Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Panic Buying" Jelang PPKM Darurat?

4 Juli 2021   12:14 Diperbarui: 4 Juli 2021   12:22 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa bermaksud  memromosikan suatu merek, saya punya kebiasaan  mengonsumsi susu beruang (bear brand) beberapa tahun lalu (sebelum pandemi), sekalipun tidak selalu setiap hari.  Pemicunya adalah postingan seorang kawan di Facebook, seorang penggemar travelling dan suka  menulis yang katanya bisa memperkuat stamina kalau bekerja keras. 

Saya coba, terutama ketika harus kerja keras atau badan tidak enak dan memang benar stamina bugar, bisa juga karena sugesti secara psikis atau kandungan gizinya memang bagus. Saya telusuri di googling brand itu sudah ada sejak awal abad 20.

Ketika saya harus ikut menginap di rumah sakit menjaga ibu sekitar dua bulan lalu, adik saya memberikan susu kaleng ini karena tahu  tidur saya akan kurang dan ternyata Alhamdullilah, saya sehat.  Sejak itu saya lebih sering minum susu beruang itu setiap hari.

Tapi tiga hari yang lalu, saya sukar mendapatkan susu beruang itu di pasar swalayan dan minimarket. Susu beruang itu rupanya juga banyak diburu orang.  Bahkan sampai ke warung rokok, ada yang membeli sampai empat kaleng,  Rupanya ada yang percaya itu memperkuat stamina ketika kasus Covid-19 melonjak dan menjelang pemberlakukan PPKM Darurat yang dimulai 3 Juli, Sabtu kemarin.

Seorang pegawai minimarket di kawasan Cinere, Depok cerita bahwa bahwa mereka terpaksa meletakan kaleng susu beruang di dekat kasir. Soalnya ada yang mengambil dan minum tanpa bayar saking inginnya minum susu beruang dan mungkin nggak punya uang cukup.  

Harga susu ini di beberapa e-commerce pun terlihat melonjak. Harga satu kaleng Bear Brand di e-commerce  bisa mencapai Rp 18 ribu, dari harga normal yang di bawah Rp 10 ribu. Itu diberitakan situs Tempo 3 Juli 2021.  Sekalipun saya belum menemukannya di eceran dengan harga seperti itu, tetapi saya tidak suka orang yang mengambil kesempatan pada situasi pandemi.

Situs Kompas edisi 3 Juli 2021 memberitakan sebuah video yang menampilkan sejumlah orang berlari lalu berebut susu merek Bear Brand, viral di media sosial Instagram dan Twitter. Orang-orang tersebut berebut untuk memasukkan satu krat susu merek Bear Brand ke troli belanjaan mereka.

 Salah satunya, video dengan durasi 29 detik itu dibagikan oleh akun Twitter Eza Hazami (@ezash). "Terpantau sedang rebutan susu," tulis dia. Video tersebut sudah ditonton 493.000 kali, mendapat 3.164 retweet, dan disukai 8.511 akun twitter.

Dalam berita itu disebutkan pandangan staf pengajar Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM), Lily Arsanti Lestari mengatakan, imunitas tubuh  bisa melawan virus Covid-19. Sebagian besar orang meyakini, susu bergambar beruang merek Bear Brand itu mengandung vitamin D yang dipercaya dapat mencegah infeksi virus corona. Sehingga apabila terinfeksi tidak akan menimbulkan kondisi yang parah.

"Tapi tidak terus hanya minum susu Bear Brand saja, imunitas tubuh bisa ditingkatkan juga dengan konsumsi pangan sehat lainnya," ujar Lily, seraya menyebutkan aneka makanan protein seperti ikan, ayam, daging, telur, serta sayur-mayur dan buah-buahan  akan membantu.

Bukan saja Bear Brand tetapi juga tabung oksigen. Hal itu diakui Direktur Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Fridy Juwonoterjadi kelangkaan tabung gas di beberapa pasar di wilayah Jakarta.

Dia mengatakan, kelangkaan ini terjadi lantaran tingginya permintaan tabung gas oksigen di masyarakat, tetapi tidak tahu cara pemakaiannya.

"Seperti di pasar Pramuka atau apotik, tabung gas oksigen itu habis. Tiba-tiba masyarakat banyak yang beli. Enggak tahu mereka tahu pakai atau tidak, pokoknya beli," ujar Fridy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/7/21).

Pernah Terjadi di Bandung pada 1957

Saya sudah menduga memang terjadi panic buying dan bukan pertama kalinya dalam pandemi Covid-19 ini, setahun lalu alkohol, masker, vitamin C sempat hilang.  Saya pernah menulis di Kompasiana pada Mei hingga Juni 1957 Kota Bandung dilanda kepanikan terkait kasus Influenza yang diduga berasal dari sebuah asrama Sekolah Pengamat Kesehatan di kawasan Cipaganti dan diduga ditularkan dua peserta kursus dari Medan. Pada waktu itu memang ada kasus influenza di kota Bandung,

Tiga orang dokter, yaitu dr. Admiral Surasetja, Kolonel dr.Wonojudo dan dr. Sukojo dibandung KMKB Bandung mengadakan penyelidikan. Mereka memerika sekitar 44 orang dalam asrama mirip influenza, ternyata pilek biasa dan tidak ada hubungannya dengan wabah influenza.   

Akibatnya panic buying terjadi setelah pemberitaan marak. Vitamin C tiba-tiba menghilang dari kota Bandung pada akhir Mei dan awal Juni 1957. Militer Kota Bandung akhirnya mengadakan razia terhadap semua rumah obat dalam Kota Bandung guna mengetahui persedian vitamin C di kota itu.

Razia ini juga bertujuan mencegah naiknya harga, sekaligus mencari obat-obat terlarang yang harusnya dijual dengan resep, seperti sulfa dan penisilin. Dalam razia pihak berwajib berhasil menyita10 Kg Vitamin C dari sebuah toko obat dan menyegel sejumlah toko yang menjualbelikan obat-obat tanpa resep.

Agung Minto Wahyu dari Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang, Malang menulis peirlaku panic buying dalam jurnal Humanitas Vol. 5 No. 1, April 2021, hal. 76 -- 98, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara lain.

Fenomena panic buying yang terjadi menyebabkan sebagian besar negara membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menanggulanginya. Salah satu kebijakan yang diterapkan di hampir semua negara adalah dengan membatasi jumlah pembelian. Hal tersebut diharapkan dapat menekan terjadinya pembelian dalam jumlah yang besar. Mereka melarang melakukan penimbunan.

Dalam tulisan itu diungkapkan, pemerintah di setiap negara juga berusaha mengedukasi warganya agar tidak melakukan panic buying melalui berbagai media dan elemen. Pemerintah melakukan kerja sama dengan berbagai kalangan mulai dari pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, hingga influencer di media sosial dalam kampanye tersebut.

Untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya panic buying, salah satu subjek masyarakat membutuhkan kejelasan informasi dari pihak berwenang.  Tim peneliti menyarankan informasi yang diberikan oleh pemerintah tidak boleh sampai tumpang tindih. Idealnya, informasi yang diterima oleh masyarakat seharusnya mampu mengendalikan tekanan psikologis masyarakat, terutama yang disebabkan oleh merebaknya hoax. Pemerintah juga harus memperkecil kesempatan bagi penimbun barang.

Irvan Sjafari


Sumber Tulisan.


https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/03/210000965/ramai-rebutan-susu-beruang-saat-corona-melonjak-ini-kata-ahli-gizi-ugm?page=all.

https://money.kompas.com/read/2021/07/01/122645226/kemenperin-beberkan-alasan-tabung-gas-oksigen-langka

https://bisnis.tempo.co/read/1479391/nestle-tanggapi-soal-bear-brand-jadi-topik-terhangat-dan-harganya-naik/full&view=ok

Wahyu,  Agung Minto dkk, "Perilaku Panic Buying Mengiringi Kemunculan COVID-19? Sebuah Studi pada Awal Pandemi di Indonesia" dalam "Humanitas" Vol. 5 No. 1, April 2021, hal. 76 - 98

 https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/54f3854c745513942b6c79b9/bandung-1957-3-panik-influenza-meijuni

Sumber Foto:

https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/03/210000965/ramai-rebutan-susu-beruang-saat-corona-melonjak-ini-kata-ahli-gizi-ugm?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun