Dari sini Yura sudah digambarkan punya semangat mandiri. Dia juga menerima Tian, karena keputusannya sendiri dan mendapatkan akibat dari keputusannya. Apa dia menyesali? Mungkin, tetapi Yura di sini tegar.
Saya melihat Hanung sekalipun terinspirasi, tetapi juga revisionis dalam mereposisi karakter perempuan dalam film ini lebih baik dan lebih "feminis".Â
Juga pada sosok adiknya Indah, yang ingin keluar sekolah juga dan lebih memihak ayah dari ibu kandungnya yang dianggapnya zalim dalam bersikap. Bahkan sosok ibu Oka yang begitu toleran dan tidak hitam terhadap perempuan yang melahirkan anak di luar menikah.
Yura digambarkan juga naik sepeda motor dan dalam sebuah adegan diceritakan berani berangkat dari Yogyakarta ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, tetapi Oka berkeras mengantarkannya. Yura bukanlah Cinderella yang menanti pangeran kaya raya yang menyelamatkannya, seperti rumusan sinetron, Telenovella hingga cerita Bollywood.Â
Walaupun Yura mendapatkan "pangeran"-nya, tetapi itu atas keputusan dia dan bukan atas pertimbangan materi. Hanung dan Pandhu telah melakukan revisi dan keluar dari jerat citra sinteron 1990-an yang hanya pamer kekayaan.
Bahwa film ini juga menjual air mata. Iya, tetapi tidak lagi lebay. Malah yang membuat air mata saya jatuh ialah ketika Yura menyanyikan lagu "Ayah" karya Rinto Harahap, sementara ayah yang stroke dipapah ibu dan adiknya menyaksikan, bersama Oka dan Tian.
Begitu juga ketika Yura kedua kalinya mendapatkan kemalangan, lagu "Merpati Putih" yang jadi soundtrack film "Badai Pasti Berlalu" begitu mengiris. Semua adegan sedih ditempatkan dengan wajar.
Aplaus buat Hanung mau menghadirkan Ari Wibowo dan Feby Febiola idola 1990-an yang juga pemain sinetron "Tersanjung", menjadi romantis historis. Namun yang bermain paling mengesankan ialah Nugie menjadi musisi yang redup karirnya, kena stroke lagi.
Bahwa film ini juga potensi untuk ada sekuelnya, iya, dalam beberapa adegan isyarat itu diberikan. Saya berharap dalam sekuelnya nanti, konsistensi karakter Yura dan yang lainnya tetap dipertahankan.
Secara keseluruhan "Tersanjung The Movie" patut diapresiasi, bukan saja memberikan semangat milenial seperti yang dikatakan Febiola dalam jumpa pers, tetapi juga rasa baru. Bahkan bagi yang tidak pernah menonton sinetronnya juga tetap asyik diikuti.
Untuk Kompasianer 8/10. Kemungkinan berpotensi mendapat berapa nominasi dalam berapa kategori dalam ajang penghargaan film mendatang.