El Nino diproyeksikan memberikan dampak bagi sektor pertanian berupa penurunan produksi beras hingga Pemerintah merasa perlu melakukan kebijakan impor beras. LSM Bina Desa menyebutkan hal itu tidak tepat, lebih baik membenahi sistem pangan nasional. Â
 Pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Indonesia pada 16 Oktober lalu, Indonesia termasuk negara yang menghadapi ancaman  El Nino yang menyebabkan lonjakan suhu  setelah tiga tahun fase La Nina sehingga meningkatkan risiko kekeringan pada lahan pertanian serta kebakaran lahan di Indonesia.
Data Kementerian Pertanian mencatat pada  2018, ketika terjadi Indonesia dilanda El Nino lemah menurut BMKG  luas lahan yang terkena dampak dari gagal panen atau puso sebesar 20.269 hektare di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan penurunan produktivitas panen mencapai 20 persen.Â
Dampak El Nino hingga situasi geopolitik global  bagi sektor pertanian dan pangan berupa penurunan produksi dalam negeri menjadikan pemerintah mempunyai dalih  mengambil kebijakan penambahan impor beras 1,5 juta ton.  Jumlah ini  nembahkan penugasan Bulog sebelumnya berupa impor beras 2 juta ton sebagai antisipasi potensi kerawanan pangan menjadi 3,5 juta ton  untuk  cadangan beras pemerintah
(CBP).
PLt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam jumpa pers 16 Oktober 2023  mengakui defisit produksi beras melebar  hingga akhir 2023.  Pihaknya memproyeksi defisit terbesar terjadi pada Desember 2023, yaitu 1,45 juta ton.
Amalia menyampaikan estimasi surplus dan defisit dari produksi beras tersebut tidak termasuk stok maupun suplai beras impor pada periode yang dihitung. Estimasi tersebut merupakan hasil selisih antara produksi domestik dan konsumsi domestik.
"Dengan hanya mempertimbangkan selisih antara perkiraan produksi domestik dan konsumsi ini saja maka akhir tahun produksi beras diperkirakan surplus 0,28 juta ton sepanjang tahun," jelas Amalia.
Apakah impor beras ini menjadi solusi? Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Desa dan Jaringan Pendidik Pertanian Alami (JAPPA) dalam laporannya yang dirilis 16 Oktober 2023 lalu  mengingatkan volume penugasan impor mencapai 3,5 juta ton terbilang sangat besar.