"Kenal.  Aku bertemu dia  di Bandung sebelum Jepang datang.  Mas pengagummu ini  baru menamatkan AMS-nya dikenali Kang Januar, suami kakakku!"
"Welleh, begitu ceritanya! Jadi cuma kamu toh yang terus jadi orang Belanda!"
"Tadi Cantik bilang  bakal ada tujuh korban, enam korban lain termasuk Bintang nah yang lima lagi?" tanya saya pada Gunadi.
"Ya, teman-temanku Mas Ikhsan, Regu Gagak  dari  Peleton Kapten Seto.
"Sandi operasi Jenderal kalian waktu menyerbu Yogyakarta, ya? Tetapi  perempuan ini Elang Jawa," timpal saya. " Kalau kalian cuma gagak, ya dimangsa dia!"
"Tetapi dia perempuan..!"
"Waduh Mas Gun, singa betani itu pemburu ulung.  Minang punya cerita Sabai Nan Aluhi, perempuan yang mahir menembak. Orang Aceh kenal Cut Nyak Dhien.  Dia itu komplit Ken Dedes yang pemikat  ditambah pandai menggunakan senjata.
Kemala kembali tersenyum dingin. "Terima kasih atas pujiannya. Kini aku yang cerita ya ganteng," katanya sambil mengelus ujung pistol itu di pipi saya.
"Bukan hanya menyerang Yogyakarta, Belanda juga menyerang kami malam hari 19 Desember 1948. Mereka bergerak dari Kedung Pajak, menerobos Walet dan terus ke Turen.
Berapa hari kemudian tentara Belanda menyerang Mendalan, Kecamatan Kesamben, Batu, Â Malang. Â Mereka agaknya ingin mengamankan pembangkit tenaga listrik terbesar di seluruh Jawa Timur untuk mengaliri seluruh kota dalam Keresidenan Surabaya, Malang dan Kediri.
Belanda belajar bahwa pada masa pendudukan Inggris, listrik di Surabaya pernah dibuat padam total karena diputus oleh tenaga ahli bangsa Indonesia. Karena tentara musuh lebih besar kekuatannya akhirnya pada pukul 11 siang tentara Indonesia mundur setelah melakukan bumi hangus. Â Pertempuran terjadi di Mendalan tanggal 25 Desember."