Carbon Capture Storage (CCS) atau penangkapan dan penyimpanan karbon mewarnai wacana poltiik karena dilontarkan ketika  Cawapres Gibran Rakabuming  menanyakan soal regulasi CCS kepada Cawapres lainnya Mahfud MD dala Debat Cawapres, 22 Desember 2023 lalu.
Beberapa pihak menilai teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon menjadi salah satu solusi untuk mencegah 90 persen karbon dioksida agar tidak mencapai atmosfer.
Persoalannya apakah iya, CCS merupakan solusi yang paling efesien dan efektif? Pasalnya beberap pakar mengingatkan teknologi menjadi lebih mahal dan membutuhkan banyak energi untuk dapat menangkap emisi karbon tambahan.
Dengan demikian jika industri dan pemerintah memutuskan untuk tidak hanya berinvestasi pada CCS dalam skala besar namun juga membayar ekstra untuk memaksimalkan potensinya.
Insinyur Riset Senior di MIT Energy Initiative Howard Herzob mengungkapkan proyek CCS telah menggunakan efisiensi 90 persen sebagai target dasar selama beberapa dekade.
Tujuannya membuat  sebuah sistem  yang perlu menghilangkan setidaknya jumlah CO2 agar bernilai investasi untuk membangun dan memasangnya.
Itu juga Kalau  90 persen adalah tujuan yang dapat dicapai.
"Tiga puluh tahun yang lalu, masyarakat masih belajar tentang iklim dan berapa banyak CO2 yang kita butuhkan untuk dihasilkan. Jadi menghilangkan 90 persen CO2 dari pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan hal yang cukup baik," kata Herzog.
Namun, lanjutnya  untuk mencapai target iklim yang ambisius dengan teknologi ini memerlukan lompatan maju dalam efisiensi CCS.
Gas buang dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang tidak diolah dapat mengandung CO2 sekira 300 kali lebih banyak daripada atmosfer bumi.
Itu berarti menangkap 90 persen CO2 masih menyisakan banyak CO2.
Bahkan jika CCS dapat menghilangkan 99 persen CO2 dari gas buang pembangkit listrik tenaga batu bara, konsentrasi CO2 yang tersisa masih sama atau lebih tinggi dari atmosfer.
Ada berbagai cara untuk menangkap karbon dioksida dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara atau pabrik pembuat semen.
Dalam proses yang paling umum, gas buang didinginkan dan dipompa ke dalam ruangan yang berisi "scrubber" kimia yang mengikat molekul CO2.
Knalpot bebas karbon kemudian dilepaskan ke udara sementara karbon yang ditangkap dipekatkan dan disimpan.
"Untuk menangkap sisa CO2 setelah suatu sistem melewati efisiensi 90 persen adalah masalah teknis dan ekonomi yang setara," kata Herzog.
Semakin dekat sistem CCS mencapai efisiensi 100 persen, semakin sulit dan mahal biayanya untuk menangkap karbon dioksida tambahan.
Dari sudut pandang teknik, lebih mudah untuk menangkap karbon dari gas dengan konsentrasi CO2 yang lebih tinggi karena lebih banyak molekul karbon dioksida yang mengalir melewati scrubber. Untuk mendapatkan lebih banyak CO2 setelah sebagian besar CO2 habis, diperlukan peralatan yang lebih besar, lebih banyak waktu, lebih banyak energi, dan investasi lebih besar.
Meskipun hanya ada beberapa lusin proyek CCS di dunia, beberapa di antaranya telah melampaui efisiensi 95 persen.
Herzog mengatakan teknologi ini bisa saja mampu menangkap 98 atau 99 persen CO2 di pembangkit listrik. Namun, untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangkit listrik harus membayar lebih banyak untuk setiap molekul CO2 tambahan yang mereka tangkap.
Itu berarti mereka memerlukan insentif keuangan yang lebih kuat untuk mengurangi emisi karbon mereka.
Greenpeace: Penangkapan Karbon Penipuan
Kritik Keras  datang dari penulis Greenpeace Rex Weyler yang mencurigai bahwa Penangkapan dan Penyimpanan Karbon hanya sebuah penipuan dari kalangan korporasi.
Weyler menuding perusahaan-perusahaan minyak menyembunyikan pengetahuan mereka mengenai pemanasan global selama berpuluh-puluh tahun.
Korporasi  perminyakan mempunyai rencana untuk mengubah krisis ekologi menjadi pusat keuntungan.
Industri ini menyusun rencana untuk menipu uang negara dengan berpura-pura mengatasi masalah iklim sambil menggunakan subsidi untuk meningkatkan produksi minyak.
Industri minyak -- Shell, Chevron, dan lainnya -- tidak siap untuk benar-benar memperlambat produksi minyak untuk menghentikan pemanasan global.
"Mereka tidak mempunyai niat untuk mencapai nol emisi karbon, mereka menciptakan "net zero." Prinsip "bersih" mengharuskan kita mengurangi sejumlah karbon dari total emisi untuk menciptakan ilusi "nol" emisi," ujar Weyler.
Oleh karena itu, para penggiat pengambil keuntungan minyak bumi melakukan "penangkapan karbon," sebuah penipuan yang telah menghasilkan miliaran dolar dan euro uang negara bagi mereka.
Ahli geologi industri minyak mengetahui pada 1950-an bahwa semua ladang minyak akan habis seiring berjalannya waktu.
Hal itu terjadi karena tekanan dalam formasi batuan menurun dan minyak tidak lagi mengalir.
Mereka mengembangkan teknologi "pemulihan minyak yang ditingkatkan" untuk memperpanjang umur ladang minyak yang sudah habis, melalui fracking dan memompa karbon dioksida (CO2) ke dalam sumur-sumur tua.
Namun, teknologi ini mahal dan mengurangi margin keuntungan yang sangat besar.
Pada 1965, bahkan American Petroleum Institute telah mengantisipasi "konsekuensi bencana" dari emisi karbon dioksida.
"Maka lahirlah Penipuan Penangkapan Karbon Besar!" cetus Weyler.
Orang dalam industri ini secara terbuka mengklaim bahwa mereka dapat menangkap dan menyimpan CO2 yang berbahaya.
"Tentunya dengan menggunakan uang publik, sementara secara diam-diam berencana menggunakan CO2 yang ditangkap tersebut untuk meningkatkan perolehan minyak, yang akan menciptakan lebih banyak emisi karbon," papar Weyler.
Weyler mencontohkan, pada 1948, Chevron menemukan ladang yang menjanjikan di Scurry County, Texas, yang menunjukkan tanda-tanda penipisan pada tahun 1951.
Pada 1972, mereka memulai proyek CCS pertama di dunia, menggunakan limbah karbon dioksida dari ladang gas yang berjarak 400 kilometer, dekat perbatasan Meksiko.
Mereka mengirimkannya ke utara melalui pipa, dan menggunakan gas tersebut untuk memperpanjang umur ladang Scurry mereka.
Setelah menggunakan CO2, mereka membuang gas tersebut, sehingga tidak ada manfaat iklim yang nyata. Namun, teknologi tersebut berhasil menghasilkan lebih banyak minyak.
Chevron: Penangkapan Karbon Solusi Tepat
Namun dalam situsnya Chevron menyatakan keyakinannya  Penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS) merupakan solusi.
CCUS Â adalah proses penangkapan karbon dioksida (CO2), baik untuk mencegahnya memasuki atmosfer atau langsung mengeluarkannya dari atmosfer.
Kemudian menggunakan kembali CO2 yang ditangkap tersebut dalam produk seperti semen atau secara permanen. menyimpan CO2 itu di bawah tanah.
"Kami percaya penerapan CCUS dalam skala besar sangat penting untuk memenuhi tujuan dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca," tulis Chevron.
Chevron mengungkapkan emisi karbon yang ditangkap disimpan di kedalaman minimum 800 meter: Pada kedalaman ini, CO2 terkompresi menjadi cairan "superkritis" yang lebih padat.
Kita dapat menyimpan CO2 berkali-kali lipat lebih banyak dalam jumlah ruang yang sama karena meningkatnya kepadatan.
Kami mencari reservoir yang tebal dengan banyak fragmen granular dan kapasitas aliran yang tinggi, seperti pasir dari pantai kuno yang terkubur.
CO2 mengalir di antara butiran dalam apa yang disebut ruang pori dan terperangkap di sana.
Kami menggunakan batuan penutup kedap air: Penghalang alami ini merupakan rangkaian batuan tebal dengan kapasitas aliran rendah atau tanpa kapasitas aliran yang menutupi bagian atas reservoir.
 "Caprock" ini mencegah CO2 bermigrasi ke atas dan keluar dari batuan reservoir dan membuatnya terperangkap secara permanen jauh di bawah tanah.
Â
Irvan Sjafari
Sumber
Chevron Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H