Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Padri: Adu Benteng di Ranah Minang (2)

15 Mei 2021   21:39 Diperbarui: 15 Mei 2021   21:54 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertempuran di Bukit Koriri-- www.nederlandsekrijgsmacht.nl

1833: Kaum Padri (dan Kaum Adat) Memukul Balik

Pendudukan Nagari Bonjol diiringi dengan perubahan sistem pemerintahan. Administrasi pemerintahan Padri dihapus. Belanda mengangkat seorang regen yang diserahi pimpinan seluruh Lembah Alahan Panjang.

Pada perjanjian dengan kaum padri pada waktu Belanda memasuki benteng Bonjol ada kata sepakat tentara Belanda hanya akan ditempatkan di daerah tertentu. Sementara Belanda berjanji akan menghormati agama dan adat.

Pada praktiknya Belanda melakukan pelanggaran, yang paling fatal, yaitu menjadikan langgar dan rumah penduduk jadi asrama tentara. Penghuninya disuruh keluar.  Hal ini tidak saja melukai Kaum Padri, tetapi juga kalangan adat.

Apalagi Belanda juga mulai dengan dikeluarkan peraturan pajak yang berat dan mengikat.  Keterlibatan orang Tionghoa untuk memungut cukai pasar dan mengadakan sabung ayam berbenturan dengan adat istiadat masyarakat. 

Para penghulu yang dulu membantu Belanda juga tersinggung.  Terjadi kesepakatan antara Kaum Adat dan Kaum Padri untuk sama-sama melawan Belanda.  Sebagai permulaan dua serdadu Belanda yang keluar dari Benteng Bonjol terbunuh pada 29 Desember 1832.

Pada 11 Januari 1833, tengah malam dimulai serangan serentak terhadap pos-pos Belanda. Sebanyak 20 orang hulubalang dipimpin Raja Layang dan Tuanku Nan Garang memasuki Masjid Bonjol dan membantai tentara Belanda yang diasramakan di sana.

Letnan Dua Infantri G.A.G.J. de Wautier adalah  di antara satu garnisun dari 46 orang, 27 di antaranya orang Eropa. Seluruhnya tewas. Di tempat lain, di Simawang, 9 tentara Belanda termasuk komandannya tewas.

Letkol Vermeulen Kriger sedang berada di Sipisang dekat Bonjol.  Pasukan Krieger dikepung. Dia tidak dapat mempertahankan tempat itu dari kerumunan pasukan gabungan Padri dan Adat yang secara bertahap mendekatinya. Krieger memutuskan mundur ke Bukittinggi melalui hutan lebat dan serangan penduduk nagari.

Dipimpin oleh Letnan Perk van Lith, W.G. Schouten, Bouman dan Schoch, Vermeulen Krieger memimpin detasemen 112 orang, dimana hanya 86 orang yang dilengkapi dengan senjata api. 

Pada pagi  12 Januari 1833, kampung ditinggalkan dan mundur dari oleh VII Laras yang sepenuhnya memberontak.  Pasukan ini mengikuti jalan pegunungan kecil dan sempit dan dikejar oleh Pasukan Padri, yang jumlahnya terus bertambah.

Semakin banyak tentara Padri mengejar, sementara  sebuah lereng gunung yang curam terletak di depan pasukan Belanda. 

Lereng ini  harus didaki sementara para pemberontak dari ketinggian yang berdekatan menyerang orang-orang dengan batu. Ketika puncak tercapai ternyata 3 orang tewas, 12 luka-luka dan makanan serta minuman hilang.

Serdadu Belanda yang kelelahan, menghadapi risiko kepalanya dipisahkan dari tubuh oleh tebasan klewang.  Akibatnya, serdadu Belanda  yang tidak bisa pergi lebih jauh memohon kepada prajurit mereka untuk membunuh mereka, daripada jatuh ke tangan tentara padri yang terus maju. Tanpa diduga, mereka bertemu dengan kelompok  yang menyergap diri di sisi lain kampung yang harus dilewati.

Pasukan Belanda di bagian depan menembak dan menghentikan penyerangan. Letnan Schouten, membentuk barisan belakang dengan selusin penembak, menyergap; setelah dia membiarkan Kum Padri mendekat. Mereka (pasukan Padri) tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah salvo tembakan yang segera disusul dengan serangan dengan bayonet.

Akhirnya, setelah pawai berbahaya di antara ribuan pasukan Padri yang bersemangat   untuk membunuh serdadu Belanda yang kelelahan.  Dari 116 tentara Belanda hanya 41 orang, sedikit lebih dari sepertiga - mencapai pos Bukit-Koriri. Lainnya terbunuh.

Krieger menurut sumber Belanda mengakui bahwa apa yang dialami anak buahnya yang menempuh perjalanan dari Pisang ke Bukit Koriri melampaui apa yang terjadi pada 1812 di Eropa, sewaktu Perang Napoleon. Atas permintaannya, dia pensiun pada  Desember 1834 dalam posisi Komandan Batalyon Infanteri Kelima.

Pos di Lubuk Sikaping juga diserbu oleh pasukan Padri,  petugas kesehatan M.J.W.C de Groot dan 46 tentara Eropa semuanya dibantai. Dengan sejumlah kecil orang Melayu, Letnan Satu Engelbert van Bevervoorden, yang menemukan pos dalam kondisi yang mengerikan ini, sekarang memberanikan diri untuk mundur seperti Vermeulen Krieger.

Dia berhasil mencapai pegunungan Bonjol setelah mengalami kerugian yang signifikan, hingga dia dan anak buahnya akhirnya dikepung. Tetapi setelah delapan hari dikepung oleh pemberontak, yang membantai pasukan sampai orang terakhir.

Seorang pimpinan pasukan Padri menusuk Van Bevervoorden menusuk keris di punggungnya hingga tembus ke jantung dan menewaskannya. Anak buah yang lain  kecuali satu orang mengalami nasib yang sama, tewas secara mengenaskan. Hanya satu orang dari pasukan itu yang selamat dan menceritakan kisah yang mengerikan.

Pada periode ini Tuanku Tambusai, salah satu pimpinan pasukan Padri yang paling berpengaruh,. Pasukan dia mendesak pasukan Elout untuk meninggalkan Bonjol bersama pasukan gubernur.

Tambusai mengepung  Benteng Amerongen dengan erat dan mendekatinya dengan parit.  Tentara Belanda di sana nyaris tak tertolong, jika Letnan Polandia dengan satu detasemen tidak datang. Pasukan Tambusai mengundurkan diri.

Perlawanan penduduk meningkat berkobar di berbagai nagari, Tarantang Tunggang, Lubuk Ambalau, hingga Rao. Di seluruh Lembah Alahan Panjang sebanyak 142 tentara Belanda tewas. Sumber lain menyebutkan selama pertempuran serentak pada pada  11 Januari 1833  sekitar 139 tentara Eropa dan ratusan tentara pribumi tewas.

Kematian  serdadu Belanda  dalam jumlah yang signifikan membuat pejabat Belanda di Kota Padang mencurigai Sentot Alibasyah jenderal dari Perang Jawa, mantan panglima utama Diponegoro,  yang bergabung dengan Belanda.

Sentot dituding turut andil dalam penyerangan yang mematikan tersebut . Mereka  mengirim Sentot ke Batavia untuk diinterogasi. Sentot kemudian dibuang ke Bengkulu.

Tentara Belanda yang bertahan berada di bawah, Polandia mengambil alih komando benteng dan menempatkannya dalam kondisi perlawanan yang cukup.  Namun pemberontakan semakin kuat dan Agam bertahan pada akhir Mei.

Kontak antara benteng De Kock, Vermeulen Krieger dan Koriri dipatahkan, Benteng Tambangang terancam, yang di Goegoer-Sigandang diserbu, Agam menjadi titik fokus pemberontakan. Pada 24 Mei 1833, Belanda kehilangan Letnan satu infanteri Tamson di Sungai Pua.

Mayjen Riesz  datang  dengan kekuatan 1.100 orang ke Padang, dimana dia bertindak sebagai komisaris sipil pada  8 Juni.

Meskipun banyak meraih kemenangan dan menewaskan sejumlah tentara Belanda, Kaum Padri juga kehilangan salah satu pimpinannya Tuanku Rao. Dalam pertempuran di Air Bangis, pada  29 Januari 1833, Tuanku Rao mengalami luka berat akibat dihujani peluru dan tertangkap.  

Kemudian dia naik ke kapal untuk diasingkan. Belum lama ini di atas kapal, Tuanku Rao meninggal. Diduga jasadnya kemudian dibuang ke laut oleh pasukan Belanda.

Selain itu, Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sebelumnya diangkat oleh Belanda sebagai Regent Tanah Datar ditangkap oleh pasukan Letkol Elout pada 2 Mei 1833 di Batusangkar dengan tuduhan makar.

Pada Juli 1833, Pasukan Belanda dalam tiga kolone, di bawah komando Mayor du Bus, Eilers dan Kapten de Vos van Steenbergen, bergerak ke Agam dan harus merebut Kamang, di mana pasukan Padri menduduki garis yang dibentengi.

Garis ini diserang dari tiga sisi, oleh divisi di bawah Du Bus, Komandan Elout dan Mayor De Quay.  Kelompok Mayor Du Bus tiba lebih dulu. 

Pasukan ini mendapat sambutan yang menyebabkan Du Bus terbunuh di depan pasukannya pada 9 Juli 1933  di Kamang, pantai Barat Sumatera.

Sekalipun serangan itu dipukul mundur. Keesokan harinya,  pasukan Padri menyerang lagi mengakibatkan, perwira  Bredart, Letnan Hussar tewas.  

Sementara kolone yang di bawah komado Elout terdesak mundur.  Divisi ketiga memiliki kesulitan yang hampir tidak dapat diatasi untuk diatasi; tebing curam tempat pasukan harus memanjat dan air yang harus diarungi menghalangi gerak maju barisan De Quay.

Kendala itu bisa diatasi De Quay.  Dia pun mendapat bala bantuan. Sementara di sisi lain, Elout melanjutkan serangan dengan hasil yang sama menguntungkannya. Jadi Agam dan Lima puluh kota diistirahatkan.

Sebagai balas dendam atas kekalahan di berbagai tempat, di antara di Guguk Sigantang, Belanda menangkap 15 penghulu dan pimpinan Padri dan menggantung mereka pada 29 Juli, di antaranya Tuanku Mansiangan.

Sementara itu, Gubernur Jenderal Van den Bosch telah mengundurkan diri untuk diangkat menjadi Komisaris Jenderal.  Dalam kapasitas ini ia datang ke Padang untuk membahas masalah-masalah di Sumatera dengan Jenderal Riesz dan Letnan Kolonel Elout.

Tidak tanggung-tangung Van Den Bosch menargetkan Bonjol dikuasai Belanda pada 11 September. Para petugas yang disebutkan sebelumnya, yang lebih paham dengan situasinya, menyarankan agar rencana operasi ini tidak dilakukan, tetapi Van den Bosch tetap bersikukuh.

Seluruh rencana gagal, begitu pula upaya baru untuk mendekati situs yang dibentengi dengan baik dari sisi lain. Pasukan yang harus bertindak melawan Bonjol terkonsentrasi di Fort de Kock. Pertama-tama tak terelakkan untuk mengambil garis Matua, yang pasukannya dipisahkan oleh jurang yang lebat.

Pada 28 September, dua kolone pasukan Belanda  maju ke sana, menuruni ketinggian dan melintasi sungai yang mengalir melalui jurang tersebut.  Mereka menghadapi tebing curam  di sisi lainnya harus didaki.

Kolone ini  dipimpin De Vos van Steenbergen mampu menduduki  benteng kecil, di mana bendera Belanda ditanam oleh flankeur Ligtvoet. Namun pasukan Padri menyerang lagi dan memukul Kolone Steenbergen.

Pada bagian lain, pasukan Belanda di bawah komado Letnan Polandia berhasil mempertahankan wilayah Rao, tetapi pasukan Padri dipimpin Tuanku Tambusai berhasil mengepungnya di Benteng Amerongen. Pendudukan bertahan selama sebulan, tetapi ketika ada kekurangan makanan dan kelaparan yang menunggu tidak ada pilihan dan mereka harus berusaha melewati musuh.

Pada 28 November 1833, serangan mendadak dilakukan dan pasukan Belanda berhasil menerobos kepungan pasukan Padri . Meskipu demikian tentara Padri merebut benteng itu dan membebaskan wilayah sekitarnya. Di antara korban serangan Padri terdapat Letnan Dua Infanteri  G. Popje yang tewas pada 30 November 1833.

Van den Bosch sekarang menggantikan Komisaris Elout dengan Van Sevenhoven dan mengangkat Superior Bauer sebagai komandan militer. 

Van den Bosch berangkat ke Belanda dan memerintahkan Jenderal Riesz untuk mengatur lebih lanjut langkah-langkah militer yang akan diambil dengan berkonsultasi dengan residen.

bonjol-609fdce4d541df4ca316f302.jpg
bonjol-609fdce4d541df4ca316f302.jpg
Pada sisi lain Belanda kembali menggunakan startegi ambil nafas karena mengalami terus menerus kegagalan di bidang militer.  Belanda menjalankan taktik diplomasi mengajak berunding. Pada 25 Oktober 1833 lahirlah plakat panjang. 

Isi  Plakat Panjang itu menyatakan, tidak akan mencampuri urusan nagari Minangkabau dan tidak akan memungut pajak terhadap masyarakat Minangkabau. 

Penghulu atau pemimpin nagari di Minangkabau akan diangkat menjadi wakil pemerintah Belanda dengan imbalan gaji dari Pemerintah Hindia Belanda.

Masyarakat Minang diminta untuk memperluas penanaman  kopi. Plakat Panjang menimbulkan kesan yang mendalam bagi  sebagian masyarakat Minangkabau sehingga mereka terus mempercayai isi dokumen tersebut.

Serangan rakyat Minang untuk sementara berkurang. Secara umum periode Januari hingga Oktober 1833 boleh dikatakan menempatkan Kaum Padri-Kaum Adat berada dalam posisi unggul.   

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun