Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tepatkah Impor Beras Jadi Jawaban Ancaman El Nino bagi Pertanian?

18 Oktober 2023   19:39 Diperbarui: 19 Oktober 2023   13:31 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

El Nino diproyeksikan memberikan dampak bagi sektor pertanian berupa penurunan produksi beras hingga Pemerintah merasa perlu melakukan kebijakan impor beras. LSM Bina Desa menyebutkan hal itu tidak tepat, lebih baik membenahi sistem pangan nasional.  

 Pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Indonesia pada 16 Oktober lalu, Indonesia termasuk negara yang menghadapi ancaman  El Nino yang menyebabkan lonjakan suhu  setelah tiga tahun fase La Nina sehingga meningkatkan risiko kekeringan pada lahan pertanian serta kebakaran lahan di Indonesia.

Data Kementerian Pertanian mencatat pada  2018, ketika terjadi Indonesia dilanda El Nino lemah menurut BMKG  luas lahan yang terkena dampak dari gagal panen atau puso sebesar 20.269 hektare di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan penurunan produktivitas panen mencapai 20 persen. 

Dampak El Nino hingga situasi geopolitik global  bagi sektor pertanian dan pangan berupa penurunan produksi dalam negeri menjadikan pemerintah mempunyai dalih  mengambil kebijakan penambahan impor beras 1,5 juta ton.  Jumlah ini  nembahkan penugasan Bulog sebelumnya berupa impor beras 2 juta ton sebagai antisipasi potensi kerawanan pangan menjadi 3,5 juta ton  untuk  cadangan beras pemerintah

(CBP).

PLt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam jumpa pers 16 Oktober 2023  mengakui defisit produksi beras melebar  hingga akhir 2023.  Pihaknya memproyeksi defisit terbesar terjadi pada Desember 2023, yaitu 1,45 juta ton.

Amalia menyampaikan estimasi surplus dan defisit dari produksi beras tersebut tidak termasuk stok maupun suplai beras impor pada periode yang dihitung. Estimasi tersebut merupakan hasil selisih antara produksi domestik dan konsumsi domestik.

"Dengan hanya mempertimbangkan selisih antara perkiraan produksi domestik dan konsumsi ini saja maka akhir tahun produksi beras diperkirakan surplus 0,28 juta ton sepanjang tahun," jelas Amalia.

Apakah impor beras ini menjadi solusi? Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Desa dan Jaringan Pendidik Pertanian Alami (JAPPA) dalam laporannya yang dirilis 16 Oktober 2023 lalu  mengingatkan volume penugasan impor mencapai 3,5 juta ton terbilang sangat besar.

https://binadesa.org/
https://binadesa.org/

Volume Impor Besar, Biaya Besar

Jika jumlah 3,5  juta ton terealisasi hingga akhir desember 2023, makan pemerintahan Jokowi sedang mencetak rekor tertinggi importasi beras sejak periode  awal pemerintahannya, melampaui volume impor pada  2018 sebesar 2,252 juta ton.

Bahkan jumlah ini mengungguli volume impor pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono  pada 2011 sebesar 2,7 juta ton.

Pada sisi  lain kebijakan ini menelan akan biaya besar jika terealisasi.  Dengan acuan harga saat penugasan impor di akhir  Desember 2022 sebesar Rp8.800/kg, maka nilai impor 3,5 juta ton akan membutuhkan total biaya sebesar Rp30,800 triliun.

Bina Desa dan JAPPA juga mengingatkan impor beras ini mengingkari tekad  Presiden Joko Widodo sendiri sejak periode pertama pemerintahannya  untuk memutus ketergantungan pangan dari negara-negara lain.  Pemerintah bertekad  swasembada setidaknya untuk tiga komoditas utama, yakni padi, jagung dan kedelai (Pajale).

Jalan ke arah swasembada pada praktiknya tidak mudah.  Program Upsus (Upaya Khusus) Pajale yang ditarget dapat dicapai dalam rentang tiga tahun di periode awal kepemimpinannya antara 2014-2019 terbukti tidak meninggalkan jejak.  Impor ketiga  komoditas tersebut masih terus berlangsung, bahkan cenderung meningkat hingga sekarang.

Laporan tersebut menyampaikan pada level hulu ragam kebijakan infrastruktur sektor pertanian serta proyek strategis nasional seperti food estate  dengan mengundang  investasi korporasi pertanian dan melibatkan intervensi oleh kementerian pertahanan, terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk menyumbang pertumbuhan dan pengelolaan pertanian dan pangan secara lebih baik.

Perlu Keberadaan Data Tunggal

Parameter lain yang harus diperhatikan melakukan impor beras adalah belum tersedianya data tunggal yang dapat dijadikan rujukan utama oleh negara.  Data tunggal yang belum tersedia meliputi  jumlah produksi dan konsumsi beras dan pangan lain yang bersifat final dan terbarui untuk seluruh wilayah di Indonesia.

Jadi meski telah berulang kali melakukan impor, namun sebagian besar angka impor tersebut cenderung didasarkan pada data perkiraan, yang acap kali berbeda dan tumpang tindih antara data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik, Kementerian  Pertanian, Kementerian Perdagangan dan lain-lain.

Padahal di saat yang sama gelontoran produk impor dapat dengan cepat mempengaruhi proses pembentukan harga di tingkat pasar.  Selanjutnya dapat berujung pada jatuhnya harga gabah di tingkat petani. Jika sudah demikian maka petanilah yang akan menjadi pihak paling dirugikan.

Meski Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) sudah dinaikkan menjadi Rp 5.000/kg dari sebelumnya Rp4.200/kg pada bulan Maret lalu, namun gejolak harga tetap saja berlangsung.

Hal ini disebabkan  karena pada rentang Maret-Mei yang merupakan masa panen raya, pemerintah tengah memproses kedatangan beras dari luar alias impor. Akibatnya gabah petani tetap tidak terserap dengan harga yang memadai meskipun harga di level perdagangan cenderung naik.

Sekalipun  petani akan cenderung memilih untuk menjualnya kepada pedagang dibanding kepada Bulog karena harganya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan peningkatan HPP sebenarnya masih berada di bawah ongkos produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

Walhasil, Bulog tak mampu memgoptimalkan penyerapan untuk mengisi stok CBP karena tak mampu bersaing dengan harga pasar, yang selanjutnya menjadi penyebab tipisnya cadangan pemerintah sehingga lantas menjadi dasar dilakukannya  kebijakan importasi.

"Impor beras 2023 dan dan rencana impor 2 juta ton beras pada  2024 bukanlah keputusan

yang bijaksana dengan menimbang dampaknya terhadap harga di tingkat petani. Terlebih politisasi impor beras dapat berdampak secara sistemik bagi kelangsungan tatakelola

perberasan nasional," ujar laporan tersebut.

Pertanian Keluarga

Poin menarik lainnya yang diungkapkan Bina Desa dalam laporannya, meminta  Pemerintah perlu memberi dukungan yang besar terhadap pertanian keluarga (pertanian skala rumah tangga tani) sebagai produsen pangan utama dan tidak melanjutkan program food estate yang bias kepentingan politik dan modal.

Bina Desa mendukung untuk dilakukannya Reforma Agraria dengan melakukan penataan struktur agraria yang adil dan terutama untuk maksud mendukung penguatan sektor produksi pertanian dan pangan. Karenanya prioritas redistribusi perlu diberikan kepada para petani dan nelayan kecil  dan perempuan pedesaan produsen pangan.

Lembaga ini menyarankan pemerintah Indonesia untuk membangun sistem pangan nasional yang menitikberatkan pada semangat kemandirian dan kedaulatan pangan, yang tetap mengutamakan produk dalam negeri. Untuk itu Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang

Namun untuk itu Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang  Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, terutama yang merubah pasal-pasal strategis sejumlah Undang-undang sektor pertanian dan pangan, harus dibatalkan.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun