Menarik sih kalau partai ini ada, tetapi dengan aturan parlemen threshold 4%, lebih baik minoritas agama ini memberikan suara pada partai-partai plural, toh partai berbasis massa Islam pun seperti PAN dan PKB juga menjalankan kebijakan yang inklusi.
Kalau sih melihat paling-paling perda syariah yang kerap jadi polemik hanya ada di daerah tertentu dan tidak akan berlaku secara nasional. Anggap saja menghormati kearifan lokal. Â
Bagaimana dengan berbasis suku seperti etnis Tionghoa, itu lebih tidak efektif, karena Indonesia bukan Malaysia.  Jumlah dan sebarannya tidak terlalu signifikan.  Saya pernah baca wawancara dengan salah seorang politisi etnis Tionghoa dari sebuah partai berbasis massa Islam yang mengatakan lebih baik seorang etnis Tionghia  masuk ke parpol yang inklusi dan berkiprah di sana untuk memperjuangkan aspirasinya. Toh politisi etnis Tionghoa yang beragama non muslim terbukti lolos di dapil yang juga mayoritasnya muslim.
Lagipula kan masalahnya kesenjangan ekonomi, selama tidak ada keadilan ekonomi, ya masalah ras akan terus mencuat. Â Hal inilah yang harus diperhatikan oleh mereka yang masuk parlemen baik tingkat nasional maupun daerah. Â Para wakil rakyat ini benar-benar harus memperjuangkan konstituennya. Â Mereka juga harus merakyat, seperti kata lagu Iwan Fals.
Jadi selamat pada 8 atau 9 partai yang masuk, kiprah Anda semua ditunggu. Mudah-mudahan Anda benar-benar memperjuangkan konstituen dan hidup merakyat.Â
Irvan Sjafari
Sumber Lain
Dodi Faedlulloh, "Kegagalan Gerakan Buruh dan Partai Buruh dalam Era Reformasi" dalam   Politica Vol.10 No.2 November 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H