Dua Belas: Â Mengejar Kumpeni
Purbaendah dan Bagus Sucahyana berenang cukup jauh di Ranu Kumbolo. Â Mereka berada di dekat sisi yang berseberangan dengan posisi teman-temannya. Â Bahkan berlindung di balik sebuah bangunan terapung yang disengaja untuk menolong orang-orang yang tiba-tiba mengalami bahaya kalau berada di tengah danau.Â
"Berani bercinta  di tempat ini?" ujar Bagus.
Purbaendah tidak menjawab. Di hanya memamerkan tertawa genitnya, lalu menarik Bagus lewat kedua lengannya yang kokoh. Â Mereka berciuman berapa saat. Bagus merasa libidonya dibangkitkan. Purbaendah menggoda sambil cekikan. Untuk beberapa menit bertatapan.
Sampai mereka melihat ada cahaya di langit, bekas ledakan robot yang terlontar. Kemudian ada mayat serdadu  VGC terapung dekat mereka.
"Si borokokok itu lagi? Nggak mau lihat urang senang yeeuh!" umpat Purbaendah. Lalu mereka berenang  ke tepian menyeret ransel kedap air mereka dan segera mengganti pakaian.Â
Tak lama kemudian junjungan Purbaendah, Subarja datang.  Ketiganya berlalu mengitari  danau dengan cepat, lalu naik ke jalan raya.Â
"Sepertinya ada keramaian," ucapnya. "Tepatnya keributan!"
                                   ****
Setelah terlibatan pertempuran seru, Purbaendah, Bagus dan Subarja menaiki kendaran militer ke Batu Asparagus. Di sana sudah menunggu Zia, Kanaya dan Farid. Sementara Nisa dan Tantri  juga khawatir karena Ciciek termasuk yang diculik oleh VGC.
"Kami sudah menghubungi Manuk Dadali, mereka akan menjemput kita untuk menolong teman-teman ke Kepulauan QQ. Pihak  Nusantara juga  sudah mengirim pasukan kapal selam," kata Zia.
Sore itu juga mereka rapat dengan pihak tentara di Mahameru. Â Radar menangkap selain Kapal Fregat Evertsen, ada berapa pesawat tempur dan kapal ruang angkasa yang menunggu di suatu tempat. Kekuatan VGC masih seribuan tentara dan robot bersenjata lengkap. Â Belum lagi mereka menyandera anak-anak.
Letnan Jumhana, Serda Fahrudin dan Atep Firman segera bergabung malamnya. Namun Mayor Hadi memerintahkan mereka beristirahat.
Sementara Farid tak bisa lepas dari Zia. Dia sangat ketakutan.
                                    ****
"Bagaimana rasanya kembali dalam Manuk Dadali?" tanya Pilot Made Kamanjaya, ketika mereka berhasil mengangkat Robin ke dalam pesawat.
"Sayang mereka berhasil membawa Raya?" ucap Robin.
Purbaendah dan Bagus  menerima santapan sore dari Mak Eti, bajigur dan pisang rebus, seperti awak lain.
"Wah, Mak Eti bisa dapat pisang rebus dari mana? Bukan bawaan kan?"
"Nggak lah atuh, Mak belanja di pasar Mahameru cari makanan segar buat kalian. Sayang Teteh Raya ditawan mereka," kata Mak Eti.
"Mereka ke BeeTree titik yang diungkapkan Farid," sahut Maurizia.
"Nggak  Teteh mereka ke Pulau Farid," celetuk Farid, yang terus ada di sampingnya.
"Pulau namamu?"
"Pasukan Mayor Hadi dengan Macan Tutul juga ke sana  untuk menghadapi Evertsen. Juga Kapal Macan Kumbang untuk menghadapi fregat lainnya dan kapal selam VGC. C juga menempatkan kapal tempur juga selain Kapal Selam Leviathan," ucap Letnan Jumhana.
Farid  ikut mereka. Dia tak mau tinggal di  Mahameru.  Rangkaian kejadin mengerikan yang dialaminya membuatnya hanya percaya pada Zia dan kawan-kawannya.  Makan pisang rebus pun hanya setelah Zia makan.
"Sepertinya dia ikut kita terus," ujar Kanaya menghela nafas. "Saya bisa merasakan seperti apa rasanya sudah kehilangan orangtua dibantai di depan mata, lalu hidup terlunta."
"Ya, sudah, kita hajar VGC dulu, baru kita pikirkan ikut petualangan kita terus atau tidak?" sahut Robin.
"Operasi Gagak, kata mereka. Rasanya mengabil ide waktu Belanda menyerang Yogyakarta pada 1949 dalam sejarah Bumi yang saya ingat," ucap Bagus.
"Mungkin mereka merasa seperti itu!" kata Zia.
"Apa nama operasi kita?" celetuk Bagus.
"Menjerat gagak! " jawab Kanaya spontan.
"Aaah!" Purbaendah memberikan jempol.
Manuk Dadali terbang beriringan dan tiga Cakrawala-V.  Sementara di lautan kapal selam Nusantara berbentuk Pari juga melaju dengan kecepatan penuh bersama  tiga kapal perang Nusantara, di antaranya Kapal Pati Unus dengan pimpinan Kapten Bismo Winarno.
                                                         ***
Kapal pesiar Nyiur Melambai menelusuri pantai timur Pulau Kejora, nahkoda kapalnya bernama Amir Hamzah baru saja menghindari badai  hingga mereka tersasar mendekati garis perbatasan terlarang untuk sipil.
Rombongan Abang None Tanjung Jakarta yang sebetulnya bertujuan ke Gugus Tujuh Belas Pulau, favorit wisatawan Koloni Nusantara. Â
Erwien Kusuma sebetulnya khawatir sejak kejadian di Tanjung Jakarta, tetapi Maudy Sumilar memaksanya. Lagipula dia memang naksir. Â Apalagi rekannya Abdullah Rulliansyah dan Yasmine Kurniawati menyemangatinya.
"Masalahnya kita nggak izin Gubernur? Keadaan kan gawat di Timur sana. Luh nggak dengar kejadian di Kota Mahameru?" Erwien mengingatkan sahabatnya.
"Luh mau jadian nggak sama dokter cantik itu!" masih tergiang suara Rulli.
"Tenang, Maudy akan melindungimu!" celetuk Musa, seniornya di Jurusan Sejarah Bumi yang kini jadi awak Kapal Nyiur Melambai. Â Dia sebetulnya yang mengompori para abang none Tanjung Jakarta itu untuk berlayar.
Lagipula di kapal ada beberapa tentara dan mantan tentara. Â Hanya badai tidak mereka perhitungkan. Tapi Maudy Sang Petualang justru menikmatinya. Â Dia tampak di haluan bersama Musa dan akhirnya Erwien Kusuma.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H