Keberanian sineas Indonesia dari Swan Production dengan sutradaranya Amanda Iswan menghadirkan film bertema zombie tetap harus diapresiasi. Sekalipun film bertajuk Zeta secara teknis maupun cerita masih di bawah film-film Hollywood, Â Eropa dan Korea yang lebih dulu memproduksi film yang kategorinya campuran horor fiksi ilmiah.
Paling tidak Zeta mampu memberikan ketegangan yang lumayan bagi penonton.  Setidaknya Amanda Iswan yang juga bertindak sebagai penulis skenario menyebutkan penyebab berkeliarannya mayat hidup yang buas dan agresif ini dengan penjelasan ilmiah, yaitu parasit yang menyerang bagian otak  agar ia berkembang biak. Â
Orang yang mekasukan parasit yang dibawa oleh  banjir ini karena mengkonsumsi air yang tercemar menjadi gila, agresif  dan akan menularkan nucleus lewat air liur lewat gigitan.  Sejumlah film hollywood mulai dari Dawn of Dead (2004), World War  Z (2013), I am Legend (2007), Resident Evil (2002),  film 28 Day Later dari Inggris, Train to Busan dari Korea dan Qarantine dari Spanyol mengungkapkan asal usul zombie adalah virus dan menular juga lewat gigitan. Hampir semua film bertema zombie melukiskan tatanan sosial di wilayah yang diserang runtuh.
Dalam Zeta, malapetaka dimulai dari sebuah SMA. Deon (Jeff Smith) dari keluarga broken home, di mana ayahnya Dr Richard Ross (Willem Bevers) dan ibunya Isma Kumala (Cut Mini) menjadi tempramen. Â Dia memukul teman sekelasnya karena mengejek ibunya. Akibatnya kawan itu dirawat di ruang UKS. Â Ternyata kawannya itu terinfeksi parasit dan menjadi zombie dan menularkan wabah dengan cepat. Â Bukan saja sekolah porak poranda, tetapi juga lingkungan sekitarnya.
Bandingkan dengan Dawn of Dead yang memulai malapetakanya di pagi hari di sebuah hunian dan World War Z di tengah kemacetan dan keadaan kota, Train to Busan di dalam kereta api. Â Hanya butuh beberapa jam keadaan menjadi chaos. Â Â
Dua film zombie yang disebut terakhir unik, karena zombienya bisa bergerak cepat, tidak seperti umumnya lambat. Sebenarnya zombie bergerak cepat ini dipelopori Danny Boyle sutradara 28 Day Later, yang saya anggap paling terbaik.
Dalam Zeta, Deon menyelamatkan ibunya yang menderita alzheimer di sebuah apartemen yang terkepung zombie. Â Sementara dalam World War Z, tokoh utamanya menyelamatkan keluarganya di tengah kepungan zombie. Pertarungan hidup dan mati disuguhkan dan soal penyebab zombie diselipkan dalam berapa adegan. Â Dalam World War Z, tokoh utamanya ditugaskan mencari serum ke berbagai penjuru dunia.Â
Sementara dalam Zeta, Dr Richard Ross dan petinggi militer Kolonel Vito (Joshua Pandelaki) Â mencari serum itu di apartemen tempat kediaman istrinya. Â Mereka bekerja sama dengan sebuah komunitas bawah tanah bernama Blue Rivers yang sudah memprediksi bakal ada serangan zombie.Â
Keberadaan komunitas ini membuat cerita Zeta berbeda dengan sejumlah film zombie dunia lainnya. Â Kemudian cerita bergulir, Deon dan ibunya bertemu Reza (Dimas Aditya) dan Reyhan (Edo Borne) yang punya agenda sendiri dengan para zombie itu. Â Apakah ibu dan anak ini bisa menyelamatkan diri dan serum bisa ditemukan adalah inti cerita dari Zeta.
Selain dari segi gagasan-harap dicatat Amanda Iswan adalah debutan dan masih menganggap dirinya belajar-saya memberikan poin pada Zeta. Â Dari segi departemen kasting hanya Cut Mini hanya menyelamatkan film ini dan bermain ciamik. Rasanya 2019 ini milik aktris ini, sejumlah film yang dibintangi beredar dalam waktu berdekatan.
Bayangkan seorang penderita alzheimer dengan lugunya ke luar dari persembunyiannya menuju ruangan penuh zombie membuat sensasi sendiri. Â Termasuk juga ke luar unit apartemen membuang sampah sesuai kebiasaanya dan melupakan ada zombie yang sewaktu-waktu menyergapnya. Ekspresi Cut Mini yang culun itu membuat anaknya gemas itu yang saya suka. Â Tidak apa, karena Resident Evil juga parade Mila Jovovich dan Brad Pitt terlalu menonjol di World War Z.
Akting pemain lain standar-standar saja, bahkan beberapa karakter mirip dengan bintang FTV, apalagi yang cameo. Jeff Smith memerankan seorang anak SMA jadi tokoh utamanya  tidak terlalu memuaskan. Mungkin  karena ingin mmengaet penonton muda, tokoh utamanya anak SMA.  Rating usianya 17 tahun.
Dari segi artistik para zombienya lumayan. Â Saya suka tim artistik mampu juga mengubah wajah bayi yang tertular parasit, mengenaskan sekaligus mengerikan. Â Untuk produksi pelopor soal zombie sineas Indonesia memang tidak perlu dituntut sama dengan film hollywood, ya budgetnya kan juga tidak sebanding.
Saya juga tahu sulitnya membuat Jakarta lenggang akibat serangan zombie. Seorang sutradara yang lebih senior dari Amanda juga punya keinginan buat film zombie menyebutkan, sulitnya membuat Jakarta hening seperti London dalam film 28 Day Later seusai "kemenangan" zombie. Tetapi mengapa harus Jakarta, ya? Mungkin karena pencemaran lingkungannya lebih kuat di ibu kota, seperti narasi di awal cerita Zeta: karma akan perbuatan manusia. Â
Zeta seperti film dari berbagai negara  bertema sama lainnya menjadikan zombie sebagai sasaran yang terpaksa dimusnahkan seperti main game yang ditunjukan oleh seorang kawan Deon di awal cerita.
Hampir semua film zombie, cara mematikannya ialah dengan merusak kepalanya (otak) dan ada juga ditembak atau ditusuk badannya, Â Zombie ada yang bergerak lambat dan ada yang bergerak cepat.
Bagi saya tetap jadi pertanyaan pada semua film zombie mengapa mereka tidak menyerang sesama zombie?
Walau dijelaskan dalam sejumlah film bahwa zombie bisa mencium penyakit dalam tubuh manusia, termasuk otaknya. Manusia yang tidak sehat tidak akan diserang, Â Itu dijelaskan dalam berapa film seperti World War Z dan Zeta. Â Lalu mengapa mereka hanya menyerang manusia, tidak binatang lain seperti sapi, kambing, ayam? Hanya karena manusia itu lebih sehat? Â Zombie juga tidak pernah digambarkan minum air. Padahal setiap mahluk hidup butuh air.
Secara keseluruhan film zombie kontemporer sudah lebih "ilmiah" dibandingkan cerita mayat hidup yang sekonyong-konyongnya bangkit dari kuburnya, seperti film zombie klasik. Â Ada yang dikaitkan dengan ritual seperti vodoo atau sebuah sekte setan seperti dalam film Pengabdi Setan.
Secara keseluruhan sebagai debutan upaya Amanda dan Studio Swan  membuat film zombie sudah baik. Ditunggu karya yang lain.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H