Beberapa kali saya mengunjungi kota tua Jakarta dan kesannya juga masih sama bahwa bagian kota tua yang dibangun era kolonial, yang hidup hanya yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bagian kota tua yang hidup, hanya seputaran  lapangan di mana terdapat Museum Fatahillah, Museum Wayang,  Gedung Jasindo, Kafe Batavia,  Museum Keramik dan Seni Rupa, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, serta Toko Merah.
Saya tidak terlalu tua apakah berapa bangunan yang dijadikan kafe atau kantor milik swasta di kawasan Kota Tua, tetapi itu juga menyelamatkan warisan budaya peninggalan kolonial.
Sementara sebagian besar bangunan masih terbengkalai dan di beberapa sudut masih terkesan kumuh.
Memang setiap gubernur, termasuk Anies Baswedan cukup memberikan kontribusi perbaikan terhadap wajah kota, tetapi tidak seperti kehidupan kota tua yang saya bayangkan.
Saya sendiri hanya  berani berkunjung ke Kota Tua Jakarta pada siang hari, baik hari libur, weekend, maupun hari kerja, malam harinya masih berpikir takut jadi korban kriminalitas dan tidak ada jaminan untuk tidak kena.
Jalanan juga kerap macet, entah kepentingan apa yang membuat jalur ini sesak oleh kendaraan, itu juga membuat saya malas untuk berkunjung. Â Ruang Terbuka Hijau juga berkurang.
Yang saya bayangkan kalau mau jadikan Kota Tua Jakarta sebagai destinasi wisata ya, areal itu harus steril dari bisnis yang tidak terkait  dengan wilayah itu.
Dalam fantasi saya areal yang dijadikan Kota Tua Jakarta sebagai wisata tidak boleh ada mobil yang masuk.
Mereka yang punya kendaraan bermotor parkir di areal sekeliling dengan pengamanan dan pengaturan ketat.