Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Foxtrot Six", Thriller Dystopia Rasa Hollywood

23 Februari 2019   22:14 Diperbarui: 23 Februari 2019   22:15 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan dalam Foxtrot Six-Foto: Kincir.

Ketika trailernya muncul di Youtube, saya termasuk yang menyambut baik kehadiran "Foxtrot Six".  Sekalipun saya menyadari bahwa penggarapan dan hasil film ini  masih di bawah Hollywod, setidaknya ada dua hal yang ditawarkan film yang besutan  Randy Korompis ini.  

Pertama,  tema dystopia (masa datang)  yang jarang  ditawarkan sineas Indonesia.  Setahu saya film dystopia Indonesia lainnya ialah  3: Alif lam Mim besutan Anggy Umbara (2015). Kedua seluruh dialog dalam  film ini menggunakan Bahasa Inggris, juga bukan hal baru, karena  Modus Anomali (2012) dari Joko Anwar  menggunakan dialog serupa.

Hanya saja memang kekayaan adegan laganya jauh lebih banyak dibanding film thriller Indonesia lainnya dan mengadaptasi  laga Hollywood  dengan teknik CGI-nya. Kalau mereka yang suka hiburan laga, Foxtrot Six bisa jadi alternatif dan tidak akan mengecewakan.

Pada 2031 dikisahkan Indonesia berada suatu rezim otoriter  dengan partai tunggal  Piranas didukung pasukannya dengan teknologi canggih.  Sang Presiden tidak sendirian tetapi dia didukung oleh seorang petinggi militer, seorang konglemerat bisnis hingga konglemerat media.  Memang menakutkan kalau pilar ke empat demokrasi sampai bisa terkooptasi kekuasaan. 

Angga (Oka Antara), seorang anggota dewan, mantan anggota marinir  dipanggil untuk menyelesaikan suatu krisis yang dihadapi Indonesia, yaitu ancaman revolusi sosial, rakyat kelaparan dan elit  politik malah berpesta pora.  Angga menawarkan suatu solusi yang baik,   tetapi malah ia masuk jebakan politik rezim itu dan dia dikihanati.

Cerita bergulir Angga bertemu dengan kelompok Reform, yang didirikan oleh pacarnya dua belas tahun lalu, mantan seorang jurnalis bernama Sari (Jullie  Estelle)  dan dia sudah punya puteri.  Kelompok ini juga melindungi presiden yang digulingkan oleh rezim itu.

Mereka mengetahui bahwa Rezim Parinas akan melakukan genosida dengan rekayasa yang mengkambinghitamkan kelompok  reformasi.  Angga merekrut  kawan-kawannya dulu, seperti  Tino (Arifin Putra), Oggi (Verdi Solaiman), Ethan (Miller Khan) dan Bara (Rio Dewanto). Karakter Ethan yang paling menarik, seorang vlogger esentrik.

Mereka dibantu juga oleh Spec (Chico Jheriko),  mantan  tentara yang bergabung  dengan reform.  Karakter ini tidak banyak bicara , namun piawai di lapangan. Jadi Mereka berenam dand disebut rubah dari buku dongeng yang diberikan Angga pada anaknya.

Apakah mereka berhasil   mengggagal rencana keji Rezim Piranas? Hal ini menjadi inti cerita film ini.  Mereka harus berhadapan dengan pasukan, salah  seorang di antaranya menggunakan teknologi pakaian kamuflase  hingga mesin tempur bernama Kodiak. 

Pertempuran antara keenam orang ini melawan pasukan Rezim Piranas  memang banyak mengadaptasi adegan laga Hollywood.  Kalau  disimak mulai dari  melawan  kelas prajurit hingga perwira sebangun dengan thriller film action Barat. Namun saya menikmatinya. Kisahnya juga  bertutur runtut .

 Oh,ya film ini masih menyisakan ending  yang menarik: yang tidak diduga dan hal ini relevan dengan situasi global sekarang.

Gambaran Indonesia masa mendatang: suram, kesenjangan sosial makin melebar,  sejumlah orang  menggunakan gawai canggih:  ponsel  cerdas tiga dimensi, mesin canggih pengingat jadwal yang digunakan anggota dewan.   Sinematografi  lumayan, saya suka bagaimana menyulap mal terbengkalai dan jadi markas reformasi.

Sayangnya tidak digambarkan bagaimana situasi global, apakah juga baik? Kemudian ceritanya juga  terlalu Jakarta sentris.  Apa daerah lain tidak bergolak?  Seperti ceritanya ada di dunia antah  berantah, di mana kekuatan untuk berkuasa  hanya  militer dan tidak ada kekuatan sipil? Tanggung.     

Dari segi akting  rata-rata bahkan sebagian di antaranya hambar. Mungkin film ini tidak menuntut  akting yang piawai.   Secara keseluruhan Fotrot Six  menjanjikan langkah maju film Indonesia

Irvan Sjafari 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun