Sementara Buyskes tertidur nyenyak setelah mengatasi rasa sakit. Dia terbangun sore hari dengan tubuh masih tengkurap dengan perut sangat lapar. Â Dia kemudian berdiri menuju kamar. Â Seorang serdadu menolongnya.
"Well, Anda beruntung Vaandrig, empat serdadu kita diamputasi kakinya!" kata Kapten Raymond menatap koleganya dengan haru.
Hanya Mujitaba menatap dengan takut. Apalagi ketika Buyskes meras gatal di bekas lukanya.
"Maaf Kapten, rasanya dokter harus memeriksa lukanya. Meneer Buyskes menggaruk bekas lukanya," sela Mujitaba dengan wajah semakin khawatir.
Semenjak serangan siren, Raymond tidak menganggap enteng pernyataan Mujitaba. Setelah beberapa peristiwa dia lebih percaya orang kulit berwarna itu daripada orang kulit putih. Dia memanggil dokter.
Buyskes segera diperiksa, perbannya di muka.
"Mijn God, apa ini?" dokter itu mundur dengan ngeri.
Kapten Raymond dan Mujitaba  pun segera melihat punggung Buyskes. Ternyata bekas lukanya tadi penuh semacam mahluk kecil beberapa mili ukurannya menggerogoti daging yang sudah menghitam, tanda jaringannya mati.
Justru bagian pinggirnya yang memerah, tanda mahluk-mahluk kecil itu memakannya dan itu membuat gatal, karena mereka meninggalkan kotoran.
Buykes menatap Raymond dengan rasa takut, juga Mujitaba. Pisau bedah laser terpaksa membuka pinggiran luka dan membunuh banyak mahluk itu, tetapi ada yang bersembunyi melalui lubang yang digalinya di daging.
Buyskes akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia meminta pistol dari Raymond dan menembak kepalanya. Dia sadar anak-anak mahluk tadi sudah ada menyelusup ke dalam organ tubuhnya. Pilihan lain di tengah laut ini, mati digerogoti tentu lebih mengenaskan.