Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Perang Kongsi Tionghoa-Belanda di Montrado-Mandor Abad 19

24 Maret 2021   22:44 Diperbarui: 24 Maret 2021   23:07 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada  3 Januari 1885, sebuah patroli pengintai diserang di dekat Mamie dan harus mundur. Selama serangan ini, Kapten infanteri A.J. Tengbergen terluka. Tiga hari kemudian  di dekat Theo Toe Kong, sebuah patroli dengan kekuatan  30 orang dipimpin oleh letnan satu L.T.H. Cranen berhadapan dengan  "geng" yang sama. Dalam pertempuran, Sersan Eropa A.H. Schwartz tewas dan komandan patroli serta tiga orang Eropa terluka.

Setelah patroli Belanda beberapa kali dipukul mundur dengan kerugian besar, orang Tionghoa menjadi lebih gegabah dan berulang kali menyerang angkutan pemasok logistik antara Ko Phiang dan Mandor.

Dalam sebuah serangan pada 20 Januari 1885 dua orang tewas di pihak Belanda, yaitu penembak jitu berkebangsaan Eropa bernama Schoonheere dan penembak jitu pribumi bernama Bangulung, serta  serdadu terluka. Serangan berikutnya terjadi pada 24 Januari 1885,  di mana penembak Eropa Ramel  terbunuh dalam pertempuran.

Pada 25 Januari, konvoi kembali diserang. Selama serangan ini Kopral Eropa De Bruyn, penembak Eropa Segalas dan penembak pribumi Batong tewas.  Sementara penembak pribumi Inan terluka parah dan meninggal.  Konvoi juga kehilangan Letnan satu E. van Dijk tewas karena cuaca buruk.

Pasukan kongsi menyerang Kapal Uap Emanuel yang sedang dalam perjalanan dari Pontianak ke Mentidoeng, Serdadu pribumi  Simul terluka dan  jatuh ke Sungai Mempawah dan  mati tenggelam.

F. van Braam Morris, Pengawas Distrik Mempawah datang dengan  satu detasemen tentara, didampingi oleh beberapa orang Dayak. Mereka mencoba merebut kembali pos terdepan di Mentidung yang telah ditinggalkan pada  27 Januari dan kini dikuasai oleh Tiongkok.  

Upaya itu gagal dan seorang pejabat Belanda bernama  Van Braam Morris tewas. Serdadu Eropa bernama Zuurveen terluka parah dan meninggal 7 Februari. Sementara serdadu pribumi bernama  Sajat juga terluka.

Pada  3 Februari 1885, sebuah survei dari Mandor ke Theo Toe Kong dilakukan dengan sebuah kolone dengan  100 serdadu dengan  bayonet dan dua mortir. Seperempat jam perjalanan dari Theo Toe Kong, konvoi itu ditembaki dengan hebat dari sebuah benteng di hutan. Serdadu pribumi May terluka parah dan kemudian meninggal. Namun akhirnya pemberontakan bisa diakhiri.

Untuk mengenang jatuhnya pemberontakan Mandor pada 1889, pemerintah kolonial Belanda mendirikan semacam tugu peringatan di Pontianak. Di tugu itu dituliskan nama-nama korban di pihak Belanda.

  1. Kontrolir F. van Braam Morris, tewas di Mentidung  5 Februari 1885.
  2. Letnan satu infantri ,E. Van Dijk  tewas di Mandor, 25 Juni 1885.
  3. Kontrolir J.C de Rijk, tewas di Mandor 23 Oktober 1884.

Juga disebut nama korban Belanda dalam pertempuran di kalangan bawahan.

  1. Sersan Schwartz, Kopral de Bruyn.
  2. Serdadu bersenapan Van den Berg, Ramel, Schoonheere, Segalas, Zuurveen, Bangulung, Batong, Inan, Simoel, Mei.

Tidak diketahui berapa jumlah korban di pihak Tionghoa dan Dayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun