Konflik bersenjata pertama secara terbuka antara tentara Belanda dan Kaum Padri terjadi, ketika tentara Belanda  dipimpin Kapten Diennema Goffinet  atas perintah Residen James du Puy menyerang Semawang dan Sulit Air pada 28 April 1821. Serangan tentara Belanda dapat dipukul mundur. Meskipun Semawang berhasil diduduki tentara Belanda.
Begitu juga dengan serangan militer pada Agustus 1821 terhadap Nagaru Simabur Luhak di Tanah Datar pada Agustus 1821 tidak bisa menembus pertahanan Kaum Padri. Â Tidak ada catatan yang saya temukan terkait korban jatuh baik di pihak Belanda, maupun Padri.
Melihat dua percobaan serangan gagal, maka Belanda menganggap diperlukan pasukan yang lebih kuat dengan komandan yang pangkatnya lebih tinggi. Pada 8 Desember 1821 mendarat di Kota Padang Letnan Kolonel Antoine Theodore  Raaf dengan kekuatan 494 serdadu, lima pucuk meriam, 30 ribu peluru dan 800 batu api.
Sebagai catatan, Raaff adalah  seorang alumni Akademi Militer St. Cyr Prancis sebelum kemudian dia terlibat dalam Perang  Napoleon di Jerman. Karena dianggap brilian pandai,  kemudian dipindahkan dinas ke Ketentaraan Hindia Belanda dan langsung ditugaskan menghadapi Padri.
Strategi Raaff menyerang lebih dahulu kawasan Tanah Datar yang dianggap basis tentara Padri. Hitungan jika Tanah Datar dan pasukan Padri yang dipimpin Tuanku Lintau ditaklukan, maka Kaum Padri di daerah lain akan tunduk.
Belanda tidak menyadari bahwa sistem sosial yang ada di masyarakat Sumatera Barat (dan sebetulnya juga di Aceh) bersifat "federasi", di mana Kerajaan Pagaruyung hanya simbol, sementara nagari-nagari adalah daerah otonom. Menaklukan suatu daerah yang dianggap pusat, bukanlah berarti daerah yang bukan pusat tunduk.Â
Pertempuran pecah pada 4 Maret 1822 di Pagaruyung, bekas Ibu Kota Kerajaan Minangkabau, tentara Padri mengundurkan diri ke lawasan Lintau setelah memberikan perlawanan. Belanda kemudin mendirikan Benteng Van Der Capellen di kawasan ini (yang kelak bernama Batusangkar), salah satu benteng pertama yang dibangun.
Raaff menyerang Lintau pada 17 Maret 1822. Tentara Belanda bertolak dari Tanjung Berulak dan Air Batumbuk arah Timur Laut Batusangkar. Masalahnya Nagari Air Batumbuk dipisahkan oleh sebuah bukit dan dataran rendah dari Nagari Lintau, mempunyai bentang alam yang sulit. Walau jaraknya hanya 37 kilometer dari benteng Belanda.
Antara bukit dan dataran rendah itu ada jalan kecil  yang diait bukit terjal.  Kaum Padri memusatkan pertahanan di jalan kecil strategis itu dan berhasil memukul mundur pasukan Raaf.
Raaff kemudian mengalihkan sasaran ke bagian utara Tanah Datar. Pada Mei 1822, seluruh wilayah antara Nagari Rao-rao dan Nagari Tabek Patah dapat dikuasai Tentara Belanda. Tempat-tempat pembuatan kerajinan besi dan senjata di Nagari Salimpaung dan Nagari Supayang juga dihancurkan.
Langkah selanjutnya Raaff meyerbu Tanjung Alam karena Limapuluh Kota bisa diamati*dari tempat yang tinggi itu. Di kawasan ini Raaf, dan ia mendirikan posnya untuk menghadapi kaum Paderi dari lembah. Namun Serangan Paderi dari berbagai sisi terus berlanjut.