Ketua-ketua KOMII yang lain adalah Soegeng Sarjadi dari Universitas Padjadjaran yang waktu itu belum bergabung sebagai anggota HMI, Asmawi Zainul dari IKIP dan AP Sugiarto dari Universitas Parahyangan. Sekertaris Umum Hermanto Hs dari ITB dengan Sekertaris-sekertaris Anis Afif (Akademi Tekstil) dan Sadan Sapari dari Universitas Pasundan. Tiga bendahara adalah R. Hasoni dari AKMI, I Gede Artika (APN) dan Tatang Haris dari Universitas Pantjasila.
Sehari sebelum Natal di tahun 1965 itu, Alex Rumondor yang bertemu seorang aktivis Gemsos, Bonar Siagian, menyampaikan ajakan untuk mengorganisir suatu pertemuan di antara para aktivis mahasiswa Bandung, karena menurut Alex sudah saatnya untuk mengambil tindakan-tindakan menghadapi perkembangan situasi.
Ajakan serupa disampaikan Alex kepada Adi Sasono. Untuk itu, Alex menyiapkan suatu draft Petisi Amanat Rakyat, yang isinya menggugat langsung Soekarno, sikap politik maupun kebijakan ekonominya. Pertemuan tak dapat segera dilakukan karena berimpitnya libur-libur natal dan akhir tahun, yang bersamaan pula dengan bulan puasa.
Pertemuan yang direncanakan segera setelah perayaan akhir tahun, ternyata baru bisa berlangsung 8 Januari 1966. Di antara yang hadir tercatat nama-nama seperti Rahman Tolleng dan Muslimin Nasution, dua orang yang dulu terkait Peristiwa 10 Mei 1963. Lalu ada Rachmat Witoelar yang adalah Ketua KOMII. Hadir pula sejumlah aktivis yang berlatar belakang HMI seperti Bagir Manan dan Iwan Sjarif.
Nama-nama lain adalah Soegeng Sarjadi yang belakangan diajak bergabung sebagai anggota HMI, Erna Walinono, Fred Hehuwat, Rohali Sani, Jakob Tobing, Robby Sutrisno, Rudianto Ramelan, Aswar Aly, Hasjroel Moechtar dan Mangaradja Odjak Edward Siagian yang juga adalah seorang perwira cadangan jalur wajib militer.
Latar belakang para mahasiswa ini beragam, Â ada yang dari organisasi-organisasi mahasiswa lokal yang menjadi cikal bakal Somal, Pelmasi, Mahasiswa Pantjasila sampai yang berhaluan independen. Begitu juga tiga pencetus awal, yakni Alex Rumondor, Bonar Siagian dan Adi Sasono, punya latar belakang berbeda.
Alex adalah tokoh IPMI yang berlatar belakang Kristen, yang berapa tulisannya saya kutip di "Kompasiana" berkaitan dengan kemahasiswaan di Bandung. Bonar berlatar belakang sosialis anggota Gemsos, serta Adi Sasono seorang tokoh HMI namun dikenal punya kecenderungan pemikiran sosialistis. Sementara Adi adalah cucu seorang tokoh Masyumi yang termasyhur, Mohammad Roem.
Namun yang dominan sebetulnya adalah mahasiswa-mahasiswa tanpa latar belakang pemikiran politik sama sekali seperti misalnya Erna Walinono --belakangan dikenal sebagai Erna Witoelar-- mahasiswi yang terselip di antara aktivis yang umumnya mahasiswa putera.
Di kota Bandung, aksi mereka tak kalah dengan Jakarta. Misalnya saja pada Kamis, 14 Januari 1966 terjadi demonstrasi di Kota Bandung yang melibatkan puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Mereka menuntut agar PKI dibubarkan, agar menteri yang tidak bevoeg diretool , agar wartawan-wartawan Peking diusir dari Indonesia. Mereka menempelkan plat-plakat tersebut di mobil yang mereka stop. Tuntutan itu mereka cetusan dalam pernyataan kepada Presiden lewat Wali Kota Bandung dan Gubernur (Pikiran Rakjat, 15 Januari 1966).
Di jalan mereka meneriakan: "Bubarkan PKI, Ritul Kabinet Dwikora, Turunkan harga beras, Lapar! Bosan dengar pidato, Turunkan harga Buku! Rakyat butuh beras bukan monument! Jangan coba-coba mengalihkan perhatian dari Gestok (Gerakan Satu Oktober) dengan menaikan harga. Usir wartawan Peking. Adanya demonstrasi mahasiswa ini membuat para pengusaha menutup tokonya masing-masing".