"Kami banyak kedatangan tamu dari penjuru Nusantara. Hanya tinggal tiga kamar kosong," kata Nisa.
"Semua tamu wali kota dan mereka titipan dari Gubernur Jakarta dan Komodor Yasin," kata Ciciek. "Koin virtual sudah masuk untuk tiga malam, cukup banyak dan dilebihkan, malah."
"Wah, kita ditraktir. Kalian pakai mata uang virtual seperti di Titanium?" ucap Bagus.
"Ialah, yang tidak bekerja saja dapat. Itu berfungsi hanya kontrol, kan. Kebutuhan hidup berlimpah," sahut Ciciek.
Setelah merapian barang dan mandi. Mereka turun ke tempat sarapan. Bagus menyantap rujak cingur, diikuti Purbaendah setelah mengamati.
"Itu kota gabungan Malang, Batu, Singosari, juga Surabaya terinspirasi dari Bumi tetapi dengan Gunung Semeru buatan?" bisik Bagus.
"Anda benar. Jalan di depan penginapan kami Jalan Kayutangan. Nama Pelabuhan sebetulnya Tanjung Perak. Lalu penginapan Ngliyep, Splendid Inn, Hotel Palace, Wendit, Ranu Kumbolo, biar kita tidak lupa asal usul kami, sekalipun di planet lain. Bukankah begitu juga di Titanium? Pakai nama berbau Jawa Barat? " papar Raya.
                                        ***
Sehabis sarapan, Zia dan Farid memilih berjalan-jalan dengan sepeda Maurizia-nya. Farid dibonceng, mereka memasuki taman kota yang luas di mana terdapat Balai Kota, Hotel Palace dan masjid di bagian Barat.
Mereka menelusuri kota yang tidak terlalu ramai. Orang di Mahameru mengendarai Bendi Motor dengan baterai matahari. Ada juga yang bersepeda. Hanya beberapa mobil ala abad 21 berseliweran.
Farid kemudian minta singgah di Toko Oen. Pada bagian ini Mahameru menyalin rekat Kota Malang abad 20-21. Zia memeriksa ponselnya ternyata ada saldo mata uang Nusantara virtual. Raya membagikan kepada setiap anggota rombongannya.