Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Tanti Ingin Bakmi Sundoro Jadi Brand Global

18 September 2021   15:21 Diperbarui: 18 September 2021   15:23 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
R. Ngt Bintari Saptanti-Foto: Dokumentasi Pribadi.

"Kami punya impian kalau ada Kentucky, McDonal, mengapa tidak ada Bakmi Yogya? Kalau dulu orang membeli Bakmi Yogya (Bakmi Jogja) harus mengantri,  kini Bakmi Yogya bisa dikemas, dinikmati baik anak muda hingga orangtua, lazimnya menikmati mi instan."

Itu semangat yang ada dalam dada seorang Raden Ngt Bintari Saptanti, pemilik brand Bakmi Sundoro. Warga Jatisari, Mijen, Semarang ini mampu mengemas baik bakmi ghadog, maupun bakmi goreng yang lazim ditemui di Yogyakarta dalam kemasan kering seperti mi instan branded, maupun mi basah yang harus disimpan dalam frozen, lengkap dengan bumbunya.

Saya sudah mencoba bagaimana memasak bami gadhog maupun bakmi goreng sesuai dengan petunjuknya, yaitu dengan menumis bumbu dasarnya dengan minyak goreng, mencampurnya dengan telur baru dimasukkan minya. 

Sekalipun tidak 100% seperti mi gadhong kaki lima yang dimasak di anglo, tetapi 80% persis. Mungkin karena dimasaknya di atas wajan dengan kompor gas bukan dengan anglo dan cara meracik orang awam tetap berbeda dibanding pelaku usaha mi gadhog,

Bukan saya sendiri. Nurdi, 52 tahun seorang kawan sekantor saya memberi testimoni yang sama. Warga Gunungkidul ini menyebutkan hal senada.

"Kalau tujuannya agar mi ini bisa dinimati orang yang kangen dengan mi gadhog atau mi goreng Yogya di daerah yang sulit mengakses kuliner ini atau di luar negeri, maka dia berhasil," ucap Nurdi dan saya serempak.

Menurut Tanti, demikian nama panggilannya Bakmi Sundoro bermula dari sebuah usaha rumah makan yang didirikan untuk anak tertuanya yang menolak untuk kuliah dan menjadi koki.  Dia membuka gerai pertama pada 2019.

"Mulanya kami menggunakan mi kulakan, namun kemudian suami saya mengusulkan agar menggunakan mi buatan sendiri.  Ternyata para pelanggan suka. Saya memang tidak suka menghidangkan mi instan untuk keluarga, lebih suka mi buatan sendiri yang saya anggap lebih sehat. Kebetulan saya bisa membuat mi sendiri," kata perempuan yang hobi memasak ini.

Pelanggannya kemudian memberikan ide bagaimana kalau ingin membawa pulang atau ke luar kota? Kalau mi gadhog memang sulit dibawa pulang dan dihidangkan harus panas.  Bahkan pelanggan ingin membawa bakmi dengan bumbunya akhirnya tercetus ide bakmi kemasan ini.

Atas usul suaminya, segera Tanti mengurus semua persyaratan seperti izin BPOM hingga sertifikat halal. Tidak tanggung-tangggung dia menyewa influencer untuk mempromosikan produknya.

Ternyata mendapat respon luar biasa. Banyak pemesan dari daring,  Tanti  memasarkan dengan jasa e-commerce dan bisnis ini ternyata tahan pandemi dibandingkan berjualan secara fisik. Omzetnya meningkat 100 persen.  Dari empat karyawan, Tanti kini menerap tenaga 30 orang, menggunakan bahan baku lokal, zero waste atau tidak menghasilkan limbah. Yang terpenting memberdayakan ekonomi lokal di sekitar tempat tinggalnya.

"Nama Sundoro sendiri diambil dari nama Sri Sultan Hamngkubuwonno II, yaitu Raden Sundoro. Di mana saya keturunan keenam dari beliau," ucap perempuan kelahiran Semarang, 29 Oktober 1978 ini.

Sejak April 2021, Bakmi Sundoro meluncurkan bakmi kering  untuk pelanggan yang terkendala jarak.  Pasalnya bakmi basah frozen hanya tahan tiga hari dalam suhu ruangan dan enam bulan dalam frozen.

"Pembeli kami juga datang dari orang Indonesia yang tinggal di Belanda, Osaka, Australia. Mereka tidak saja   membeli produk kami, tetapi juga menjadi reseller  kami. Kami bisa masuk supermarket, di Jakarta kami ada di Total Buah, Galael, Kami sedang siapkan PO untuk Alfa Midi DIY dan Yogyakarta kira-kira 300 toko," ungkap Tanti.

Lanjut Tanti,  omzet rata-rata per bulan lumayan, April hingga Agusus terjual hampir Rp100-200 juta per bulan, total Rp1,6 miliar. 30 karyawan.  Saat ini ekspor, katanya bukan target, tetapi bonus.

"Target kami toko ritel di Indonesia. Kami pelajari ada 5.000  toko ritel di Indonesia. Kami hanya ingin ada 3.000 toko ritel seluruh Indonesia, supaya kuliner lokal tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri," ujar dia yang ingin mengajak siapaun yang terdampak pandemi untuk berusaha menjadi mitranya.

Irvan Sjafari

(Sebagian besar bahan tulisan ini, hasil wawancara saya dengan WA dan  pernah tulis muat  di Majalahpeluang online edisi 30 Agustus 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun