Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres 2024, Generasi Milenial, Isu Lingkungan

29 Oktober 2023   16:51 Diperbarui: 29 Oktober 2023   16:51 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rhyma Permatasari, 29 tahun,  seorang influencer muda yang bermukim di kawasan Bandung Utara cemas bukan main ketika mengetahui lingkungan sekitar tempat tinggalnya rusak. Yang paling dia khawatirkan ialah mata air akan lenyap tenggelam dalam pembangunan yang kerap mengabaikan lingkungan.

"Saya yakin pada masa depan harga air akan lebih mahal dari emas. Saya khawatir anak saya (saat ini usianya klima tahun usianya,  tidak bisa menikmati air yang bersih," ujar Rhyma kepada saya waktu jadi jurnalis Koridor.

Rhyma seperti halnya banyak anak muda Indonesia menyadari mereka, anak serta cucu mereka yang bakal menuai akibat kerusakan lingkungan hidup. Rhyma tidak sendiri.  Saya menemukan sebuah survei dari Lembaga Indikator Politik Indonesia bersama Yayasan Indonesia Cerah pada 2021  mengenai persepsi para pemilih dari generasi Z dan generasi milenial terhadap isu krisis iklim di Indonesia. Hasilnya, para pemilih pemula dan muda ini semakin peduli akan isu tersebut.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan survei berlangsung dalam rentang waktu 6 hingga 16 September 2021. Responden menjangkau usia 17-35 tahun yang tersebar di seluruh provinsi, baik di pedesaan maupun di perkotaan. 

Kalangan anak muda ini menempatkan lingkungan hidup sebagai salah satu isu yang paling mengkhawatirkan, selain korupsi. Mereka yang mengkhawatirkan lingkungan prosentasenya mencapai 82 persen, sementara yang mengkhawatirkan isu korupsi sebanyak 85 persen.

Urutan permasalahan yang paling dikhawatirkan pada saat  ini  tahun-tahun mendatang terkait iklim dan cuaca adalah cuaca ekstrem (42 persen), penumpukan sampah dan bahan plastik (36 persen), kesehatan (35 persen), penggundulan hutan (33 persen), dan polusi udara (24 persen).

Menurut Burhanuddin, penarikan sampel dalam survei ini menggunakan metode stratified multistage random sampling.  Sementara jumlah sampelnya mencapai 4.020 responden yang terdiri atas 3.216 orang yang berusia 17-26 tahun, dan 804 orang dengan usia 27-35 tahun. Asumsi metode ini memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sebanyak 2,7 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Bagaimana kenyataan di lapangan di kalangan aktivis lingkungan? Saya menemukan bahwa sejumlah aktivis berasal dari kalangan milenial.  Sebut saja nama Switenia Puspa Lestari dari Yayasan Penyelam Lestari, alumni Teknik Lingkungan ITB, kelahiran 1994, Valerie Melissa Kowara. Aktivis Extinction Rebellion Indonesia, juga aktivis Partai Hijau Indonesia kelahiran 1988, Nadine Chandrawinata pendiri Tentara Laut, artis kelahiran 1984 dan masih banyak lagi.

Bagaimana dengan di luar negeri? Generasi milenial kini mencakup 20 persen populasi di Eropa. Mereka kerap disebut sebagai 'Generasi Hijau'. Mereka yang lahir antara tahun 80an dan akhir 90an ini senang berbelanja secara royal untuk pembelian yang lebih ramah lingkungan. Mereka cenderung percaya bahwa manusia mempunyai peran penting dalam mengatasi perubahan iklim. Di Jerman Generasi ini  membuat Partai Hijau Jerman menang 15 persen suara hingga puya bargaining untuk ikut kolasi pemerintahan.

Pertanyaannya apakah ada Partai Politik di Indonesia dan para kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk Pilpres 2024 menyentuh persoalan lingkungan hidup? 

Senior Campaign Strategist Greenpeace International Tata Mustasya pemimpin pengganti Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu menuntaskan sejumlah pekerjaan rumah, khususnya yang berkaitan dengan isu lingkungan dan energi.

Presiden mendatang harus segera melakukan implementasi penghapusan secara bertahap PLTU batu bara dan mempercepat penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti energi surya. Tata menyebut, langkah ini sejalan dengan target untuk mencegah kenaikan suhu di atas 1,5 derajat.

Alumni Fakultas Ekonomi Bisnis UI ini menilai dari tiga nama calon Presiden RI di atas, setidaknya yang visinya sudah cukup jelas mengenai aksi iklim dan transisi energi adalah Anies Baswedan, dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

"Yang masih menjadi pertanyaan besar, apakah dia bisa melepaskan diri dari kepentingan ekonomi-politik batu bara," ujarnya kepada CNBC.  

Studi  yang dilakukan Celios (Center of Economic and Law Studies)  pada Juli 2023  juga menunjukkan, Anies Baswedan menjadi calon presiden yang paling banyak dinilai masyarakat memiliki kepekaan terhadap isu lingkungan diikuti Ganjar Pranowo (23%) dan Prabowo Subianto (14%). 

Dalam konteks sosial media kajian ini berusaha mengamati sekaligus memahami jejaring aktor dan sentimen publik mengenai isu transisi energi. Topik perbincangan mengenai isu transisi energi dan lingkungan menghasilkan setidaknya empat komunitas besar pada platform media sosial Twitter. Seluruh topik tersebut mendominasi masing-masing komunitas berdasarkan aktor sentral, seperti @dianparamita, @ M y t h i c a l f o r e s t , @ P a r t a i S o c m e d , d a n @GreenpaceID.

Temuan hasil studi lainnya menangkap sentimen berita dari masing-masing tokoh tersebut diantaranya, Anies memperoleh sentimen positif sebesar 84%, Ganjar 44%, dan Prabowo 89%. Selanjutnya, sentimen negatif yang diperoleh Anies sebesar 8%, Ganjar 44%, dan Prabowo 11%. 

Studi ini menunjukkan bahwa Anies Baswedan dianggap paling banyak berbicara mengenai isu lingkungan dengan persentase 31%, yang diikuti oleh Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo yang masing-masing memiliki persentase 25% dan 23%.

Visi Lingkungan Anies Jelas, Praktiknya Kerap Dikritik

Bagaimana dengan praktiknya ketika Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta? Ketika gugatan Koalisi Ibu Kota terkait polusi udara dimenangkan Pengadikan Jakarta pusat pada 16 September 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan  memilih tidak akan mengajukan banding.  Dia siap menjalankan putusan pengadilan "demi udara Jakarta yang lebih baik". 

Khalisah Khalid, peneliti lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)  dan salah satu penggugat, menyambut baik komitmen Gubernur DKI.  Namun kemudian Walhi DKI Jakarta mengkritik sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang merespons soal polusi udara di Jakarta dengan menyebut polusi tak kenal batas administrasi. Pada 2021 Walhi mengingatkan Anies soal uji emisi yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta berdasar putusan pengadilan.  

Pada 2020 Walhi mengkritisi langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberikan izin reklamasi di kawasan Ancol. Walhi mempertanyakan urgensi dari pemberian izin reklamasi tersebut. Padahal dalam kampanyenya Anies menolak reklamasi pantai Jakarta.

Namun seperti dikutip dari Kompas  Anies menyatakan, reklamasi itu bertujuan melindungi warga dari banjir. Material urukan itu merupakan hasil kerukan sungai dan waduk di Jakarta. Hal itu berbeda dengan program reklamasi 17 pulau sebelumnya yang disebutkan untuk kepentingan komersial.
Menurut Anies kegiatan ini, perluasan ini bukan dipakai untuk kepentingan eksklusif, sekadar komersial. Manfaat dari lumpur hasil pengerukan itu menjadi lahan yang dipakai sebanyak-banyaknya untuk manfaat masyarakat di Jakarta.

Secara keseluruhan Anies memang menguasai persoalan lingkungan hidup, sekalipun praktiknya kerap mendapat kritikan dari kalangan aktivis lingkungan.  Dia bisa mempertanggungjawabkan kebijakannya bila dinilai tidak konsisten dengan argumentasi juga dan setidaknya tidak lari menghindar.

Latar belakang pendidikan Anies dari Barat kemungkinan membuatnya lebih paham apa yang kini jadi isu global, setelah lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pria kelahiran Kuningan 1969 ini melanjutkan pendidikan Master of Public Management di Universitas Maryland, College Park, Amerika Serikat  pada 1998.

Pada 2004, Anies mengambil studi lanjut Doctor of Philosophy bidang Departemen Ilmu Politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat.

Sebetulnya yang satu sebangun dengan Anies adalah Ridwan Kamil.  Mantan Wali Kota Bandung (2013-2018) dan Gubernur Jawa Barat (2018-2023)  mempunyai visi lingkungan hidup dan dia juga menjadi Komandan Satgas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan (PPK) program Citarum Harum. Saya percaya bahwa program Buruan SAE atau urban farming di Bandung pengembangan gagasan Indonesia Berkebun dari dia sebelum terjun ke politik.

Dalam sebuah  kesempatan  Kang Emil mengatakan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di provinsi yang ia pimpin dalam dua tahun terus menunjukan grafik perbaikan. Pada 2019, IKLH Jabar mencapai 51,64 yang berarti masih dalam kategori kurang baik. Lewat sejumlah inovasi, pada 2020 IKLH Jabar menunjukan perbaikan ke angka 61,59.  

Pada praktiknya ketika menjabat  baik sebagai wali kota maupun gubernur mendapatkan kritik dari para aktivis lingkungan hidup.  Salah satu yang paling disorot ialah  mengatasi  masalah sampah dengan menghadirkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Legok Nangka.  

Walhi Jabar mengingatkan bukan solusi tepat untuk mengatasi masalah sampah. Karena PLTSa melepaskan zat beracun, seperti doxin dan furan yang membahayakan kesehatan sebagai akibat pembakaran. Jadi, alih-alih menjadi solusi, malah menimbulkan masalah baru.    Meskipun demikian alumni dari Desain Kota Universitas Barkeley ini sudah punya konsep lingkungan hidup dan seperti Anies Baswedan, sulit untuk konsisten para praktiknya.

Masih Menjadi Gimmick

Mungkin kegamangan para kandidat Presiden  sejalan denga napa yang dinyatakan Ketua The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) Joni Aswira mengatakan, menjelang penyelenggaraan Pemilu pemberitaan media lebih banyak bicara "gimmick" politik.

Sementara isu dan gagasan politik tidak banyak dibicarakan. Padahal, kata Joni, tahun politik jadi waktu yang tepat untuk menagih janji dan komitmen mereka yang akan menduduki jabatan publik.

"Harapannya, isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi perhatian bersama dan bisa menjadi perbincangan serta agenda yang diusung oleh para kandidat capres, pilkada maupun pileg yang akan bertarung di Pemilu 2024," kata SIEJ Joni Aswira dalam sebuah diskusi di Bandung 27 September 2023. 

Para generasi  milenial menunggu hal tersebut. Namun saya memperkirakan lingkungan hidup  baru akan jadi isu utama pada 2029 seiring dengan terbuktnya kekhaatiran para aktivis bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah ancaman nyata.

Irvan Sjafari

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun