Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Virgin The Series dan Revisionis Keperawanan

13 Maret 2022   22:41 Diperbarui: 13 Maret 2022   22:58 2383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kalangan dewasa, ada tokoh  istri dan Djaya, Rosa Mariana (Asty Ananta) yang hubunganya retak dengan suaminya karena kematian anaknya, ada Mira Valida (Nova Eliza) petinggi sekolah yang ambisius.

Celakanya, para predator seksual bukan lagi laki-laki yang berwajah mesum dan kriminal seperti versi layar lebarnya, tetapi pria terpelajar dan baik-baik di mata publik. 

Bukankah fakta ada yang demikian?  Para predator bisa membuat opini publik dibalik ketika diserang lewat media sosial yang sama dan menjadi viral pula.  Korban-korban mulai berjatuhan karena sindikat ini menutup jejaknya. 

Para tokoh perempuan yang melawannya terancam, kalau tidak di panti rehab jadi tuduhan pansos di media sosial.  Namun para tokoh perempuan dalam versi web ini mampu memukul balik dengan telak. Para tokoh antagonis laki-laki tidak ada yang lolos dari hukuman: sesuai pakem film kasik evil must pay.  

Saya suka adegan percakapan Vita dengan pelaku utama sindikat itu di rumah salah seorang korbannya. Vita sudah menunggu sambil bermain piano. Dialog yang mengerikan, memakai logika psikologi.      

Memang perempuan tidak luput dari kesalahan.  Tetapi antagonis perempuan dalam versi web ini melakukan perbuatan yang menjurus kriminal untuk melawan hegemoni kapitalisme,  bahkan juga patriaki. 

Kalau siapa yang menjadi para pelaku predator seksual dalam film ini bisa ditebak sejak pertengahan cerita, tidak demikian dengan tokoh antagonis perempuan yang disembunyikan dengan jitu oleh penulis skenario dan sutradaranya.  Saya sendiri tidak bisa menebaknya.  

Bagi saya secara keseluruhan  "Virgin The Series" seperti revisionis dari versi film layar lebarnya. Saya bersikukuh sebetulnya baik versi layar lebarnya maupun versi web bukan film yang pas untuk remaja, setidaknya mereka   harus didampingi orang dewasa untuk menontonnya. Di antaranya umpatan-umpatan kasar bertebaran dalam beberapa adegan. 

Cukup menarik akhir-akhir ini muncul film layar lebar Indonesia yang juga revisionis terhadap apa yang disebut keperawanan.  Kehilangan keperawanan tidak lagi digambarkan hitam dan putih. "Yuni" karya Kamila Andini misalnya bentuk perlawanan perempuan pada budaya patriaki. 

Saya juga miris (memilih kata yang lebih sopan dari jijik) melihat salah satu adegan ketika laki-laki seenaknya menawarkan sejumlah uang sebagai DP untuk melamar Yuni dan akan ditambah kalau perawan.  Hampir tak jauh beda dengan lelang keperawanan di dalam "Virgin The Series". Hanya yang satu dilakukan secara formal dan (seolah) mematuhi norma dan  yang satu imbas dari kapitalisme.

Yuni melawan dengan dahsyat yaitu melepas keperawanannya sesuai kehendaknya karena jengkel akibat tradisi di desanya di kawasan Banten, dia harus kehilangan cita-citanya. Dia menjadi perempuan yang bebas dengan caranya.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun