Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1963, Solidaritas Bencana Gunung Agung

4 Februari 2019   20:07 Diperbarui: 6 Februari 2019   14:23 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Audiovisual pernas/Repro: Irvan Sjafari

Pada 17  Maret 1963, Gunung Agung di Pulau Bali meletus  dengan dahsyat.  Sekalipun kabar dampak letusannya terlambat menyebar,  tetapi dengan cepat menjadi headline sejumlah media massa menggeser Konfrontasi Malaysia dan Deklarasi Ekonomi  yang dicanangkan Pemerintahan Sukarno.

Tanda-tanda bencana mulai terasa pada 18 Februari 1963, ketika ada  kepulan asap yang membumbung dari puncak Gunung Agung.  Lahar mulai mengalir keluar pada 24 Februari.  Letusan itu memuntahkan lahar dan bebatuan hingga 8-10 kilometer ke udara.

Dalam konferensi pers di Surabaya, Sabtu 25 Maret 1963 Ketua PMI Jawa Timur Dr Angka Nitisasttro mengumumkan jumlah korban tewas mencapai 11 ribu orang (1),  yang dirawat di rumah sakit karena luka parah 150 orang dan 77 ribu orang diungsikan.  Sebanyak 33 ribu warga Bali belum tertolong karena tertutupnya akses jalan .

Angka menyebut ada sebuah desa bernama Sronggah yang  terletak  tak jauh dari Puri Bekasih berpenduduk sekitar 1900  jiwa.  Dari jumlah itu hanya  900 yang berhasil ditolong.  Desa-desa  sekitar Gunung  Agung terus dihujani abu dan kerikil sebesar  kepala .   Hujan besar membuat keadaan lebih  runyam dan membuat banjir besar.

"PMI sudah menyerahkan bantuan obat-obatan sebanyak 150 ton yang diangkut oleh pesawat AURI," kata Angka sehabis melakukan peninjauan ke Bali. 

Kerugian fisik lebih berat  lagi.  Sawah dan  ladang seluas 30 ribu hektare  mengalami kerusakan, serta puluhan ribu  ternak musnah.

Headline PIkiran Rakjat tentang letusan Gunung Agung-Foto: Audividual Pernas/repro Irvan Sjafari.
Headline PIkiran Rakjat tentang letusan Gunung Agung-Foto: Audividual Pernas/repro Irvan Sjafari.
Rakyat Jabar Tergugah    

Hanya selang  berapa hari  setelah ketahui secara luas, bencana Gunung Agung  ini menggugah hati nurani  para pejabat hingga rakyat jelata di Jawa Barat.  Padahal provinsi  ini baru saja dilanda bancana  bertubi-tubi,  seperti banjir besar  yang melanda Priangan Utara, wabah cacar yang belum juga  bisa diatasi,  hingga kehidupan ekonomi yang semakin sulit.    

Wakil Gubernur Jawa Barat Astrawinata  mengumumkan penyelenggaran Dompet Banjir di empat suratkabar  di Bandung, ditutup pada Kamis 28 Maret 1963. Sebaliknya Dompet untuk Gunung Agung pun  dibuka . 

Dalam satu hari  pembaca Pikiran Rakjat mampu mengumpulkan dana  sebesar Rp27.478.  "Ajo Hari Ini Datanglah ke  PR  Sumbanglah Rakjat Bali".   Pada 8 April 1963 jumlah sumbangan mencapai Rp1,398.714  juta.  Namun  jumlah  ini yang terdaftar, yang belu terdata kalau dijumlahkan Rp 2 juta.   

Pada akhir Maret 1963  Kementerian  P &K, didukung organisasi  pelajar dan mahasiswa menyerukan  "Gerakan Serupiah untuk Gunung  Agung". Setiap pelajar menyumbangkan  satu  rupiah untuk korban bencana itu.  

Pada 13 April rombongan pertama berangkat dari Lapangan Banteng membawa sumbangan senilai  Rp 7 juta  dalam bentuk  sandang pangan diangkut dengan 20 truk.  

Pada 23 April 1963 rombongan berikutnya  Panitya Gunung Agung Jawa Barat berangkat  ke Bali dengan membawa uang sebesar  Rp3,5 juta dan obat-obatan senilai Rp 2,5 juta.   

Dan pada  minggu pertama Mei 1963 rakyat Jabar sudah mengumpulkan Rp9juta dan Rp5 juta dari pembaca Pikiran Rakjat. Gerakan sosial bermunculan dari warga Bandung.Para pelawak, artis hingga peragawati terlibat dalam pertunjukkan amal tidak dibayar. 

Sabtu, 27  April di  Hotel Savoy Homman  diadakan malam kesenian Bali untuk amal. Pada 11  Mei  1963   jugadi Hotel Savoy  Homman,  digelar pertunjukan  amal  yang menghadirkan grup pelawak 4 S (Sam, Sofjan, Sup Jusup dan Suryana Fatah),  Us Us dan band Gita Nada, serta pertunjukan fashion show. 

Foto: Audiovisual pernas/Repro: Irvan Sjafari
Foto: Audiovisual pernas/Repro: Irvan Sjafari
Presiden Sukarno mengunjungi Bali untuk melihat keadaan korban bencana dari dekat pada awal April 1963.   Pada  kunjungan sukarno setiap hari, setiap orang mendapat 400 gram beras dan uang Rp10. Penyakit busung lapar dilaporkan melanda berapa desa.   

PBB  pun mengirim misi membantu korban Gunung Agung pada bulan  berikutnya.   Di antara mereka terdapat nama Ny EM Robinson, ahli teknik FAO, S Reb I Mursana, wakil WHO, Sovrllich dan  wakil UNICEF Indonesia Milton F Gregg.  Mereka terlebih  dahulu  mensurvei kebutuhan  para  korban.

Bencana Gunung Agung di Mata Dua Warga Bandung

Sulitnya  komunikasi pada masa itu  dilukiskan wartawan Pikiran Rakjat, Mohammad Sodik, seorang warga Bandung dalam laporannya pada 8 Mei 1963

Ketika saya berhubungan dengan  seorang petugas di pos terdepan,  dia hanya mengangkat bahu saja sambil berkata fasilitas-fasilitas itu (komunikasi) kurang sempurna. Petugas itu pos pengawasan di Rendang memerlukan sekali alat perhubungan cepat ke Klungkung dan ke Denpasar, dari mana bantuan bisa diberikan untuk menyelamatkan rakyat.  Di samping itu juga untuk  pemberi tanda bahaja  langsung kepada rakjat di tempat-tempat jang terantjam bahaja 

Dr  RM Soelarko dari Bandung, seorang dokter dari Universitas Padjadjaran  yang ikut menangani korban menyebutkan bahwa yang paling diperlukan oleh para pengungsi adalah  beras. Di Bali harga beras mencapai Rp75 per kilogram, jauh di atas harga beras di Jawa Timur.  Yang ke mudian dibagikan jagung  yang sedang tumbuh. 

Ketika dia mengunjungi pos  kesehatan tentara di Pampatan, 8 kilometer dari Rendang  pada  25 April 1963, belum  ada sebutir beras pun dibagikan kepada rakyat. Bahkan lebih dari sebulan setelah letusan  kedua  rakyat dari daerah "no man's land" tidak mendapatkan beras.

Dokter-dokter di pos terdepan hanja bisa membagikan susu bubuk bantuan Uneso  kepada anak-anak dan wanita hamil.  Pertama kali anak-anak itu disuruh minum susu, mereka muntah-muntah karena tidak biasa dan perutnya masih lapar       

Corned beef yang dibagikan  oleh PMI dimakan tanpa nasi karena tidak ada beras. Pengungsi membutuhkan pakaian bekas, obat-obatan untuk disentri, malaria, cacingan dan obat luka.       

Irvan sjafari

 Catatan kaki

  1. Kemungkinan Pikiran Rakjat salah kutip. Jumlah korban yang diaksud  1.100 orang.  Sumber lain menyebutkan erupsi Gunung Agung 17 Maret 1963 menewaskan 1.549 orang, dengan tambahan 200 orang lagi yang terseret pada banjir lahar dua bulan berikutnya, Mei 1963.    Lihat https://kumparan.com/@kumparannews Letusan kala itu juga menyebabkan 1.700 rumah hancur dan 225.000 orang kehilangan mata pencaharian.

Sumber Primer:

Pikiran Rakjat, 28 Desember 1963,  29 Maret 1963,  8  April 1963 , 11 April1963, 10  April 1963,   16 April 1963, 8 Mei  1963, 

Sumber Sekunder:

Dalam gambar: Letusan Gunung Agung, Bali, tahun 1963,   BBC Majalah  26 September 2017  Link: https://www.bbc.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun