Bagaimana dengan manusia silver? Ya, dirangkul saja. Â Silahkan ikut meramaikan.
Berapa bangunan bisa jadi homestay atau guest house bagi wisatawan yang kantongnya pas-pasan. Bukankah banyak backpacker mancanegara?
Sudahlah wahai kebijakan pariwisata negeri ini, saya nggak yakin kok  destinasi yang membidik wisatawan premium akan berhasil di semua tempat.  Â
Jangan sampai seperti pepatah mengharapkan burung terbang di langit punai di tangan dilepaskan. S
Lebih baik satu juta wisatawan backpacker datang ke Indonesia, daripada wisatawan premium hanya berapa ratus orang.
Menghidupkan kembali Kota Tua Jakarta berarti meningkatkan rasa kepedulian masyarakat terhadap bangunan era kolonial.
Saya bayangkan datang ke Kota Tua turun dari halte MRT (kalau jadi sampai ke sana) pagi hari,  Transjakarta  atau Stasiun Kota, lalu melangkah ke dalam areal Kota Tua, sarapan dulu di warung kaki lima khas Jakarta, seperti ketoprak, nasi uduk , gado-gado, nasi goreng.
Bagi mereka yang punya uang lebih bisa memilih rumah makan yang menempati bangunan tua.
Kemudian saya mengunjungi sejumlah bangunan kolonial seperti Museum Fatahillah, Museum Wayang, serta Museum Seni Rupa dalam satu putaran. Kalau jam 7.30 buka maka jam 10 pagi selesai.
Dari sana saya menyewa ojek sepeda melintasi Kali Besar sambil membayangkan seperti apa kehidupan masa kolonial dulu, lalu singgah ke Toko Merah, serta mengunjungi perpustakaan terkait Kota Tua Jakarta yang menempati bangunan di sana yang sekaligus juga dijadikan kafe sambil minum kopi.