Untuk membujuk insiyur itu mau membangun seorang perempuan bernama Alla mendekatinya dan bangunan itu selesai pada waktunya.  Indra kecewa, ternyata adalah istri dari Sumantri  penasehat hukum dari yayasan itu. Kekecewaanya dilampiaskan dengan berburu burung di pantai dengan senapan buatan Prancis, walau tak satu pun burung kena.
Kisah patah hati ini ditutup dengan kalimat-kalimat:Â
"Dia sering berbicara dengan burung-burung, sering berbicara kepada dirinya sendiri, sering berbisik-bisik pada laut. Dan hanya pernah menangis di antara deburan ombak yang membanting di pantai. Tetapi ia seorang pembangun yang hasil karyanya berbicara banyak kepada laut di depannya."
Cerpen ini mengisyaratkan perubahan sosial yang terjadi akibat munculnya kaum terdidik dari perguruan tinggi, yang saya sebut sebagai "neo menak". Indra lulusan teknik sipil, Sumantri lulusan hukum dan Alia juga mungkin orang terdidik.
Kedua, perempuan diceritakan tidak lagi dikukung, tetapi juga dinamis. Â Tati Pinowati , aktivis pers mahasiswa Bandung dalam tulisannya "Mahasiswa Puteri" dalam Pikiran Rakjat, 22 Juni 1965 membenarkan hal itu. Â Di satu sisi dia menulis:
"Wanita tidak lagi dikukung seperti zaman dahulu, tetapi sudah bergerak di segala lapangan berdampingan dengan kaum pria, akrab dengan romantika, dinamika dan dialetika revolusi."
Tati juga menyinggung, bahwa wanita terdidik tidak boleh melupakan sebagai ibu rumah tangga yang halus bisa membina kebahagian atas dasar cinta kasih pada sang suami.
"Khususnya kepada mahasiswi di samping sibuk menghadapi studinya dan organisasinya, Â tidak lupa memelihara kesehatan dan kecantikannya..."
Pada bagian lain Tati mendefinisikan kecantikan, "Arti kecantikan di sini tidak terbatas pada bentuk muka dan wajah, tetapi juga dalam tata cara membawakan diri dalam kepribadiannya..Pakaian yang dipakai harus cocok dengan tipe kita...bermake up jangan terlalu menyolok, cukup memberi kesegaran pada wajah dan pribadi kita." Â Konsep brain, beauty dan behavior untuk perempuan pada masa itu.
Namun yang terpenting Kota Bandung hingga masa itu masih merupakan kota yang berhawa sejuk, nyaman ditinggali, ruang hidup masih layak bagi warganya. Bahkan sebetulnya sampai sampai saya alami ketika masih kecil, berlibur di sana pada 1970-an hingga 1990-an awal.