Keberhasilan Indonesia merebut Piala Thomas 2020 pada 17 Oktober 2021 lalu membuktikan bahwa hanya bulutangkis, satu-satunya cabang olahraga yang paling konsisten berprestasi di tingkat dunia dengan kurun lebih dari lima puluh tahun.
Indonesia pertama kali merebut Piala Thomas dengan mengalahkan Malaysia 6-3 pada babak challengge  pada 14 hingga 15 Juni 1958, setelah sebelumnya melibas Denmark 6-3 dan Thailand 8-1.  Kejuaraan itu digelar di Singapura.
Tim Indonesia  pada waktu itu diperkuat Tan Joe Hok (Bandung, Juara Nasional 1956), Tan King Gwan (Salatiga), Eddy Joesoef (Jakarta), Njoo Kiem Bie (Surabaya), Lie Poo Djian (Purwokerto), Olich Solichin (Tasikmalaya) dan Ferry Sonnevile yang sedang menuntut ilmu di Rotterdam.
Ferry waktu itu sudah berprestasi di tingkat internasional dengan menjuarai Malaysia Open 1955, Dutch Open 1956 dan French Open 1957. Â Prestasi Ferry menandakan bahwa sejak 1950-an atlet bulutangkis Indonesia sudah berprestasi di tingkat dunia.
Tim Indonesia berangkat tanpa target muluk-muluk, tanpa kemeriahan, hanya diantar Ketua Olimpiade Indonesia Dr. Halim, biaya keberangkatan  dan biaya selama ada di Singapura dari penggalangan dana dan komunitas dispora Indonesia.
Selebrasi keberhasilan mereka dirayakan di Situ Ciburuy, suatu danau di kawasan Padalarang pada 24 Juni 1958 oleh ribuan orang yang berdatangan, terutama dari Bandung tempat asal Tan Joe Hok. Hadiah pun mengalir justru dari dunia usaha yang ada di kota Bandung misalnya sepasang sepatu dari toko Happy Store, seorang warga Ny. Oemar Basmalah memberikan sebuah lukisan hingga tart besar.
Selanjutnya sejarah mencatat Indonesia 14 kali menjuarai Piala Thomas  dan enam kali menjadi runner up.  Itu baru Piala Thomas. Sekalipun untuk juara sempat terhenti selama sembilan belas tahun setelah terakhir juara pada 2002, namun masih diselingi menjadi runner rup pada 2010 dan 2016.
Bagaimana dengan beregu putri di Piala Uber? Indonesia  mendapatkan tiga kali juara yaitu 1975, 1994 dan 1996 dan 7 runner up yaitu 1969, 1972, 1978, 1981, 1986, 998 dan 2008. Yang sorot di sini pencapaian prestasi juga melampaui waktu puluhan tahun.
Prestasi Indonesia di cabang bulutangkis juga tercatat di Asian Games 1962 Bulutangkis menjadi tambang emas Indonesia. Pada cabang ini emas Indonesia antara lain pada nomor tunggal putri ketika Minarni mengalahkan rekannya Corry Kawilarang 11-4, 11-7.
Emas kedua bulutangkis dipersembahkan pasangan ganda Putri Minarni/Retno mengalahkan Herawati/Corry 9-15,15-12, 15-6. Emas ketiga pada nomor tunggal putra atas nama Tan Yoe Hok mengalahkan The Ke Wan dari Malaya (nama Malaysia waktu itu belum ada) 15-9 dan 15-3. Indonesia Raya mengemundang sampai dua kali berturut-turut pada Sabtu malam 1 September 1958.
Selanjutnya hanya pada 1986 dan 1990, Indonesia tidak mampu memperoleh medali emas di cabang bulutangkis Asian Games. Â Sementara di Olimpiade sejak 1992 hingga 2020 paling tidak satu medali emas diraih dari bulutangkis.
Belum lagi perorangan, sejarah menempatkan Rudy Hartono juara tunggal putra All England delapan kali yang rekornya belum bisa disamakan atau dilampaui oleh atlet bulutangkis manapun.  Namanya masuk dalam Guiness Book of Record.  Masih ada banyak nama lain berprestasi di All England, belum lagi di kejuaraan dunia lain, kalau diungkapkan  dalam kurun waktu puluhan tahun tentu habis berlembar-lembar kertas.
Setiap dekade selalu muncul idola dari bulutangkis dengan jumlah yang cukup banyak, mulai dari Tan Joe Hok, Minarni, Rudy Hartono, Verawati Vajrin, Liem Swie King, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Taufik Hidayat dan akhirnya Anthony Ginting, Greysia Polli, Gregoria Marsikan Tanjung  di era milenial. Â
Sekalipun prestasi antara sektor putra dan putri agak timpang, setelah era Susi Susanti, tetapi di sektor puri pun  cabang olahraga bulutangkis tetap tercatat paling berprestasi dan konsisten puluhan tahun. Bahkan pada Olimpiade Tokyo  dipersembahkan ganda putri atas nama Greysia Polii / Apriyani Rahayu. Artinya di sektor putri pun Indonesia tetap mendunia.
Pertanyaannya mengapa perhatian pemerintah  terhadap bulutangkis seperti cabang sepak bola misalnya?
Saya sependapat dengan mantan atlet bulutangkis Indonesia Taufik Hidayat agar pemerintah bisa memberikan perhatian tersendiri atau khusus kepada cabang olahraga bulutangkis.
"Saya minta bulu tangkis itu jadi prioritas karena, bukan mengecilkan olahraga yang lain, tapi memang medali ini selalu dari bulu tangkis. Medali yang lain selalu dari angkat besi. Jadi gak semua harus disamaratakan," sebut Taufik seperti yang dikutip dari Pikiran Rakyat, 6 Agustus 2021.
Baca Juga: Fokus Pembinaan ke Olahraga Berprestasi
Taufik juga menyebutkan Indonesia tak punya fasilitas yang memadai dan bertaraf internasional selain di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
"Kita masih di bawah sepak bola kalau soal popularitas, karena kalau kita ngadain pertandingan di Jakarta aja orang masih jarang nonton kalau pertandingan nasional," katanya.
Dibandingkan dengan sepak bola, sistem pembinaan bulutangkis terstruktur rapi olahraga ini  bisa dimainkan di mana saja dan ada banyak lapangan untuk mendukung bibit-bibit unggul.
Sejak usia dini para orang tua juga tak sungkan mengantar putra-putrinya untuk berlatih dan bahkan menyekolahkan mereka di klub bulu tangkis yang ada di daerah, dengan harapan bisa dilirik dan digembleng untuk menjadi atlet nasional.
Hanya saja sepak bola tetap mendapat sorotan yang paling besar. Kepala Komunikasi Publik Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto pada 2017 pernah, mengakui  pemerintah sama sekali tak bermaksud menganaktirikan cabang olahraga lain.
Baca juga: Asian Games IV 1962: Ketika Indonesia Menjadi Macan AsiaÂ
Sepak bola, katanya sampai saat ini masih menjadi cabang olahraga paling populer di tanah air dan digemari semua kalangan. sepakbola punya nilai yang sangat strategis, mempersatukan seluruh elemen.Â
Itu klaim  tidak didukung survei.  Padahal Nielsen Sports dalam sebuah survei olahraga terpopuler di Asia yang dirilis pada 2 September 2020 menetapkan bulu tangkis sebagai olahraga nomor satu di Indonesia. Sebanyak 71 persen masyarakat Indonesia diklaim menyukai bulu tangkis.
Catatan itu membuat bulu tangkis berada di atas olahraga sepak bola yang selama ini menjadi primadona di Indonesia. Nielsen Sports mencatatkan sebanyak 68 persen masyarakat Indonesia menggemari olahraga sepak bola.
Dengan argumentasi ini tidak ada alasan untuk menjadikan olahraga bulutangkis menjadi prioritas pertama. Â Fokus utama pembinaan ke olahraga itu. Disusul olahraga yang jelas memberikan prestasi seperti angkat besi, taekwondo, panjat tebing. Â Perhatikan kesejaterahan dan masa depan atletnya yang jelas memberikan prestasi. Â Jangan sampai prioritas dan fokus pembinaan menjadi bias karena mempertimbangkan faktor politik. Harusnya memang organisasi cabang olahraga manapun melibatkan orang yang tahu olahraga, seperti mantan atlet atau penggemarnya. Bukan karena dia punya pengaruh dalam politik.
Irvan Sjafari
Sumber:
satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H