Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

1963, Berdirinya Perhimpunan Musik Bandung, Melejitnya Sam dan Acil (Bimbo)

3 Maret 2019   13:07 Diperbarui: 3 Maret 2019   16:03 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan pertunjukan musik di PIkiran Rakjat Bandung-foto; tim Audivisual Perpusnas

Sebanyak 26 orang memenuhi ruangan di gedung Jalan Naripan 2 B pada Jumat malam, 2 Agustus 1963. Mereka adalah musisi kota Bandung yang kerap tampil di pertunjukan besar seperti di Sport Hall Saparua, maupun di Hotel Grand Lembang, Hotel Grand Preanger, Hotel Homman, Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang, Karang Setra.

Empat jam sudah mereka berdebat untuk mendirikan sebuah persatuan musisi yang bertujuan untuk memperbaiki kedudukan sosial para anggotanya. Rapat yang dipimpin oleh Jim Espehana, seorang tokoh yang sudah dikenal di blantika musik Bandung. 

Di antara yang hadir terdapat nama Rudy Rosady dari Eka Jaya Combo, Tubagus Drajat dari band Cubana Ria, Iskandar dari Gita Remaja, Sam Kardjono dari band Dasa Ria, Mohammad Jasin (Nada Ketjana), serta dari RRI Djoehari dan Benny Pablo dari Salamony.

"Rapat ini untuk menghilangkan pertentangan dan persaingan antar band untuk perbaikan nasib,"ujar Jim Espehana dalam rapat.

Rapat akhirnya memutuskan menjadikan Tubagus Drajat sebagai ketua dan Jim Espehana sebagai wakilnya. Meskipun nama organisasi yang dibentuk belum diputuskan.

Nama Jim Espehana sudah dikenal di blantika musik Indonesia pada pertengahan 1950-an, ketika ia menjadi pemain bass bersama Bart Risakotta mendukung Nick Mamahit merilis album Sarinande dan dianggap sebagai tonggak rekaman musik jazz tanah air.

 Arief Yudhanto (2018) memberikan referensi menarik tentang musisi jazz di Bandung tahun 50 -- 60an adalah Eddy Karamoy (gitar), Joop Talahahu (saksofon tenor), Leo Massenggani, Benny Pablo, Dolf (saksofon), John Lepel (bass), Iskandar (gitar dan piano) dan Sadikin Zuchra (gitar dan piano). 

Pada 1953, Benny Pablo bersama Sadikin Zuhra dan Benny Cardo dan Iskandar membentuk band Gita Remaja di Bandung. Beberapa nama ini menjadi tokoh yang disebut memprakasai pertemuan di Naripan. Penyanyi jazz menjadi motor semangat persatuan ini.

Berdirinya Pemba

Seminggu kemudian pada 8 Agustus 1963 digelar pertemuan kedua yang menyepakati nama yang dipilih adalah Perhimpunan Musik Bandung (Pemba). Tubagus Drajat Martha dalam rapat itu mengemukakan tujuan organisasi tersebut untuk sebuah persatuan yang kekal dan memperat tali persaudaraan antara satu sama lain.

"Band-band di Bandung kini dalam suatu koordinasi yang diselenggarakan oleh Pemba," kata Drajat.

Pertemuan kedua memutuskan rencana kerja Pemba sebagai berikut; 

  1. Penetapan harga (honorarium) dari band-band yang bergabung
  2. Permintaan main rutin setiap minggu
  3. Pengiriman band ke luar daerah Bandung
  4. Berusaha dengan segala macam cara untuk mengirimband Pemba ke luar negeri
  5. Mengadakan hiburan setiap minggu dan setiap bulan serta usaha lain bersifat komersil

Ada pun susunan pengurusnya antara lain:

Ketua I: Tubagus Drajat Martha
Ketua II: Jim Espehana dan Salomony (Bhineka Ria)
Sekretaris I: Eddy Karamoy
Sekretaris II: Ibnu
Sekretaris III: Bret Goger (Rhapsodia)
Bendahara: Abdurahman (Irama Baru)
Wakil Bendahara: Tan Houw Kwa (Irama Togasa)

Seorang penulis musik bernama Eddy HS bertajuk "Organisasi Pemba: Perlukah Pendidikan Musik" di Pikiran Rakjat pada 3 Oktober 1963 mengungkapkan musik bukan hanya manifestasi kesadaran manusia akan hiburan, tetapi juga mempunyai potensi rohani yang tidak murah. Musik yang baik terdapat pada semua genre dan bukan hanya seriosa (anggapan orang awam masa itu).

"Pembentukan Pemba menarik perhatian di tengah pesatnya perkembangan musik hiburan dan ada kesadaran di kalangan musisi hiburan harus ada kerja sama dan gotong royong," ujar Eddy.

Dia menuturkan kehidupan musisi pada waktu itu kurang mendapatkan penghargaan. Pembentukan organisasi ini membuka pintu pengaduan bagi musisi yang malang nasibnya, musisi yang selama ini tidak punya orangtua untuk menyatakan harapan dan suka-dukanya.

Eddy mengingat ada masalah lain yang diabaikan Pemba, bukan saja kurangnya sekolah pendidikan musik yang bisa menuntun ke arah penggunaan seni musik, tetapi juga didorong kenyataan musisi remaja terlalu berambisi memegang instrument yang cakap.

"Musik bukan hanya soal perasaan saja, tetapi juga kecakapan teknis," ungkap Eddy.

Untuk itu dia mengusulkan Pemba memberikan semacam kuliah resmi dan memberikan diktat tertulis bagaimana menyusan accord, harmoni, koor, aransemen, fungsi setiap instrumen, warna suara (timbre). Pemba tidak hanya menghimpun dan menyalurkan band di Kota Bandung, tetapi juga menghilangkan "petualang" di kalangan musisi hiburan.

Frekuensi pertunjukkan musik di Kota Bandung pada 1963 begitu tinggi di tengah kesulitan ekonomi dan berbagai permasalahan sosial. Hasil riset saya pertunjukkan hiburan di sejumlah tempat di kota kembang itu antara Agustus hingga Oktober 1963 menunjukkan dominasi band-band tertentu.

Di Grand Preanger Hotel digelar pertunjukkan musik setiap Sabtu dan Minggu malam sekitar 20 pertunjukkan didominasi oleh Band Priangan dipimpin Benny Pablo berkoloborasi dengan Rudy Maskun dan penyanyi remaja, pemenang bintang radio Theresa Zen yang waktu itu disebut sebagai Lady crooner.

Diselingi dengan penampilan Bhineka Ria pimpan Solomony, serta Band Istana Ria (nama baru dari Cubana Ria karena nama Barat diminta pemerintah diganti) pimpinan Tubagus Drajat Martha. Tampil juga band dari Jakarta seperti Domingo Roda dan His Percussion dan Patti Sisterbersama band Zainal Combo, mulai populer masa itu.

Pertunjukan musik juga diadakan di Balai Pertemuan Sangkuriang yang umumnya kerap menampilkan Band Cresendo, Aneka Ria dan Eddy Karamoy, Serta Sangkar Ria-Karang Setra dengan band yang lebih bervariasi dengan genre beragam, tetapi populer pada 1960-an seperti twist dan chacha. Serta Grand Hotel Priangan.

Pada 24 Oktober 1963 Pemba memutuskan standar honorarium bergantung tempat dan waktu yang berlaku per 1 November 1963.

Grand Hotel Preanger dikenakan tarif termahal,sebesar Rp40 ribu dengan ekstra tambahan per jam Rp12.500 dan pertunjukan siang Rp30 ribu dan ekstra Rp12.500.

Bumi Sangkuriang tarif alam Rp25.000 dengan ekstra per jam Rp7.500, sementara siang hari dikenakan Rp15 ribu dan ekstra Rp5.000 per jam.

Karang Setra tarif malam Rp20 ribu dengan ekstra per jam Rp5.000 dan siang Rp15 ribu dengan ekstra Rp4.500 per jam.

Grand Hotel Lembang tarif malam 21.00 hingga jam dini hari Rp15 ribu dengan tambabhan ekstra Rp4.500 per jam. Pertunjukan siang hari Rp15 ribu dengan ekstra Rp4.000 per jam.

Dengan demikian pertama kali musisi Bandung mempunyai sebuah organisasi dan pertama kali mereka menyadari perlunya standar honorarium.

Band Aneka Nada di PIkiran Rakjat-Foto:Tim Audivisual Perpusnas.
Band Aneka Nada di PIkiran Rakjat-Foto:Tim Audivisual Perpusnas.
Aneka Nada

Pada minggu malam 10 September 1963 digelar pertunjukan musik di Sport Hall Saparua bertajuk "Pentas Nusantara RRI" . Yang menarik Band Aneka Nada, sebuah band remaja dari Bandung bertanding dengan band lebih senior dari Jakarta Zainal Combo.

Kedua band sama-sama menggunakan alat musik dari luar negeri mulai dari gitar hingga vibraphone dan tampil dengan gaya masing-masing. Aneka Nada dilukiskan sebagai pemuda yang tampan sementara Zainal Combo dengan Lady Croonernya.

Dalam "Perang Bintang " ini penonton tuan rumah begitu memihak dan terkesan pada penampilan Aneka Nada. Band ini sudah tujuh tahun berdiri dan kerap memenangkan kontes musik. Di antara personelnya terdapat nama Guntur Sukarno, putra dari Presiden RI.

Pimpinan Aneka Nada bernama Syamsudin, berusia 21 tahun, mahasiswa jurusan Seni Rupa ITB tingkat III. Personel lainnya di barisan penyanyi ialah Acil alias Dermawan baru saja lulus SMA dan akan memasuki Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Memed di Fakultas Sospol Unpad tahun ke II, Jessy juga di Jurusan Seni Rupa ITB Tahun ke II, serta Alfon baru lulus SMA.

Dua nama yang pertama kelak dikenal dalam blantika musik Indonesia sebagai Sam dan Acil Bimbo. Sam dn Acil awalnya tampil dalam Band Alulas pada akhir 1950-an. Band Alulas pernah masuk dapur rekaman dengan singlenya "Buka Pintu", "Helo Dayung," "Sepasang Mata Bola". Menurut Sumarsono (1998) Alulas ini cikal bakal Aneka Nada, karena nama Alulas berbau Barat.

Sementara di barisan instrumen terdapat nama Iwan, di posisi gitaris, mahasiswa ITB Jurusan Teknik Kimia tingkat III, Guntur di posisi gitar waktu itu mahasiswa Teknik Mesin ITB, Indradi mahasiswa Matematika, ITB, serta satu lagi juga bernama Iwan baru lulus SMA.

Selain Sam dan Acil dari Aneka Nada ini kelak dikenal nama Iwan Abdulrachman pencipta lagu "Melati dari Jayagiri".

Sumarsono (1998) juga menyebut Aneka Nada bersaing dengan Hot Jumper personelnya kebanyakan dari Ambon dan Manado, Rudi Rosady dengan El Dolores Combo.

Band Aneka Nada ini juga tampil dalam sebuah pertunjukan yang disebut Malam Baju Bodo juga medio September di Hotel Homman.

Aneka Nada adalah fenomena menarik dari sejarah musik Bandung yaitu keterlibatan mahasiswa dari perguruan tinggi terkemuka dalam blantika musik, dari kelompok sosial apa yang saya sebut sebagai "neo menak', yaitu mereka yang pernah kuliah dan lulusan perguruan tinggi yang marak di Bandung sejak pertengahan1950-an.

Yang menarik mereka mampu mengatur kuliah dan bermain musik dengan baik. Mereka menyatakan musik hanya hobi.

Catatan Musik Nasional Menjelang Akhir 1963
Di tengah semakin marak dan dinamisnya musik Indonesia muncul kabar mengejutkan, ketika Radio Republik Indonesia (RRI) mengeluarkan instruksi kepada semua RRI cabang untuk mencekal penyiaran lagu "Semalam di Malaya" yang dilantunkan oleh penyanyi kesayangan Kota Bandung yang hijrah ke Jakarta Sam Saimun dan Said Effendy.

Seperti yang dikutip dari Pikiran Rakjat 17 Oktober 1963, Lagu itu dituding terlalu memuja kemegahan Malaya-yang saat itu Indonesia sedang melakukan politik konfrontasi-seperti penyair yang melantunkan dendang asmara.

Bukan itu saja RRI juga melarang penyiaran penyanyi remaja Jakarta yang baru naik daun Diah Iskandar. Penyanyi itu dituding melakukan tiruan penyanyi Connie Francis, misalnya lagu "Bila ku lupa". Lagu bergaya twist. Penyanyi lainnya yang dilarang disiarkan ialah Ellya Agus (kelak menjadi Ellya Khadam) dituding menjiplak lagu India, misalnya lagu "Beban Asmara Hati". Keputusan yang aneh.

Diah Iskandar berakar di Bandung karena ia berdarah Sunda dan usianya belum 17 tahun (lahir 12 Februari 1947). "Bila Kulupa"sebetulnya juga judul album pertamanya. Dia mulai bernyanyi pada 1962 ketika masih duduk di bangku SMP dengan Band Arulan. Namun Diah tetap melaju.

Dia malah tampil di TVRI Stasiun Pusat Jakarta semenjak 1963. Setelah tampil dengan Band Arulan, Diah tampil bersama Band Mus Mualim dalam rangka proses berusaha menemukan dana untuk Ganefo.

Musisi muda lainnya yang dicekal ialah Koes bersaudara. Khusus Koes Bersaudara dalam pertunjukan malam gembira meminta honorarium terlalu tinggi sebesar Rp150 ribu. Hal ini dianggap menyinggung perasaan. Keputusan RRI  disebutkan sejajar dengan Komando Pimpinan Revolusi Indonesia dan kepribadian nasional Indonesia.

Irvan Sjafari

Sumber Primer
Pikiran Rakjat 3 Agustus 1963, 10 Agustus 1963, 16 Agustus 1963, 23 Agustus 1963,30 Agustus1963, 1 September 1963, 11 September 1963, 14 September 1963, 3 Oktober1963, 25 Oktober 1963 17 Oktober 1963, 18 Oktober 1963

Sumber sekunder
Sumarsono, Tatang, Sajadah Panjang Bimbo: 30 Tahun Perjalanan Kelompok Musik Religus, Bandung: Mizan, 1998
tokoh.id diakses pada 3 Maret 2019.
diah-iskandar.ka.web.id diakses 3 Maret 1963
djarumcoklat.com diakses 3 Maret 1963
Arief Yudhanto dalam ari3f.wordpress.com 3 Maret 1963
jakarta.go.id diakses 3 Maret 1963

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun