Penelitian baru ini  menyoroti produk makanan dan minuman yang terkait dengan zat per dan polifluoroalkil, atau PFAS, dan menyarankan solusi potensial untuk melindungi masyarakat.
Tim peneliti menelusuri bahan kimia tersebut hingga ke hewan ternak, air minum, dan kemasan makanan, namun hanya sedikit yang diketahui mengenai tingkat kontaminasi tersebut.
Mereka mengungkap rincian penting tentang hubungan antara PFAS dan pola makan.
Para peneliti mempelajari dua kelompok multietnis dewasa muda, satu kelompok sampel yang mewakili secara nasional dan satu lagi terutama Hispanik.
Mereka menemukan bahwa konsumsi teh, daging olahan, dan makanan yang disiapkan di luar rumah lebih banyak dikaitkan dengan peningkatan kadar PFAS dalam tubuh seiring berjalannya waktu.
Hasilnya, yang baru saja dipublikasikan di jurnal Environment International, juga menunjukkan pentingnya pengujian dan pemantauan berbagai produk makanan dan minuman terhadap kontaminasi PFAS.
Hailey Hampson, seorang mahasiswa doktoral di Divisi Kesehatan Lingkungan Keck School of Medicine dan penulis utama studi tersebut mengungkapkan  timnya menemukan makanan yang secara metabolik cukup sehat pun dapat terkontaminasi PFAS.
"Temuan ini menyoroti perlunya melihat apa yang dimaksud dengan makanan 'sehat' dengan cara yang berbeda," ujar Hampson dalam situs Keck School of  Medicine Â
Para peneliti mempelajari dua kelompok peserta: 123 orang dewasa muda dari Southern California Children's Health Study (CHS), yang sebagian besar adalah keturunan Hispanik.
Serta 604 orang dewasa muda dari National Health and Nutrition Examination Study (NHANES), yang merupakan sampel yang mewakili secara nasional.
Setiap peserta menjawab serangkaian pertanyaan tentang pola makan mereka, termasuk seberapa sering mereka mengonsumsi berbagai makanan, seperti daging olahan, sayuran hijau tua, dan roti) dan minuman (termasuk minuman olahraga, teh, dan susu.