Biasanya dia buat janji kalau ingin datang. Â Aku lagi bersama seorang keponakanku, ketika membukakan pintu. Aku terperanjat bukan main. Dia tidak lagi pemuda gagah dan tampan seperti tiga bulan lalu kutemui. Â Tubuhnya dipenuhi bulu lebat bahkan hingga wajahnya.
"Astagfirullah, kenapa kamu?" tanyaku.
Guru mencium tanganku. Dia menangis dan menyilakannya duduk.
"Salah aku melewati perbatasan sendirian. Aku menjelajahi sebuah hutan yang penuh buah berwarna merah menyala, menarik. Aku mencicipinya dan ternyata enak. Aku makan lagi...."
"Kan itu terlarang bagi kita, makan sembarangan, kalau tidak diizinkan Badan Kesehatan Preanger?" Aku merasa terkejut, anak itu rasa ingin tahunya besar.
Dia bercerita, rupanya itu reaksi tubuhnya. Â Para dokter masih menelitinya, dia diberikan obat anti alergi. Namun belum berhasil.
"Sudah berapa lama?"
"Sebulan ini Ambu Dayang."
Kasus ini tidak dipublikasikan karena dewan khawatir Guru Minda akan dibully. Â Apalagi dia pengkhayal. Â Tanpa diberitakan dia juga sudah jadi bahan olok-olok.
"Saya sering dibully Ambu Dayang Sumbi, dikatakan mirip mahluk gua yang diceritakan dan digambarkan oleh Kang Mamo dan cerita Ambu," Guru Minda mengutarakan curahan hatinya. "Rasanya aku ingin ke planet itu dan berkumpul dengan sesama aku," ujar Guru.
"Di sana peradabannya di bawah kita, masa anjeun mau ke sana? Harus hidup berburu, belum lagi penyakit dan cuacanya beda, kamu belum tentu bisa adaptasi."