Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (5)

17 September 2020   11:34 Diperbarui: 17 September 2020   11:45 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.penuliscilik.com/story-telling-pendek-dan-mudah-dihafal-lutung-kasarung/

LIMA

Bunyi kokok ayam membuatku terbangun. Hal yang tidak pernah aku dengar di Titanium.  Aku beringsut dari bale-bale kamarku. Hawa dingin menyengat masuk kulit, karena aku mengenakan pakaian ganti warga Pasir Batang yang tipis.  Aku juga memakain kain melindungi bagian bawah.

Sebetulnya aku bisa saja pakai baju warga koloni. Tapi aku tak ingin tampak aneh dibanding warga Pasir Batang lainnya.

Lalu aku keluar mencari tempat air untuk salat Subuh, Hari masih gelap, tetapi sebentar lagi fajar tiba.  Untung sudah terbiasa dengan air dingin. Lagi pula  airnya sehat. Setelah mandi aku berwudu dan salat di atas sehelai kain yang aku bawa di ranselku.

Lalu aku berpakaian dengan pakaian yang disediakan Purbasari. Ransel aku bawa, begitu juga senjata high voltase.  Purbasari sudah menunggu dengan tiga pengawalnya dengan kuda.  Dua orang pria dan seorang perempuan yang sebaya dengan dia. Takjub juga aku pada masa sejarah nenek moyang kami ada prajurit perempuan, cerita sejarah di perpustakaan virtual Preanger Satu benar.

Lalu kami berkuda melewati punggung gunung, melewati matahari terbit. Berhenti sebentar untuk sarapan di sebuah kedai.  Kami menyamar hingga warga menganggap kami pengembara biasa.  Perjalanan terus dilanjutkan. Kompas virtual yang aku bawa menunjukan menjelang tengah hari kami sampai di gunung tempat pesawat aku mendarat.

"Alat dari kahyangan itu lebih tepat dari peta kami," ujar Purbasari takjub.

"Namanya saja Dewa Tuan Putri," kata salah seorang pengawal.

Kami tiba di tempat pesawat mendarat.  Purbasari dan pengawalnya takjub. Kemudian aku membua pesawat dan mengambil berapa kantung bibit padi,  pupuk organik yang sudah dibekukan, serta perbekalan makanan.

"Banyak juga!" ucap Purbasari.

"Untuk makanan rakyatmu nanti sebelum padi tumbuh. Tolong bantu angkut ke kuda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun