"Enaknya diapakan lutung keparat ini, yang menganggu kerajaanku." Purbararang geram.
"Buang ke Hutan  Cupu Mandalayu. Biar dia bertemu Purbasari. Siapa tahu berjodoh. Wujud mereka hampir sama." Suara Indrajaya diikuti tawa Purbararang dan Nyi Ronde.
"Kakang Indrajaya, tahu apa yang dipikirkan aku," sahut Purbararang.
"Sebelumnya kita tunjukan pada dia, siapa kita. Bawa dia untuk mengadakan serangan ke pemberontak yang ada  di Kulon." Suara Purbaendah terdengar sedikit kejam. Tapi aku merasakan, dia ingin mengujiku
"Badannya bau, biar dimandikan dulu. Lalu kasih makan seperti lutung!" ucap Indrajaya.
Purbararang setuju. Tiga pengawal berkulit putih menyeretku. Mereka tentara bayaran. Â Lalu melemparku ke dalam kolam. Purbaendah menyaksikan dengan antusias dan melempar aku dengan kain. Â Aku mengambilnya dan melap badanku.
Pakaian aku diganti dengan pakaian rakyat negeri ini. Lalu aku digiring ke ruangan lain, melewati sebuah ruangan. Di sana ada beberapa orang bergeletakan. Tubuh mereka hangus. Aku menduga kena senjata api dari orang Atlantis dulu yang masih tersisa. Â Ada lagi mayat orang digantung. Â Pemberontak yang dikalahkan. Mereka benar-benar kejam. Â Entah Purbararang kejam atau pengaruh gerombolan orang asing ini.
Aku dimasukan ke dalam kerangkeng. Â Purbaendah melempar berapa pisang dan buah mangga yang sudah dikupas dengan tangkas aku tangkap karena jatuh akan kotor. Lalu aku makan dengan lahap. Aku disamakan dengan monyet.
Purbararang kemudian datang dengan Indrajaya. Â "Kamu mau memelihara lutung ini, jijik." Suara Indrajaya. Lagi-lagi dia.
Purbaendah tak menjawab. "Bawa dia dengan pasukanku."
"Kamu mau memimpin penyerangan ke negeri Kabandung?"