Setahu saya kalau perlu wartawan itu tidak terendus  ketika sedang melakukan investigasi, bahkan melakukan penyamaran.Â
Tintin, Mikael Blomkvist, maupun Wikan sama-sama bukan sosok jagoan, yang nggak pernah kalah, ya, tetap manusiawi, bisa "cengeng", kalah berkelahi, ditawan hingga cidera.
Hal kedua, membuat saya terpikat ialah Herge menyelipkan humor dalam berapa adegan komiknya. Dalam "Rahasia Pulau Hitam", ada adegan di mana Thomson dan Thompson, dua detektif naik pesawat capung fokker dan memaksa mekanik yang sebetulnya bukan pilot menerbangkan pesawat.
Akibatnya pesawat capung melakukan manuver di udara di mana salah seorang dari mereka terjatuh dan ditangkap lagi. Pesawat jatuh dan terhempas. Kebetulan ada kejuaraan akrobatik pesawat dan mereka menjadi pemenangnya.
Lainnya yang saya ingat, adegan di reruntuhan puri di mana Gorila yang mengejar Tintin tidak mempan ditimpuk batu, tetapi takut pada Snowy hingga jatuh bergulingan menimpa kawanan penjahat. Slapstik memang.
Lainnya adalah Tintin memakai kostum tradisional Skotlandia yang seperti rok perempuan, kedai yang menjadi tempat nongkrong dengan bir, hingga puri ala abad pertengahan di Pulau Hitam. Tentu Herge tidak sekadar mengkhayal, dia melakukan riset dulu mengunjungi Skotlandia.
Kalau dari seting sejarahnya, rasanya sezaman saya kecil (1970-an) dilihat dari televisi (yang masih hitam putih), mobil dan pesawat. Belakangan saya membaca versi aslinya itu sebelum Perang Dunia ke II, tentunya beda. Â Herge mengupdate untuk pembaca era 1970-an. Â Di sinilah kelebihan lahin dari Herge menghasilkan komik yang tidak saja gambarnya indah, tetapi cerdas. Â
Irvan Sjafari
Kredit Foto:
Rahasia Pulau Hitam kredit foto:
downloadtintinfree.blogspot.com
bedetheque.com