Pasukan ini mendapat sambutan yang menyebabkan Du Bus terbunuh di depan pasukannya pada 9 Juli 1933 Â di Kamang, pantai Barat Sumatera.
Sekalipun serangan itu dipukul mundur. Keesokan harinya,  pasukan Padri menyerang lagi mengakibatkan, perwira  Bredart, Letnan Hussar tewas. Â
Sementara kolone yang di bawah komado Elout terdesak mundur. Â Divisi ketiga memiliki kesulitan yang hampir tidak dapat diatasi untuk diatasi; tebing curam tempat pasukan harus memanjat dan air yang harus diarungi menghalangi gerak maju barisan De Quay.
Kendala itu bisa diatasi De Quay. Â Dia pun mendapat bala bantuan. Sementara di sisi lain, Elout melanjutkan serangan dengan hasil yang sama menguntungkannya. Jadi Agam dan Lima puluh kota diistirahatkan.
Sebagai balas dendam atas kekalahan di berbagai tempat, di antara di Guguk Sigantang, Belanda menangkap 15 penghulu dan pimpinan Padri dan menggantung mereka pada 29 Juli, di antaranya Tuanku Mansiangan.
Sementara itu, Gubernur Jenderal Van den Bosch telah mengundurkan diri untuk diangkat menjadi Komisaris Jenderal. Â Dalam kapasitas ini ia datang ke Padang untuk membahas masalah-masalah di Sumatera dengan Jenderal Riesz dan Letnan Kolonel Elout.
Tidak tanggung-tangung Van Den Bosch menargetkan Bonjol dikuasai Belanda pada 11 September. Para petugas yang disebutkan sebelumnya, yang lebih paham dengan situasinya, menyarankan agar rencana operasi ini tidak dilakukan, tetapi Van den Bosch tetap bersikukuh.
Seluruh rencana gagal, begitu pula upaya baru untuk mendekati situs yang dibentengi dengan baik dari sisi lain. Pasukan yang harus bertindak melawan Bonjol terkonsentrasi di Fort de Kock. Pertama-tama tak terelakkan untuk mengambil garis Matua, yang pasukannya dipisahkan oleh jurang yang lebat.
Pada 28 September, dua kolone pasukan Belanda  maju ke sana, menuruni ketinggian dan melintasi sungai yang mengalir melalui jurang tersebut.  Mereka menghadapi tebing curam  di sisi lainnya harus didaki.
Kolone ini  dipimpin De Vos van Steenbergen mampu menduduki  benteng kecil, di mana bendera Belanda ditanam oleh flankeur Ligtvoet. Namun pasukan Padri menyerang lagi dan memukul Kolone Steenbergen.
Pada bagian lain, pasukan Belanda di bawah komado Letnan Polandia berhasil mempertahankan wilayah Rao, tetapi pasukan Padri dipimpin Tuanku Tambusai berhasil mengepungnya di Benteng Amerongen. Pendudukan bertahan selama sebulan, tetapi ketika ada kekurangan makanan dan kelaparan yang menunggu tidak ada pilihan dan mereka harus berusaha melewati musuh.