Raaff sendiri meninggal dunia secara mendadak di Padang pada l 17 April 1824 setelah sebelumnya mengalami demam tinggi.
Satu-satunya keberhasilan yang berarti pada  pada masa Raaff  adalah diadakan perjanjian antara Belanda dan Paderi yang diwakili oleh Tuanku Hitam (Tuanku Nan Itam) dan Tuanku Nan Tinggi, dengan perantaraan Van den Berg, ditandatangani pada 22 Januari 1824 di Masang.
Ridder de Stuers memuat naskah perjanjian itu dalam bukunya "Vestiging en Uitbreiding van het Nederlandsch Gezag ter Sumatra's Westkust" seperempat abad kemudian.
Perjanjian ini, isinya terlalu berat sebelah dan mengabulkan praktis semua yang diinginkan Belanda. Sedangkan untuk pihak Paderi sangat minim yang dikabulkan, namun penjanjian itu dalam realitasnya sudah disetujui oleh wakil Padri.
Isi penting perjanjian itu adalah:
1) Pemerintah Belanda di Batusangkar, Suroaso, Padangganting, Bukittinggi dan Guguk Sigandang berjanji akan melindungi semua pedagang Paderi yang dalam perjalanan, juga yang berada di Padang dan Pariaman
2) Pemerintah Belanda akan mengakui para pemimpin Padri yang berkuasa di Lintau, Limapuluh Kota, Talawi dan Agam. Akan menghormati mereka dan berjanji akan hidup damai dengan mereka dan rakyat di bawah kekuasaan mereka.
Sebaliknya, Pemerintah Belanda mengharapkan:
1) Agar pemimpin-pemimpin Pidari di Lintau, Limapuluh Kota, Agam dan Talaweh, tidak mengganggu para pedagang yang akan memasuki daerah mereka
 2) Para pemimpin kaum Pidari akan berusaha mencegah serangan-serangan dari golongan mereka terhadap kampung0kampung yang berpenduduk bukan Pidari. Sebaliknya, Pemerintah Belanda akan mencegah segala serangan golongan bukan Paderi terhadap kampung-kampung Pidari.
3) Kalau ada orang-orang pengacau dan membuat kesalahan di daerah Paderi, mereka diserahkan kepada Belanda.