Habibie dalam dialognya dengan Ainun dalam pesta itu menjadikannya perumpamaan: "Jangan meremehkan hal yang kecil, gedung aula ini dibangun dari sebutir pasir".
Pesta perpisahan dengan dansa menjadi tren kehidupan anak muda kalangan terpelajar, mulai siswa SMA hingga mahasiswa dengan iringan musik bernuansa rock n roll. Saya benar dibawa ke masa itu lengkap dengan kostumnya.
Cerita tentang anak SMA masa itu semakin lengkap dengan adegan pertandingan kasti, di mana Ainun menjadi penyelamat timnya. Pada masa itu pertandingan olahraga memakai rok adalah hal yang biasa dan kasti adalah olahraga populer masa itu.
Ibu saya pernah sekolah di SMP Santa Ursula dan SAA Bandung membenarkan hal itu. Sebagai catatan orang berada masa itu lebih suka anaknay di sekolah swasta (Katolik/Kristen) karena masa itu sekolah negeri kualitasnya belum baik.
Tentu saja ada adegan Habibie (Reza Rahadian yang disulap dengan teknik CGI menjadi muda) menyebut Ainun sebagai gula Jawa, hitam dan jelek. Absurdnya, dia terpukau oleh permainan kasti Ainun.
Akhirnya pada pesta perpisahan, Habibie membuat pesawat terbang kertas dan melayangkannya hingga menyentuh Ainun. Gambaran cita-citanya. Manis.
Cerita bergulir mereka berpisah. Habibie kuliah di Jerman dan Ainun meneruskan sekolah di FKUI. Di bangku kuliah, Ainun mempunyai teman Arlis (Aghniny Haque) yang dalam kisah nyata adalah dr Arlis Sularto Reksoprodjo, spesialis penyakit dalam, Sularto (Kevin Ardilova). Mereka mengalami perploncoan seperti lazimnya mahasiswa masa itu.
Ada adegan yang menarik, ketika seorang mahasiswa senior menyuruh Sularto untuk keluar dari bangkunya karena dia ingin duduk di tempat itu. Ainun melawannya dengan duduk di lantai melawan tindakan sewenang-wenang itu, diikuti oleh kawan-kawannya tingkat satu.
Akhirnya dua mahasiswa senior itu malah diusir oleh dosennya orang Belanda dan terungkap mereka tidak naik naik tingkat. Waktu itu belum menggunakan sistem SKS, sekali gagal di sebuah mata kuliah harus mengulang keseluruhan alias tidak naik tingkat.
Ainun kemudian berkenalan dengan Ahmad (Jeffery Nichol) setelah menjalani uji tarung dengan Sularto yang ahli judo. Ahmad diceritakan jago jijutsu. Catatan kedua olahraga bela diri ini paling populer masa itu. Iklan di Pikiran Rakjat terbit 1950-an ada yang mengiklankan kursus Jijtsu. Â Â
Selanjutnya kisah Ainun dan Ahmad sebangun Rudy Habibie dengan Ilona menjadi salah satu inti cerita ini. Bedanya liku-liku mahasiswa kedokteran, yang staf pengajarnya luar biasa killer-nya. Begitu juga dengan banyak staf pengajar orang Belanda juga jadi berita di Pikiran Rakjat pada 1950-an juga pengembalian dosen asing itu (agar Indonesia mandiri, nasionalisme dan sebagainya)