KH Idham Chalid dan H Achmad Sjaichu terpilih sebagai Ketua dan Sekretaris Sidang dalam rapat paripurna, Minggu 7 Maret 1965. Â Sementara Dr Habbalah (Republik Persatuan Arab), Prof Hamid Achmad Khan (Pakistan), Al Hadji Jacob (Nigeria) Â dan Sjech Abdul Aziz (Arab Saudi) menjadi wakil ketua.
Beberapa poin yang dibicarakan dan dihasilkan dalam sidang KIAA antara lain Presiden Sukarno diberikan gelar pahlawan Islam dan kemerdekaan. Dukungan pemberian gelar tersebut dberikan wakil Aljazair  Ben Nabil Holil  dan wakil Srilanka H Baddurudin Mahmud.  Mereka menyebut Sukarno menganut Islam Revolusioner (6).
Masalah yang menjadi perdebatan sengit adalah menentang neo kolonialsme khsusnya menyangkut pembentukan Malaysia. Tetapi akhirnya diterima setelah peserta sidang juga menyatakan solidaritas terhadap perjuangan Arab  Palestina menghadapi Israel.  Kedua isu itu akhirnya disepakati sama pentingnya.  Selain itu dibicarakan juga soal Khasmir yang disepakati diserahkan pada rakyat Khasmir sendiri (7).
Bagi warga kota Bandung sendiri keberadaan KIAA menjadi atraksi hiburan.  Pada pembukaan Sabtu, 6 Maret 1965  digelar pawai besar yang diikuti 300 kelompok, mulai dari pelajar  Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi, ormas pemuda, Pramuka, Hansip, hingga angkatan bersenjata.  Panjangnya pawai dilaporkan sepanjang 15 kilometer berangkat dari Lodaya, melalui Oto Iskandar Di Nata  dan berakhir di Tegallega.  Â
Pawai dimeriahkan oleh 50 drum band dari berbagai kota, termasuk drum band Muhammadyah dengan peserta 320 orang. Â Begitu komunitas motor, skuter, harly juga memeriahkan pembukaan. Â Yang menarik terdapat spanduk dari Front Katolik yang dibentangkan pelajar sekolah, mahasiswa hingga jururawat Katolik yang menyatakan: KIAA tidak hanya didukung umat Islam tetapi juga umat Katolik (8).
Selain acara konferensi, juga digelar lomba Tilawatil Quran yang diikuti negara-negara peserta KIAA. Sementara para peserta melangsung salat Jumat di Masjid, Alun-alun Bandung.
KIAA ditutup oleh Sukarno dalam rapat akbar di Gelora Bung Karno Jakarta yang dihadiri 100 ribu massa dan peserta delegasi pada 13 Maret 1965. Â Dalam pidatonya Sukarno mengatakan, "Kini sudah tiba waktunya, kita sebagai umat Islam bangkit kembali dan maju terus membebaskan diri dari penindasan dan penghisapan kaum neokolim dengan smemangat pantang mundur untuk menjadikan Islam pelopor bagi umat manusia (9).
KIAA Â sempat melahirkan sebuah organisasi islam bernama Organisasi Islam Asia Afrika atau OIAA. Organisasi ini berdiri dengan tujuan untuk menjalin ukhuwah silaturahim antar negara Islam Asia-Afrika. Achmad Syaikhu dipercaya menjadi Presiden Dewan Pusat OIAA. Sementara Kafrawi Ridwan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal OIAA (10).
Sayangnya, KIAA seperti halnya Konferensi Asia Afrika tidak pernah diadakan untuk kedua kalinya. Sejarah mencatat seharusnya Konferensi Asia Afrika ke II diadakan di Alajzair Juni 1965.  Namun ada  19 Juni 1965 Presiden Aljazair Ahmad Ben Bella digulingkan dalam kudeta yang dilancarkan oleh Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel Houari Boumedienne.
Mulanya KAA yang dijadwalkan pada 25 Juni tetap akan berlangsung.  Namun sebuah ledakan bom  di Aljazair diikuti dengan memburuknya hubungan RRC dan Uni Soviet membuat sejumlah pemimpin Asia, termasuk Sukarno menunda penyelanggaraan KAA ke II. Sayangnya, ditunda untuk selamanya. Â
Akhirnya KAA dan KIAA menjadi romantis historis di mana Kota Bandung berhasil menjadi tuan rumah  dalam peristiwa bersejarah dan menjadikannya sebagai kota konferensi paling terkemuka setidaknya  pada awal masa Republik Indonesia.