Kami di Titanium sudah menggunakan robot membajak sawah. Jadi bisa lebih banyak sawah atau ladang untuk digarap. Petani jadi operator dan menangani hal penting. Masyarakat di Titanium efesien.Â
Aku juga mengajarkan orang-orang di Cupu Mandalayu membuat kolam ikan lebih efesien daripada yang mereka jalanan, menyimpan persedian air alau terjadi musim kemarau.
Karena bibit unggulan tanda-tanda padi akan tumbuh terasa dalam dua minggu pertama. Warga tampak gembira. Â Berarti mereka tidak aan kelaparan, karena semakin sulit membawa makanan dari luar. Â Ini sesuai dengan keinginan Purbasari bahwa masyarakat Pasir Batang itu membutuhkan lebih dulu ketahanan pangan dan sandang.Â
Di luar soal pangan, aku dan Purbasari, kadang dengan Purbaleuwih  membicarakan masyarakat yang akan dibangunnya.
Prinsipnya, dia hanya melanjutkan tata pemerintahan dan tata sosial dari ayahnya. Menurut dia sederhana saja, setiap orang ambil sesuai kebutuhannya, jangan serakah. Â Kalau ke hutan, jangan menembang kalau tidak perlu. Ambil kayu yang sudah jatuh untuk kayu bakar. Dia juga ingin mempertahankan hutan larangan, hal yang sudah dilanggar orang orang-orang Purbararang, terutama setelah kedatangan orang-orang dari luar yang semain banyak.
Menurut telik sandi orang-orang luar sejak dua tahun terakhir mulai dominan. Mereka bangun semacam produksi pakaian secara masal dan makanan, tetapi lebih banyak untuk orang asing dan elite di lingungan Purbararang. Rakyatnya tetap miskin dan banyak yang melarikan diri ke Cupu Mandalayu.
Aku bertemu kembali dengan Gigin, yang mengungsi bersama orangtuanya. Mereka terancam, karena pernah melawan.
Dadung Baladewa dan anak-anak sebayanya aku ajarkan membaca dan kuajarkan ilmu pertanian, yang datanya aku bawa di tablet virtual mereka teheran-heran. Apalagi mereka tak perlu ambil kayu bakar lagi karena aku punya baterai energi matahari untuk memasak hingga mengalirkan air, tentunya.
Hubungan aku dengan Purbasari jadi dekat tentunya. Kami saling tidak peduli keadaan fisik kami. Hidup dalam kepungan membuat interaksi antar manusia di Cupu Mandalayu makin dekat. Rupanya manusia bisa bersatu kalau senasib. Tentunya dengan pemimpin bijak, seperti Purbasari.
Pemimpin bijak tidak mengenal gender.  Laki-laki dan  perempuan sama-sama bisa menjadi pemimpin bijaksana, humanis, tatapi juga bisa jadi zalim, menghalalkan segala cara untu tujuannya.  Kehancuran Bumi nenek moyang kami dulu, karena terlalu banyaknya pemimpin yang serakah, menghabiskan sumber daya tanpa memikirkan keberlanjutannya.
Purbasari memikirkan keberlanjutan kehidupan dengan mengajaran rakyatnya mengambil secukupnya. Sementara Purbararang kesan aku mengartikan keberlanjutan itu dengan ekspansi dan imprealisme. Mungkin karena orang-orang asing itu menjadi penasehatnya.