"Kan memang ada landasan untuk paralayang. Pemakai parasut terbang juga bisa memakakainya. Â Hanya saja mau parayang, mau parasut terbang harus izin kami. Â Agar tidak menganggu penerbangan V-Cakrawala dan parasut lain," kata Alvin berdiri dan melihat virtual itu bersama Mayor Hadi. "Lah, siapa yang mengizinkan? pajenengan, Dan?"
Mayor Hadi menggeleng. "Anak buah saya tidak akan berani, karena langsung kena sanksi indisipliner."
"Ada dua parasut terlihat terbang ke Mahameru setelah menembak Kapal Macan Tutul. Tetapi gagal," kata Raya.
Mayor Hadi langsung menghubungi anak buahnya dengan ponsel virtual
"Benar nggak ada izin Pak Alvin. Satu regu anak buahku terbang memeriksanya. Siapa mereka?"
Tak perlu waktu lama. Â Dari layar virtual komandan pasukan bernama Letnan Satu Togar berteriak memperlihatkan pasukan robot dan tentara bertopeng seperti waktu serangan di Taman Impian Tanjung Jakarta.Â
Rupanya dia dan pasukannya ditembaki. Pertempuran tidak seimbang, karena pasukan lawan dua kali lipat jumlahnya.Â
Dua robot dan dua prajurit lawan berhasil dijatuhkan, namun Togar dan enam anak buahnya berguguran dan layar pun padam.
"Mereka menuju tempat Anda, Komandan!" teriak Togar untuk terakhir kalinya.
Mayor Hadi kemudian mengontak anak buahnya untuk segera  ke teras kebun belakang.  Hanya ada dua belas serdadu dengan senjata peluru api bersiaga. Enam lagi mengungsikan para tamu ke dalam gedung wali kota.
Selang berapa menit kemudian pasukan robot berdatangan diikuti pasukan berjubah hitam-hitam dengan parasaut bisa dimasukan dalam ransel. Â Mereka langsung melepas tembakan dari udara. Beberapa di antaranya dijatuhkan pasukan Mayor Hadi.Â