Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Berpacu Selamatkan Mangrove

18 Februari 2024   15:29 Diperbarui: 18 Februari 2024   15:43 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komunitas Green Welfare Menanam Mangrove-Foto: Dok  Green Welfare untuk Irvan Sjafari/Koridor.

Benteng terakhir dari ancaman emisi karbon setelah laju deforestasi semakin sulit dihentikan adalah hutan mangrove yang disebut juga sebagai hutan bakau atau rawa garaman dan padang lamun. Keduanya merupakan ekosistem karbon biru.

Mangrove merupakan suatu tempat yang bergerak akibat adanya pembentukan tanah lumpur dan daratan secara terus menerus oleh tumbuhan sehingga secara perlahan-lahan berubah menjadi semidaratan. Rawa garam ini adalah  hulu antara tanah dan air laut atau air payau terbuka.

Hutan bakau ini juga punya fungsi lain sebagai pelindung pesisir dari ancaman abrasi dan juga menjadi habitat sejumlah spesies.

Hanya saja timbul pertanyaan apakah rawa-rawa pesisir itu dapat mengimbangi laju kenaikan permukaan laut

Sebuah studi baru dari Universitas Tulane yang diterbitkan di Nature Communications mencoba menjawab pertanyaan itu  dengan membuat  gambaran sekilas tentang kemungkinan dampak perubahan iklim terhadap lahan basah pesisir dalam 50 tahun atau lebih di masa depan.

Para ilmuwan biasanya terpaksa mengandalkan model komputer untuk memproyeksikan dampak jangka panjang dari naiknya permukaan air laut. Namun keadaan yang tidak terduga memungkinkan dilakukannya eksperimen nyata di sepanjang Gulf Coast.

Kawasan yang diamati ini sangat luas mencakup hampir 400 lokasi pemantauan didirikan di sepanjang pantai Louisiana setelah badai Katrina dan Rita.

Kenaikan Terjadi hingga 2070

Laju kenaikan permukaan laut di kawasan ini melonjak hingga lebih dari 10 milimeter (hampir setengah inci) per tahun, sekira tiga kali lipat rata-rata global.

Hal ini menyebabkan wilayah tersebut mengalami kenaikan air laut yang tidak diperkirakan terjadi hingga sekitar 2070.

Profesor Geologi Vokes di Departemen Ilmu Bumi dan Lingkungan Tulane Torbjrn Trnqvist mengatakan kenaikan yang semakin cepat ini menciptakan peluang unik untuk menentukan apakah rawa-rawa dapat bertahan dari laju banjir di pesisir pantai.

"Ini adalah impian setiap peneliti lapangan yang melakukan eksperimen. Pada dasarnya kita dapat melakukan perjalanan 50 tahun ke depan untuk mengintip apa yang ada di dalamnya," kata Torbjrn Trnqvist seperti dilansir situs Universitas Tulane, 15 Februari 2024. 

Para peneliti menggunakan teknik baru yang dikembangkan oleh para ilmuwan Eropa untuk mengukur kenaikan permukaan laut langsung di lepas pantai dengan data satelit, sesuatu yang sebelumnya tidak tersedia.

Tim kemudian membandingkan laju kenaikan permukaan air di setiap lokasi pemantauan dengan laju perubahan ketinggian lahan basah yang ditentukan oleh instrumen lain dan menemukan bahwa hampir 90% lokasi mengalami defisit.

Guandong Li, kandidat PhD di bidang Bumi. dan Ilmu Lingkungan di Tulane yang memimpin penelitian ini menyampaikan eksperimen dampak iklim  mertama kali dilakukan di wilayah yang luas ini, berdasarkan ratusan stasiun pemantauan yang telah mengumpulkan data selama sekitar 15 tahun.

"Hal ini juga memungkinkan kami untuk mempelajari dampak iklim pada lanskap yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, dibandingkan pada ekosistem alami yang lebih tangguh," ucap Li.

Li sedang menyelidiki peran penurunan permukaan tanah di pesisir Louisiana ketika sebuah tim yang dipimpin oleh Snke Dangendorf, Profesor David dan Jane Flowerree di Departemen Sains dan Teknik Pesisir Sungai Tulane, menunjukkan tingkat kenaikan permukaan laut yang belum pernah terjadi sebelumnya di sepanjang Teluk dan Tenggara pesisir AS  2010.

Jika skenario iklim saat ini terus berlanjut, laju kenaikan permukaan air laut pada 2070 diperkirakan akan mencapai sekitar 7 milimeter (sekitar seperempat inci) per tahun.

Defisit Lahan Basah

Studi tersebut memproyeksikan bahwa sekitar 75% lahan basah akan mengalami defisit pada saat itu, sehingga berpotensi mengakibatkan tingkat hilangnya lahan basah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang telah terjadi pada abad yang lalu.

Namun, para peneliti menekankan bahwa ada harapan untuk hasil yang lebih baik jika tindakan segera diambil.

"Dengan memenuhi target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris dan mengurangi emisi karbon, kita bisa beralih ke arah iklim yang lebih berkelanjutan yang akan mengurangi laju hilangnya lahan basah," pungkas Li.

Penelitian lainnya yang dirilis 2023 lalu mencemaskan hilangnya kawasan rawa garam California yang tersisa. Perubahan iklim, dengan mencairnya gletser dan pemanasan air laut, mengancam hilangnya keberadaan rawa-rawa pesisir yang tersisa.  Lebih dari 90% rawa pesisir Kalifornia lenyap dalam satu abad terakhir

Tim meneliti kemudian menjalankan proyek perintis menawarkan peluang baru keberadaan mangrove.  Di dekat Teluk Monterey di dalam Elkhorn Slough Reserve, sebuah proyek restorasi sedang berlangsung.

Proyek ini  mungkin menunjukkan kepada dunia bagaimana melindungi dan membuat rawa-rawa garam lebih tahan terhadap naiknya air laut.

National Oceanic and Atmospheric Administration. Mereka adalah anggota penting dari tim di balik proyek ini.

Multi Manfaat Mangrove

Ilmuwan Monique Fountain adalah direktur Program Tidal Wetland di Elkhorn Slough.  Dia didampingi ahli biologi evolusi Dr. Kerstin Wasson menjalankan Wasson Research Lab di Universitas California, Santa Cruz.

"Apa yang kami lakukan di sini di Hester Marsh adalah membangun rawa masa depan," seru Wasson kepada CBS News  12 Oktober 2023 

Mereka mengakui hutan mangrove memberikan banyak manfaat yang luar biasa: menyaring limpasan air dan polutan dari air.

Hutan bakau mencegah erosi pantai, menstabilkan tanah, melindungi ribuan spesies dan melindungi kota-kota dari banjir saat gelombang badai.

Mereka juga menyediakan apa yang dikenal sebagai karbon biru karena mereka menangkap dan menyerap karbon di atmosfer.

"Rawa ini akan bertahan lebih lama dibandingkan sebagian besar rawa lain di sistem kita," sambung  Fountain. Jika musnah maka petaka yang lebih besar menanti manusia dan banyak spesies lain.

Membangun Mangrove

Mereka mengatakan kepada CBS News Bay Area bahwa rawa-rawa yang tersisa di Elkhorn Slough berada pada dataran rendah dan seiring naiknya permukaan laut, rawa-rawa tersebut akan tenggelam.

"Kami telah membangunnya di tempat yang sangat tinggi, di garis pasang surut dan itu berarti pulau ini akan memiliki ketahanan untuk masa depan dan siap menghadapi kenaikan permukaan laut yang cukup besar," kata Wasson.

Sejauh ini, menurut Fountain, proyek tersebut telah memindahkan 460,00 meter kubik tanah. Sebagian besar kotoran berasal dari lereng bukit di dekatnya.

Kotoran ini lalu diambil dan dipindahkan oleh armada truk karavan ke lokasi restorasi tempat kotoran tersebut dibuang. Traktor kemudian mengambil tanah dan menyebarkannya sehingga membangun rawa.

Fountain mencatat bagaimana proyek tersebut telah berubah menjadi laboratorium hidup. "Saat tanah dipindahkan, kita bisa belajar banyak tentang bagaimana rawa berkembang," jelas Fountain.

Proyek ini juga melibatkan penanaman kembali dataran tinggi, dengan ribuan tanaman yang tumbuh di rawa asin, termasuk rumput asin.

Lebih dari 60 ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu termasuk ahli hidrologi, ahli biologi, dan ahli geologi terlibat.

Selain itu, 15 lembaga berbeda yang memiliki yurisdiksi atas Elkhorn Slough membawa perspektif dan keahlian mereka, termasuk federal, negara bagian, regional dan lokal. Mereka semua membantu memandu proyek berdasarkan ilmu pengetahuan terbaik yang tersedia.

Penelitian lain  dari Marine Biological Laboratory menemukan bahwa lebih dari 90 persen rawa garam di seluruh dunia akan tenggelam akhir abad ini dipicu kenaikan pemrukaan laut.  Rawa garam adalah ekosistem wilayha pesisir  hulu antara tanah dan air laut atau air payau terbuka.

Bagaimana dengan Indonesia yang mempunyai mangrove dengan luas 3,36 Juta hektar.  Direktur perencanaan restorasi lahan gambut dan rehabilitasi mangrove di Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Indonesia Noviar mengungkapkan  hutan mangrove Indonesia menghadapi berbagai ancaman, termasuk penebangan liar, perubahan fungsi karena budidaya, perkebunan, tuntutan infrastruktur, dan reklamasi pantai.

Sementara Ilmuwan utama Center for International Forestry Research-World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) Daniel Murdiyarso menuturkan setidaknya 28 negara telah memasukkan karbon biru dari lahan basah pesisir ke dalam rencana mitigasi mereka.

Sementara sekitar 59 negara telah menambahkan ekosistem pesisir ke dalam strategi adaptasi NDC mereka.

"Hanya saja mangrove  berhasil direstorasi, jika masyarakat masih miskin dan belum ada perubahan perilaku, restorasi bukanlah indikator kesuksesan," ujar Murdiyarso kepada Forest News, 21 Juni 2023. 

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun