar Di Nata Bandung  yang menyebutkan kebobrokan karena keadaan keuangan dan kurang adanya keahlian serta kedisipinan daripada petugasnya.  Mengusulkan

1. Pelajar SD diwajibkan membayar Rp1, Sekolah Menengah Rp2 dan mahasiswa Rp4 per bulan dengan imbalan bisa setiap hari masuk kebun binatang

2. Setiap turis luar negeri menyumbang dana penyayang binatang  5 dolar untuk anak-anak dan orang dewasa 10 dolar dengan tanda bukti bis masuk gratis ke kebun binatang seluruh Indonesia

3. Mempopulerkan penyayang binatang

4. Perlu adanya Badan Pengawas  untuk segenap binatang mengetuk hati dokter, polisi, pramuka

5. Kursus untuk petugas kebun binatang

Pada masa itu Ema Bratakoesoema memimpin Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) dan sekaligus kebun binatangnya hingga wafat pada 1984.

Sayangnya Ema  tidak mempunyai cukup dana untuk membangun kembali Kebun Binatang Bandung yang keadaannya sudah porak poranda. Sementara keadaan ekonomi dan perbankan nasional  pada 1950-an hingga 1960-an  juga belum berkembang. Sumber : Elib. Unikom.  

Padahal disadari betul bahwa untuk membangun kembali kandang-kandang dan menambah satwa-satwa koleksi memerlukan dana yang tidak sedikit. Disamping itu, sudah barang tentu diperlukan pula tenaga-tenaga karyawan yang kecakapannya sesuai.

Sedangkan pada waktu itu, pengangkatan karyawan tidak didasarkan pada keahlian atau kemampuan 6 pengurusan satwa, melainkan didasarkan pada kesediaan dan kesanggupan.

Mereka  merawat satwa, antara lain membangun kandang-kandang, dan membersihkan lahan kebun binatang yang seperti hutan liar.

1980-an Rekreasi Murah Meriah 

Pada 1980-an Kebun Binatang Bandung menjadi tempat rekreasi murah meriah. Menurut seorang warga Bandung Priambudi Anggoro ketika dia masih anak-anak dan remaja. Pengunjungnya jauh lebih banyak.  

 "Dulu banyak pedagang asongan gelar tikar hingga pengunjung bisa makan lesehan, selain tukang foto keliling," ujar alumni ITB ini ketika dihubungi lewat WA 22 Februari 2024.

Mantan pengurus kebun binatang Bandung Dynna Ahmad membenarkan bahwa pada era itu jumlah pengunjung lebih banyak, serta sudah ada pedagang asongan dan foto keliling.  Namun sepuluh tahun sebelumnya sewaktu duduk di bangku SD belum ada pedagang asongan dan foto keliling.

"Waktu saya duduk di bangku SD setiap kenaikan kelas ada kunjungan ke Kebun Binatang," tutur Dynna Ketika saya hubungi lewat WA, 22 Februari 2024.

Mantan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil Pria mengaku punya kenangan indah terhadap kebun binatang ini.  Alumni Arsektur ITB ini  kerap diajak orang tuanya untuk sekedar makan bersama dengan alas selembar tikar sambil menikmati kesejukan hutan Kebun Binatang Bandung. 

 "Sama keluarga juga waktu kecil sama Mak Cik pernah di sana ngabotram (makan bersama), dan tidak berubah dari dulu sampai sekarang saya jadi wali kota gitu-gitu saja. Gajah paling sering saya kunjungi, karena hewan paling aneh dan paling besar," ucap Emil seperti dikutip dari Kompas

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun