Bagaimana dengan iklan? Sama saja industri televisi juga menggiring anak-anak jadi obyek industri (kapitalisme). Sutupo dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret mengungkapkan  munculnya anak-anak dalam iklan komersial dewasa ini tidak hanya dalam iklan produk konsumsi anak-anak. Anak-anak tampil menggelitik dalam iklan-iklan yang secara tidak langsung menawarkan produk yang bukan konsumsi primer anak-anak. Iklan-iklan tersebut misalnya, iklan produk elektronik, iklan mobil, iklan pembersih lantai, iklan perumahan, iklan pariwisata dan sebagainya (2)
Media cetak? Walah, sulit mencari media cetak untuk anak dengan berakhirnya era Bobo, Kawanku dan sebagainya. Pikiran Rakyat masih bagus punya Pe-er kecil, walau makin mengecil, dengan konten yang benar anak-anak. Cukup kompromi, menjelaskan soal dinosaurus, robot, tetapi juga menyedikan konten edukatif seperti budi pekerti. Seandainya setiap media cetak (yang masih bersisa), seminggu sekali menyedikan konten anak-anak.
Kalau nggak anak-anak harus apa dong? Kembali ke gadget? Â Sudah pikirannya dikonstruksi, dapat informasi tentang pornografi yang juga aktif diberitakan mainstream, hingga mereka penasaran mencarinya (saya juga menyoroti ini di Kompasiana), plus dapat kiriman via WA di gadget, nyambung daah. Belum lagi soal kekerasan, bullying.
Jadi masalahnya kematangan anak-anak sekarang itu dikonstruksi industri media (dengan melibatkan anak-anak pula), bukan karena salah teknologinya.
Irvan Sjafari
Catatan Kaki:
- https://infosurabaya.id/2019/07/17/adegan-sinetron-disebut-picu-kasus-bullying/ lihat juga Hanandya Primaskara "Kekerasan dalam Sinetron di Televisi" Skripsi Program tudi Ilmu Komunikasi di  Universitas Muhammadyah Surakarta, 2017
- Sutupo, "Wacana Kapitalis dalam Iklan Anak-anak di Media TV dan Persepsi Masyarakat Desa dalam Jurnal of Rural and Development, Volume 1 Nomor 1, Februari 2010