Bangkok, Jakarta dan Bandung
Di Bangkok, begitu banyak sumur pribadi yang dibor untuk keperluan rumah tangga, industri atau komersial antara 1980 dan 2000 sehingga pemompaan air tanah meningkat dua kali lipat dan permukaan air tanah turun.
Para pejabat menanggapinya dengan menaikkan biaya pengambilan air tanah sebanyak empat kali lipat antara 2000 dan 2006. Total pemompaan air tanah menurun, dan tingkat air mulai pulih ketika pengguna menemukan sumber air lain.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menyebut, laju penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta mencapai 0,04 hingga 6,30 centimeter (cm) per tahun. Angka penurunan muka tanah di ibu kota tersebut diperoleh dari hasil pengukuran selama periode 2015 sampai 2022. Sumber: Liputan6Â Â
Tren penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta tersebut terus mengalami perbaikan dibandingkan tahun 1997 hingga 2005. Pada periode tersebut, Wafid mencatat laju penurunan tanah di ibukota mencapai 1 sampai 10 cm per tahun hingga 15 sampai 20 cm per tahun.
Fenomena yang sama juga terjadi di Bandung. Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi Rita Susilawati mengatakan, penurunan muka air tanah dengan kondisi rawan itu disebabkan pengambilan air yang terlalu berlebihan.
Seperti dikutip dari Kompas, Rita mengungkapkan, berdasarkan Peta Konservasi Air Tanah Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung--Soreang yang disusun Badan Geologi pada 2010, di daerah Cileunyi dan sekitarnya terdapat penurunan muka air tanah tertekan (air tanah dalam atau artesis) hingga sekitar 60 meter di bawah muka tanah setempat.
Staf pengajar Hidrogeologi (air tanah) ITB Bandung Dasapta Erwin Irawan menduga bahwa industri pariwisata salah satu faktor dapat menyebabkan penurunan permukaan tanah. Namun yang lebih penting pemodelan-permodelan air tanah yang sudah dilakukan terkendala jumlah data yang terbatas.
Menjelang  2000-an sudah banyak yang menyebut adanya penurunan muka air tanah. Khususnya di era awal otonomi daerah.
"Setiap kabupaten atau kota giat memetakan wilayahnya untuk mengetahui potensinya," kata Dasapra Erwin kepada KoridorÂ
Bisa disimpulkan perubahan iklim memang memberi dampak pada penurunan air tanah, tetapi pemakaian air tidak terkendali dan keserakahan manusia  menjadi pemicunya.  Alam membalasnya dengan merosotnya air tanah. Bukankah alam hakim yang paling adil?